Mongabay.co.id

Saat Pembangunan Taman Nasional Komodo Tuai Sorotan Publik

Baru-baru ini, jagad medsos kita sempat dihebohkan dengan kemunculan sebuah foto yang memperlihatkan seekor komodo tengah berhadapan langsung dengan sebuah truk yang membawa tiang pancang.

Kita sama-sama tahu, sebuah proyek besar sedang dikerjakan di Taman Nasional Komodo sekarang ini. Sebagian wilayah Taman Nasional Komodo akan dijadikan destinasi wisata kelas premium, yang disebut-sebut sebagai “Jurassic Park”. Untuk merealisasikan Jurassic Park ini, pemerintah kita kabarnya menggelontorkan duit senilai Rp 69,96 miliar.

Nantinya, Jurassic Park di Taman Nasional Komodo akan dilengkapi dengan sejumlah vila, guesthouse, restoran maupun kafetaria – tentu dengan tambahan berbagai fasilitas penunjang lainnya.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno, seperti dikutip tirto.id, mengklaim bahwa pembangunan ini tidak melanggar kaidah konservasi karena berada dalam zona pemanfaatan wisata.

Pembangunan yang sekarang ini sedang dilaksanakan di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, akan dapat membawa sedikitnya dua implikasi. Implikasi pertama terkait aspek ekologi. Dan yang kedua terkait aspek ekonomi.

Pertanyaannya kemudian adalah: apa keuntungan yang bisa diperoleh dengan pembangunan Jurassic Park di Taman Nasional Komodo ini?

Baca juga: Menyoal Kebijakan Kontroversi di Taman Nasional Komodo

 

Komodo betina dewasa yang ada di TN Komodo. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Taman Nasional Komodo, yang merupakan kawasan konservasi dan resmi berdiri pada 16 Maret 1980, sejak beberapa tahun lalu, telah dinyatakan sebagai Cagar Manusia serta Biosfer dan Situs Warisan Dunia oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization).

Sebagai kawasan konservasi, Taman Nasional Komodo, -yang meliputi Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Pulau Padar, bukan hanya diperuntukkan bagi kepentingan pelestarian komodo (Varanus komodoensis), tetapi juga untuk melindungi seluruh keanekaragaman hayati, baik yang ada di laut maupun yang ada di darat.

Kamus daring bahasa Inggris Merriam-Webster mendefinisikan kawasan konservasi sebagai “ an area of land that is protected and that cannot be built on or used for certain purposes.”

Merujuk kepada definisi Merriam-Webster tersebut, jelas sekali bahwa kawasan konservasi bukan cuma harus dilindungi, tetapi juga terlarang untuk dibangun atau dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu, yang tidak ada kaitannya dengan urusan konservasi.

Oleh sebab itu, pembangunan yang sedang dilakukan untuk pembuatan Jurassic Park di Taman Nasional Komodo sekarang ini patut disayangkan.

Pembangunan, dalam skala sekecil apa pun, di kawasan konservasi tidak ada manfaatnya sama sekali secara ekologis. Pembangunan justru berpotensi mengancam kelestarian alam lingkungan. Beberapa dampak yang mungkin bisa muncul akibat adanya aktivitas pembangunan di kawasan konservasi antara lain adalah sebagai berikut.

Pertama, pembangunan biasanya diawali dengan pembabatan vegetasi seperti pembabatan sebagian rumput, perdu, dan pohon habitat asli. Akibat yang bisa muncul dari pembabatan ini adalah terjadinya perubahan komposisi tanaman yang bakal mengarah kepada kerusakan ekosistem berupa musnahnya sejumlah spesies flora dan fauna tertentu.

Kedua, pembangunan biasanya menuntut dibukanya akses jalan baru bagi kendaraan bermotor. Keberadaan jalur jalan baru ini selain meningkatkan polusi suara dan udara, juga menjadi ancaman khusus bagi berbagai fauna yang ada di kawasan hutan konservasi. Gambar viral yang menunjukkan seekor komodo sedang berhadapan langsung dengan sebuah truk yang membawa tiang pancang secara nyata telah membuktikan hal ini.

Ketiga, sejumlah fasilitas akan berdiri seiring dengan pembangunan yang dilakukan. Namun, umumnya fasilitas yang dibangun tidak pernah ada kaitannya dengan aktivitas konservasi. Keberadaan sejumlah fasilitas kemungkinan besar malah bisa mengubah struktur tanah, mengubah pola resapan serta aliran air hujan yang mengakibatkan timbulnya erosi dan perubahan topografi alam, yang menjadikan kualitas lingkungan di kawasan konservasi berikut kawasan di sekitarnya makin terdegradasi.

Keempat, pembangunan sangat boleh jadi akan memicu meningkatnya penggunaan tenaga listrik, bahan bakar minyak, penggunaan air dan produksi sampah. Buntutnya terjadi peningkatan polusi (udara, suara, cahaya maupun tanah) di sekitar kawasan konservasi, yang pada gilirannya membuat kelestarian alam lingkungan makin rusak.

Mengingat dampak ekologis yang mungkin akan timbul seperti dipaparkan di muka adalah wajar jika sejumlah pihak bukan saja menyayangkan tetapi juga menentang pembangunan Jurassic Park di Taman Nasional Komodo.

Baca juga: Pemerintah Lakukan Berbagai Pembangunan di TN Komodo, Bagaimana Dampaknya?

 

Salah satu pemandangan di TN Komodo. Foto: Basten Gokkon/Mongabay

 

Tapi toh, proyek pembangunan tetap dilaksanakan. Iming-iming keuntungan ekonomi boleh jadi sebagai latar belakang yang mendorong pemerintah kita keukeuh mewujudkan berdirinya Jurassic Park di sana.

Ditilik dari kacamata bisnis pariwisata, keberadaan Jurassic Park nantinya memang bisa ikut mengatrol pendapatan negara kita dari sektor industri pariwisata.

Gara-gara wabah corona (COVID-19), sejak Februari silam, pendapatan dari sektor pariwisata negara kita mengalami penurunan. Ada yang menaksir industri pariwisata Indonesia diperkirakan telah mengalami kerugian mencapai Rp 85,7 triliun. Target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia tahun ini dipastikan pula meleset.

Sebelumnya, Indonesia menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada 2020 ini sebanyak 17 juta kunjungan. Tahun 2019 silam, jumlah wisman yang datang ke Indonesia adalah sebanyak 16,1 juta, meningkat dari jumlah kunjungan wisman 2018, yang berjumlah 15,81 juta kunjungan.

Keberadaan Jurassic Park di Taman Nasional Komodo, yang dijadwalkan bakal dibuka untuk umum pada akhir Juni 2021, setidaknya bisa menjadi magnet bagi para wisatawan untuk berduyun datang, terutama di masa recovery pasca-corona.

Sektor pariwisata memang dapat diandalkan sebagai salah satu industri pokok yang mampu menopang perekonomian. Industri pariwisata bukan hanya mampu mengucurkan keuntungan devisa yang lumayan besar, tetapi juga menjadi katalis bagi pembangunan negara.

Mengingat manfaatnya yang tidak kecil, banyak negara memberi perhatian sangat serius bagi pengembangan sektor pariwisata.Thailand, Singapura serta Malaysia adalah beberapa contoh negara di lingkup ASEAN yang telah cukup berhasil mengembangkan industri pariwisatanya dewasa ini.

Kendatipun demikian, pembangunan sektor pariwisata perlu pula memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Salah satunya yaitu menjaga agar jangan sampai pembangunan pariwisata mengorbankan dan merusak kawasan-kawasan konservasi.

 

Sumber rujukan:

[1] Alfian Putra Abdi. 2020. KLHK Klaim Proyek Wisata TN Komodo Tidak Melanggar Konservasi. www.tirto.id.

[2] Eko Wahyudi dan Kodrat Setiawan. 2020. PHRI: Sektor Pariwisata Rugi Rp 85,7 triliun Akibat Pandemi. www.tempo.co.

[3] Josphat Belsoy. 2012. Environmental Impacts of Tourism in Protected Areas. “Journal of Environment and Earth Science”, volume 2, number10. www.core.ac.uk.

[4] Lidya Yuniartha & Tendi Mahadi. 2020. Terdampak Corona, Indonesia Revisi Target Kunjungan Wisman Tahun Ini. www.kontan.co.id.

[5] Merriam-Webster Dixtionary. Tanpa tahun. Conservation Area. www.merriam-webster.com.

[6] Richard J Hobbs & Laura F Huenneke. 1992. Disturbance, Diversity, and Invasion: Implications for Conservation. “Conservation Biology”, volume 6, number 3, page 324–337. www.jstor.org.

 

* Djoko Subinarto, penulis adalah blogger dan pengamat lingkungan. Artikel ini adalah opini penulis

 

Exit mobile version