Mongabay.co.id

Mau Jaga Bumi? Kurangi Sampah dari Rumah

Bersama komunitas pemuda peduli lingkungan, Ecoton melakukan brand audit timbulan sampah yang terjadi di Pantura Lamongan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Sampah di rumah langsung pilah antara organik dan non organik. Kalau memungkinkan, sampah-sampah organik bisa untuk diolah  seperti jadi kompos, maupun pupuk cair. Ketat penggunaan kantong plastik sekali pakai, antara lain,  selalu membawa kantong. Aksi-aksi semacam itu bisa dilakukan masing-masing pribadi, kelompok maupun komunitas guna mengendalikan sampah sekaligus mengurangi beban bumi.

Masalah sampah jadi lebih berat kala masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sampah plastik bertambah antara lain alat pelindung diri, sarung tangan dan lain-lain. Sebelum pandemi saja, berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan ada 296 ton limbah medis per hari dari 2.852 rumah sakit, 9.909 puskesmas, dan 8.841 klinik di masa sebelum pandemi.

Dwi Sasetyaningtyas, CEO Sustaination mengatakan, menjaga bumi dari ancaman sampah bisa mulai dari hal kecil, seperti membiasakan diri dalam perilaku sadar lingkungan dari rumah masing-masing atau saat sedang ada di sebuah tempat.

“Jadi, tak harus jadi pejabat, bikin organisasi, dan semacamnya untuk menjaga bumi. Semua bisa memulai dari rumah dengan cara memilah sampah,” katanya, dalam diskusi daring “Jaga Bumi di Masa Pandemi” Oktober lalu.

 

Sampah di TPA Angsana. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, semua orang mengetahui ada masalah sampah tetapi kebanyakan masih terjebak dalam paradigma kalau itu tanggung jawab pemerintah. Padahal, katanya, masyarakat berperan besar dalam mengatasi masalah sampah.

Pada 2019, Katadata Insight Center (KIC) mencatat, dalam satu jam, Indonesia memproduksi 7.300 ton sampah. Dalam sehari, ada sekitar 175.200 ton sampah. Dalam 10 tahun, akan ada setidaknya 640 juta ton sampah mengotori negeri ini.

Satu sumber produksi beragam jenis sampah yaitu aktivitas domestik alias rumah tangga. Pada 2018, sekitar 62% sampah di negeri ini dari sektor rumah tangga. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyebut, dalam 2020, produksi sampah Indonesia sekitar 67 juta ton lebih.

Data Statistik Lingkungan Hidup Indonesia dari Badan Pusat Statistik (BPS), menyebutkan, hanya 1,2% rumah tangga mendaur ulang sampah, sekitar 66,8% rumah tangga masih menangani sampah dengan cara dibakar.

Di dunia, kata Tyas, satu juta plastik terpakai setiap menit dan 50% plastik sekali pakai yang akhirnya terbuang ke tempat akhir bahkan ke sungai, laut dan lingkungan sekitar.

Dia pun memberikan tips agar peka soal sampah dan bisa mengendalikan. Dia rangkum tips itu dalam rumus 6R. Pertama, rethink. Sebelum membeli barang baru, kata Tyas, baiknya pikirkan ulang.

“Selalu pertimbangkan setiap membeli barang. Apakah membeli karena kebutuhan atau keinginan? Apakah barang yang dibeli dapat didaur ulang atau tidak?”

Kedua, refuse atau menolak. Tyas bilang, sebisa mungkin menolak produk-produk yang akan menimbulkan sampah yang sukar terurai. Misal, tidak membeli air mineral kemasan dan lebih baik menggunakan botol minum sendiri dari rumah.

Ketiga, reduce atau menggurangi. Dalam hal ini, sebanyak mungkin mengurangi penggunaaan produk yang menimbulkan sampah, misal tidak pakai tisu untuk membersihkan tangan atau wajah. Dia sarankan, pakai sapu tangan sebagai pengganti.

Keempat, reuse atau gunakan kembali. Menurut dia, dengan gunakan kembali barang-barang yang masih layak pakai, misal, baju lama masih muat.

“Jadi, bekas kemasan makanan seperti kaleng, botol air meneral atau minuman santai itu kan ada yang masih bisa digunakan untuk keperluan lain. Misal kaleng bisa jadi karya seni bernilai ekonomis.”

Kelima, rot atau pembusukan. Kalau masih ada sisa makanan, bisa jadikan kompos. Jadi, tak mencampurkan sampah organik dengan sampah anorganik.

“Apalagi kompos bisa jadi solusi alami untuk penyuburan tanah dan tanaman tidak akan mengandung bahan kimia. Yang jelas bisa membahayakan organ tubuh yang memakannya,” katanya.

Keenam, recycle atau mendaurulang. Catatan Tyas, kalau sampah tidak bisa digunakan kembali, bisa mendaurulang dengan tambahan-tambahan material lain hingga barang tak layak pakai dapat dimanfaatkan lagi.

“Contoh, membuat tas dari bungkus kemasan berbahan plastik bahkan bisa jadi ragam kreativitas seni.”

 

Sekitar 125 ibu rumah tangga di Desa Nyambu, Tabanan, Bali mencanangkan gerakan diet kantong plastik saat memperingati Hari Peduli Sampah Nasional, 21 Feb 2018. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Desa Nyambu, di Bali, satu desa yang berusaha mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai. I Nyoman Biasa, Kepla Desa Nyambu mengatakan, aksi kurang sampah plastik sekali sekali antara lain dengan bungkus daun pisang,

“Misal, ada kenduri di desa, kami memilih penganan lokal yang dibungkus dengan daun pisang dan gunakan gelas yang bisa dicuci,” katanya.

Desa Nyambu mengukuhkan diri sebagai desa ekowisata sejak 2015, diresmikan setahun kemudian oleh Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti.

Sejak menyandang sebagai desa ekowisata, Nyambu terus berbenah terutama dalam pelayanan. Tidak hanya itu, katanya, Nyambu juga memperbaiki infrastruktur maupun peningkatan sumber daya manusia dalam menyambut kehadiran wisatawan. Kala itu, sampah jadi satu masalah di desanya.

“Beberapa bulan saya dilantik, datanglah Laksmi (program langkah komunitas mengurangi plastik) dari Saraswati bersama Diageo Indonesia. Kalau ada yang punya ide bagus soal sampah, yang jelas masuk dalam penjagaan bumi, mengapa harus ditolak?” katanya.

 

Berubah dari rumah

Platform Laksmi hadir sebagai bagian dari masyarakat dalam mengurangi limbah plastik. Lewat platform Laksmi digelar kampanye #berubahdarirumah untuk pengurangan sampah plastik sekali pakai yang dimulai dari tempat tinggal. Kampanye ini diawali dengan webinar: ​Jaga Bumi Kala Pandemi dan ​Kelas Daring: ​Digital Storytelling for Social Impact.

“Pemakaian plastik kadang tak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi aksi kolektif #berubahdarirumah mencoba menantang kita untuk mengubah kebiasaan gunakan plastik sekali pakai secara perlahan dan lebih sadar terhadap konsekuensi yang ditimbulkan,” kata Ester Margaretha, Project Manager Saraswati.

“Inisiatif #berubahdarirumah adalah kampanye aksi kolektif masyarakat mengurangi sampah plastik sekali pakai selama 30 hari dari 22 Oktober hingga 20 November 2020.” Kampanye ini, katanya, melibatkan lebih dari 400 individu, komunitas, dan institusi di seluruh Indonesia.

 

Keterangan foto utama: Sampah plastik menumpuk di Pesisir Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

Pupuk organik bisa dibuat sendiri menggunakan limbah rumah tangga yang diolah dalam wadah yang disebut komposter. Dari komposter ini akan dihasilkan dua macam pupuk, yaitu pupuk padat dan pupuk cair. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

 

Exit mobile version