Mongabay.co.id

La Nina Berpotensi Timbulkan Bencana Banjir dan Longsor, Bagaimana Antisipasinya?

 

Fenomena La Nina pada musim penghujan tahun ini mulai dirasakan dampaknya di wilayah Jawa Tengah (Jateng) bagian selatan. Dalam beberapa hari terakhir, ada tiga daerah di Jateng selatan yang diterjang bencana, yakni Kebumen, Cilacap dan Banyumas. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan terjadinya banjir dan longsor.

Laporan dari Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kebumen, menyebutkan bencana yang terjadi mulai 25-27 Oktober telah mengakibatkan banjir di 53 lokasi yang tersebar di 46 desa dan tersebar di 15 kecamatan. Sedangkan untuk bencana longsor terjadi di 145 titik tersebar di 41 desa dan tersebar di 13 kecamatan.

“Banjir dan longsor yang terjadi di Kebumen akibat curah hujan yang tinggi dan mengakibatkan sejumlah tanggul sungai jebol dan meluap. Selain itu, juga mengakibatkan longsor,” ungkap Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kebumen Salam pada Jumat (30/10).

Dijelaskan oleh Salam, pihaknya telah melakukan rekapitulasi kerugian yang disebabkan bencana tersebut. Secara total, kerugian material akibat bencana banjir mencapai Rp1,6 miliar, sedangkan peristiwa longsor menyebabkan kerugian hingga Rp767 juta lebih. “Bencana yang terjadi pada awal musim penghujan ini juga membuat lebih dari 1.000 warga mengungsi ke tanggul maupun rumah panggung. Sampai sekarang, banjir sudah mulai surut. Namun demikian, ini penting untuk kewaspadaan ke depan,” jelasnya.

Dari Cilacap dilaporkan, telah terjadi banjir di sejumlah desa di Kecamatan Kroya, Cilacap. Di antaranya adalah Desa Mujur, Mujur Lor dan Gentasari. Lebih dari 700 orang mengungsi karena banjir. Selain itu, di sejumlah titik ada bencana longsor. “Bencana banjir yang terjadi di Kecamatan Kroya, akibat curah hujan tinggi,” ungkap Kepala Pelaksana Harian BPBD Cilacap Tri Komara Sidhy.

baca : Fenomena La Nina dan Antisipasi Kemunculan Klaster Corona di Wilayah Bencana

 

Seorang warga Desa Gentasari, Kecamatan Kroya, Cilacap, Jateng, berada di depan rumahnya yang kebanjiran. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Pengamat cuaca Stasiun Meteorologi BMKG Tunggul Wulung Cilacap Rendi Krisnawan mengatakan bahwa curah hujan memang tinggi. Dalam sehari saja, di beberapa titik di Cilacap, bisa mencapai klebih dari 130 milimeter (mm). “Curah hujan di atas 100 mm masuk dalam kategori sangat lebat. Sehingga masyarakat dan pemerintah daerah perlu meningkatkan kewaspadaan, terutama daerah-daerah yang rawan banjir maupun longsor,”ungkap Rendi.

Sementara di Banyumas, curah hujan yang tinggi juga mengakibatkan bencana banjir bandan dan longsor. Ada sejumlah titik yang dilanda banjir bandang dan longsor yakni desa-desa di Kecamatan Kebasen dan Sumpiuh.

“Banjir sempat menyebabkan sejumlah rumah terendam dan longsor mengakibatkan rumah rusak. Saat sekarang sudah mulai terkendali. Namun demikian, jika hujan deras kembali turun, maka perlu diwaspadai adanya banjir dan longsor susulan. Apalagi, La Nina yang terjadi pada musim penghujan tahun ini membuat intensitas hujan bakal meningkat,”ungkap Kepala Pelaksana Harian BPBD Banyumas Titik Puji Astuti.

 

Waspada Bencana Susulan

Menurut pengamat cuaca Stasiun Meteorologi BMKG Tunggul Wulung Cilacap Rendi Krisnawan, secara umum, fenomena La Nina adalah mendinginnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik. Di sisi lain suhu perairan laut di Indonesia lebih hangat jika dibandingkan dengan suhu normal. “Dampaknya adalah bergesernya aktivitas konvektif yaitu awan, petir dan hujan bergeser dari Samudra Pasifik ke wilayah Indonesia,” katanya.

Rendi mengatakan, masuknya aktivitas konvektif ke wilayah Indonesia memicu peningkatan hujan dan majunya awal musim penghujan. “Dari perkiraaan yang dikeluarkan BMKG, ada tambahan peningkatan curah hujan hingga 40%. Tetapi masing-masing wilayah akan berbeda-beda. Dampak tersebut juga akan terjadi di wilayah Banyumas dan Cilacap. Sebagai contoh, untuk daerah Cilacap barat, curah hujan diperkirakan mengalami peningkatan antara 21% hingga 40%,” jelasnya.

Dengan prakiraan meningkatnya curah hujan, maka masyarakat khususnya di daerah rawan bencana harus mulai waspada dan bersiaga. Apalagi, La Nina diperkirakan akan terjadi hingga Mei 2021 mendatang dengan kategori lemah hingga sedang, tergantung wilayah masing-masing. “Kami mengimbau kepada masyarakat terutama di wilayah rawan untuk bersiaga menghadapi kemungkinan bencana hidrometeorologis,”jelasnya.

baca juga : Banjir di Masa Pandemi, Antisipasi Diperlukan Sebelum Bencana Datang

 

Warga mengungsi saat terjadi banjir di CIlacap, Jateng. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Dihubungi secara terpisah, Kepala Stasiun Geofisika BMKG Banjarnegara Setyoajie Prayoedhie mengimbau warga khususnya Banjarnegara untuk mewaspadai bencana hidrometeorologis. “Jika terjadi hujan lebat lebih dari 30 menit, maka dapat memicu bencana hidrometeorologis seperti banjir, longsor dan angin puting beliung. Warga harus terus waspada, apalagi tahun ini ada La Nina yang berdampak pada peningkatan intensitas hujan. Silakan untuk terus update data prakiraan yang dikeluarkan BMKG,”ujarnya.

Berbekal peristiwa yang terjadi pada awal musim penghujan di daerah lain, Pemkab Banjarnegara misalnya telah menggelar apel kesiapsiagaan bencana. Sebab, pemkab setempat sadar jika 75% wilayah Banjarnegara merupakan daerah rawan bencana, khususnya tanah longsor.

“Data dari BPBD menyebutkan, pada awal tahun hingga Oktober 2020, telah terjadi 101 kejadian longsor, dua kali banjir dan 21 peristiwa angin kencang. Karena itulah, kita harus meningkatkan kewaspadaan,”ungkap Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono.

Secara terpisah, Bupati Banyumas Achmad Husein mengatakan bahwa pihaknya juga telah memetakan wilayah-wilayah rawan bencana banjir dan longsor. Di Banyumas, ada 11 kecamatan rawan longsor dan 7 kecamatan lainnya rawan banjir. Bahkan, dalam beberapa waktu terakhir kedua kejadian telah terjadi.

“Kita harus menyadari bahwa musim penghujan tahun ini akan ditandai dengan curah hujan tinggi akibat adanya fenomena La Nina. Maka, persiapannya harus lebih baik,” ujarnya.

Bupati menambahkan pihaknya akan membentuk tujuh posko yang tersebar di sejumlah kecamatan. Ketujuh posko tersebut didirikan untuk mempercepat penanganan jika terjadi bencana di sekitarnya.

baca juga : Kondisi di Laut Memicu Terjadinya Kebakaran Hutan?

 

Apel kesiapsiagaan bencana alam yang dilaksanakan oleh Pemkab Banyumas, Jateng. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan di Cilacap, Kepala Pelaksana Harian BPBD Cilacap Tri Komara Sidhy mengungkapkan bahwa meski pada awal musim penghujan telah terjadi bencana banjir dan longsor, tetapi kewaspadaan harus terus ditingkatkan, apalagi ada fenomena La Nina.

“Kami telah meminta masing-masing kecamatan dan desa yang masuk wilayah bencana untuk terus siap siaga. BPBD Cilacap juga telah membentuk sejumlah desa tangguh bencana (Destana), sehingga desa tersebut mampu melakukan upaya mitigasi. Destana telah melakukan pemetaan daerah rawan bencana, menyiapkan sumber daya kebencanaan, membuat arah jalur evakuasi dan rumah panggung untuk pengungsian di wilayah rawan banjir. Selain itu, sudah ditentukan titik kumpul di masing-masing desa, jika terjadi bencana,” ujar Tri Komara.

Menurutnya, Pos Siaga telah disiapkan di masing-masing kecamatan dan melakukan pemantauan sebanyak 4 kali selama 24 jam. “BPBD juga melaksanakan mitigasi berupa optimalisasi tata kelola dan manajemen pengelolaan air dari hulu sampai hilir. Selain itu, memaksimalkan pembuangan air primer dan sekunder kota,” katanya.

perlu dibaca : Hujan Datang Lebih Awal Jadi Kendala Petani Buah Musiman

 

Banjir yang terjadi di Kroya, Cilacap, Jateng, akibat curah hujan tinggi. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Manajemen dan Konservasi Air  

Ahli hidrogeologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Adi Candra menyebut bahwa fenomena La Nina di musim penghujan memang berdampak pada curah hujan tinggi, sebaliknya di musim kemarau ada El Nino yang menyebabkan kemarau panjang.

“Kedua fenomena itu tidak dapat dilepaskan juga dari perubahan iklim yang terjadi. Lalu, apa yang dapat dilakukan untuk mengantisipasinya atau meminimalkan dampaknya? Karena peristiwa semacam ini hampir terus berulang, maka seharusnya antisipasi bisa optimal dilaksanakan,” kata Adi.

Ia mengatakan bahwa secara khusus sebetulnya sudah ada upaya-upaya untuk melakukan manajemen air. Misalnya dengan pembuatan embung atau sumur-sumur resapan. Jadi, pada waktu musim penghujan, air hujan dapat ditangkap di lokasi-lokasi penyimpan air. Hal ini penting, supaya ketika memasuki musim kemarau, air yang masuk dalam embung atau sumur resapan dapat digunakan guna mencukupi kebutuhan ketika tidak ada hujan.

“Kalau jangka panjang adalah pembenahan di wilayah hulu. Bagaimana di daerah upstream ada lokasi-lokasi konservasi sebagai penyimpan air. Lokasi tersebut harus terus dilestarikan, supaya air juga dapat tersimpan di daerah hulu,” tambahnya.

Musim penghujan tahun 2020 yang berlanjut pada 2021 telah diproyeksikan bakal mengalami peniungkatan curah hujan karena adanya fenomena La Nina. Kini daerah mesti siaga untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bencana hidrometeorologi. Segala sumberdaya harus disiapkan, karena hujan dengan skala ekstrem kemungkinan bisa saja terjadi setiap saat hingga nanti puncak musim penghujan.

 

Exit mobile version