Mongabay.co.id

Mengenal Bunga Telang, Si Ungu dengan Beragam Manfaat

Bunga telang dengan beragam manfaat. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Pada pelayaran ke Pulau Ternate abad 17, Jacob Breyne terpesona pada tanaman merambat berbunga ungu. Mahkota bunga melebar seperti sayap kupu-kupu. Biji mirip kedelai. “Flos clitoridis ternatensibus,” kata Breyne. Bunga clitoris dari Ternate!

Selanjutnya, tanaman ini dinamai Clitoria ternatea, karena spesimen berasal dari Ternate. Merujuk pada taksonomi Linnaeus, lokasi ditemukan tanaman menjadi penanda spesifik dari genus clitoria ini.

Breyne menjadi sedikit orang beruntung yang bisa berlayar mengelilingi dunia kala itu.   Dia tinggal di kota pelabuhan Gdansk, Polandia, lahir pada 14 Januari 1637 dari keluarga kaya dan terpandang. Dia sendiri meninggal di kota yang sama, 60 tahun kemudian atau pada 25 Januari 1697.

Keluarga Breyne memiliki beberapa rumah dan kebun botani yang luas. Breyne rajin mengumpulkan berbagai tanaman di sekitar Danzig, sebutan Gdansk waktu itu. Dia tertarik kepada tanaman sejak muda. Breyne juga seorang seniman, yang mampu menggambar detil tanaman koleksinya. Buku Locations of Knowledge in Dutch Contexts, terbitan Koninklijke Brill, 2019 menceritakan soal kebun yang dimiliki keluarga Breyne di Danzig itu.

 

Jacob Breyne adalah seorang pedagang, sekaligus botanis. Keluarganya berdagang cat dan bahan kimia. Dia menjual cochineal untuk pewarna kain ke Belanda. Cochineal adalah binatang yang hidup di kaktus dan jadi sumber pewarna merah alami. Karena pekerjaan itu dia rutin berlayar ke Amsterdam, Afrika Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara ikut kapal Dutch East India Company (VOC).

Hasil pengamatan akan aneka tanaman dari Amerika, Afrika Selatan, dan Hindia Belanda kemudian dia tuliskan dalam sebuah buku berbahasa latin dengan judul pajang, “Exoticarum aliarumque minus cognitarum plantarum centuria prima”, atau Tumbuhan eksotis dan yang kurang dikenal abad pertama, terbit pertama kali 1674.

Bukunya merangkum informasi ratusan tanaman, termasuk bunga telang ungu yang awalnya dianggap sebagai aprodisiak, dan dimanfaatkan untuk pewarna makanan.

Kini, diketahui tanaman ini tumbuh bagus di khatulistiwa Asia, termasuk Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Ia juga menyebar dan berkembang di Afrika, Amerika, dan Australia. Di Australia, tanaman telang untuk memulihkan lahan bekas tambang batubara.

“Tumbuhan anggota suku polong-polongan ini berasal dari Asia tropis. Sekarang telah menyebar ke seluruh daerah tropika,” kata Nasih Widya Yuwono, Dosen Pertanian Universitas Gadjah Mada, ketika dihubungi Mongabay, Minggu, 31 Oktober lalu.

Sebuah jurnal menuliskan, kemungkinan tanaman ini berasal dari kawasan di Samudera Hindia, bukan dari Samudera Pasifik atau Laut China Selatan.

Dia menerangkan keistimewaan telang yang kerap ditemui di pekarangan atau di tepi hutan ini. Tanaman merambat ini bisa berumur 20 tahun.

“Legum dengan umur sepanjang itu sangat cocok sebagai pabrik nitrogen,” katanya.

 

Bunga telang, kini tren jadi pewarna makanan atau minuman. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Legum adalah tanaman kacang-kacangan yang bisa mengikat nitrogen dari udara dan memasukkan ke akar dengan bantuan bakteri rhizobium. Dengan keunggulan itu, dia bersama beberapa rekannya mengembangkan bunga telang mahkota tumpuk bekerja sama dengan kelompok tani di Lereng Lawu, Jogorogo, Ngawi.

Selain menyuburkan tanah, petani pun bisa menambah pendapatan dengan menjual bunga karena kini bunga telang bernilai ekonomi cukup tinggi.

Dalam praktik kehidupan sehari-hari, bunga telang di Indonesia banyak sebagai pewarna makanan. Misal, untuk menghasilkan nasi berwarna biru. Sementara peternak sering menggunakan daun telang untuk pakan ternak.

Praktik pewarnaan makanan menggunakan bunga telang juga dikenal di beberapa negara di Asia Tenggara. Misal, nasi kerabu khas Malaysia adalah nasi berwarna biru yang dari pewarnaan bunga telang.

Di Thailand, ada menu nasi santan disajikan bersama mangga. Namanya Khao Niao Mamuang. Kini, muncul varian dengan nasi berwarna biru. Minumannya, Nam Dok Anchan, teh bunga telang yang dicampur jeruk. Ia kerap disajikan sebagai minuman selamat datang di hotel bagi wisatawan, hingga cepat populer ke seluruh dunia.

Tanaman telang tak hanya eksotis, seperti kesan Jacob Breyne sekitar 350 tahun lalu. Penelitian lebih lanjut menemukan beragam manfaat dari bunga, daun, hingga akar tanaman ini.

 

Bunga telang, juga punya beragam manfaat medis. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Beragam manfaat telang

Dalam jurnal bergengsi Frontier in Plant Science terbitan Mei 2019 dengan judul artikel Butterfly Pea (Clitoria ternatea), a Cyclotide-Bearing Plant With Applications in Agriculture and Medicine cukup gamblang memaparkan manfaat tanaman telang.

Tulisan juga menerangkan sejumlah kemajuan penting atas penelitian Clitoria ternatea selama ini. Dari analisa asam lemak pada biji telang tahun 1954, hingga ekstraksi ethanolik organik sebagai bahan pestisida alami yang diberi nama merek dagang Sero X pada 2017.

Sebelumnya, sejumlah penelitian berhasil mengisolasi ternatin, sebutan kandungan warna biru pada Clitoria ternatea pada 1985, ekstraksi kandungan obat-obatan pada 2000, dan penemuan butelase pada 2014. Butelase adalah sejenis enzim yang berguna bagi pengembangan biomedis.

Penemuan ini dipercaya mengubah lanskap bagaimana protein dipelajari dan dimanipulasi untuk pengembangan obat baru.

Jurnal itu juga memaparkan, beberapa terapan penting bagian-bagian tanaman telang. Misal, daun telang bisa dipakai sebagai pakan ternak dan potensial menggantikan alfalfa. Bisa panen 45 hari, dengan hasil 17-29 ton per hektar.

Akar telang diketahui banyak menghasilkan nodul atau benjolan pada akar yang merupakan tempat bakteri mengikat nitrogen. Beberapa penelitian memperlihatkan tanaman ini bisa menyehatkan lahan kritis. Percobaan di sebuah lahan, pada usai 180 hari ditanami telang, kandungan organik, N, P, dan K pada tanah meningkat tajam.

Dalam bidang medis, manfaat tanaman telang cukup menjanjikan. Beberapa percobaan pada binatang memperlihatkan ekstrak jaringan telang bisa memperlancar air seni, meningkatkan daya ingat, dan antiasma. Juga, antiradang, pereda nyeri, penurun panas, antidiabet, mengurangi kolesterol, mengurangi peradangan sendi, antioksidan, dan menyembuhkan luka.

 

Teh bunga telang. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Artikel itu menyebutkan, dalam sebuah percobaan dengan memberikan ekstrak encer akar telang kepada bayi tikus berumur tujuh hari meningkatkan daya ingat dan kemampuan spasial hewan ini. Ekstrak dari akar juga diketahui mampu menurunkan suhu tikus percobaan, hal yang juga bisa dicapai oleh paracetamol.

Masih menurut artikel yang sama, sebuah penelitian pada 2018, ekstrak ethanolik dari daun telang juga menjanjikan terobosan bagi pengembangan obat diabetes. Percobaan dilakukan terhadap tikus putih yang diberi 400 mg ekstrak ethanolik dari daun telang per kilogram berat badan selama 28 hari. Hasilnya menunjukkan, penurunan kadar gula dalam darah, insulin, glycosylated hemoglobin, urea dan kreatinin pada tikus uji.

Di Indonesia penelitian terhadap kandungan dan manfaat telang relatif sedikit. Beberapa di antaranya seperti dilakukan Eny Kusrini, Dewi Tristantini, dan Nimatul Izza dari jurusan Teknik Kimia Universitas Indonesia.

Dalam publikasi penelitian di Jurnal Jamu Indonesia pada 2017 menyebutkan ekstrak bunga telang mampu melarutkan kalsium dan natrium penyusun katarak.

Pada 2019, tiga mahasiswa UGM yaitu Azzahra Asysifa, Achmad Ilham Nurgina, dan Andiny Aguningtyas mengekstrak flavonoid bunga telang untuk pengobatan kanker payudara. Hasilnya, ekstrak flavonoid dapat membunuh sel-sel kanker dan menghambat kecepatan migrasi dari sel kanker payudara.

Guru besar Fakultas Farmasi UGM Suwijiyo Pamono menyebutkan, Indonesia memiliki spesies tanaman mencapai sekitar 30.000, dan 3.000 merupakan komponen jamu. Sekitar 300 di antaranya menjadi spesies tanaman herbal untuk industri.

“Kita melihat itu belum banyak dieksplorasi. Kita butuh eksplorasi dan riset yang efektif. Jangan ekspor bahan mentah,” katanya mengingatkan, dalam seminar daring New Perspective on Drugs Discovey and Development in Industrial Revolution 4.0 yang diselenggarakan Fakultas Farmasi UGM, beberapa waktu lalu.

 

Telang ungu. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Sekolah Ekologi

Nissa Wargadipura, aktif dalam gerakan Sekolah Ekologi Indonesia sekaligus pendiri dan pengasuh pondok pesantren Ath Thaariq, Garut, merasakan sendiri manfaat teh bunga telang ini.

Di pesantren berwawasan ekologi itu sebagian lahan ditanami bunga telang. Dia dan para santri tinggal memetik bunga telang di kebun kapanpun dibutuhkan, atau memakai yang sudah dikeringkan.

“Manfaatnya buat saya terasa ketika haid, biasa sakit banget. Ketika haid diminum hangat-hangat, itu meredakan. Anak-anak santri saya juga begitu dan anak-anak jadi bertenaga,” katanya saat dihubungi Mongabay.

Cara membuatnya cukup mudah seperti menyeduh teh. Biasa untuk satu teko kaca ukuran 500 ml, cukup dengan satu sendok telang ungu kering. Menurut dia, sudah cukup membuat air berubah warna menjadi ungu.

“Tawar, dan tidak beraroma. Kalau ingin beraroma maka kami campurkan dengan serai, jahe. Kalau ingin sedikit berasa kami campurkan dengan jeruk. Bisa jeruk apapun, seperti nipis, lemon. Kami biasa pakai jeruk purut. Dapat aromanya, juga rasanya.”

Untuk pemanis, Nissa memakai madu, gula merah, atau gula semut. Kalau dicampur jeruk warna teh akan berubah menjadi pink. Rasanya segar, manis, beraroma jeruk, dengan tampilan warna yang memikat.

Selain jadi teh telang, bunga telang juga untuk pewarna makanan seperti kue atau nasi. Warna ungu juga bisa dipakai untuk pewarna alami kain atau melukis.

“Bunga telang ungu kami keringkan untuk disimpan. Ada saja orang yang meminta bunga telang kering,” katanya sambil menambahkan, teleng dalam bahasa Sunda juga bisa berarti mata.

Menurut dia, secara tradisi bunga telang dipakai pula untuk membersihkan kotoran mata pada bayi. Caranya, dengan meremas bunga telang segar. Air yang keluar dari remasan lalu diteteskan ke mata.

Diracek (diremas) pakai tangan, air dikucurkan ke mata bayi, itu bersih. Tidak perlu ditambah air. Tidak perih, tidak pahit. Saya tidak tahu, secara kimiawi dia mungkin mengandung zat untuk membersihkan. Perlu tanya ke ahli apa kandungan telang ungu sehingga dia bisa membersihkan kotoran di mata bayi.”

Bunga telang ungu diolah menjadi minuman relatif baru di Indonesia. Sebab, tradisi minum teh telang tidak ada. Tradisi yang ada adalah minum jamu, dan telang ungu tidak masuk dalam daftar tanaman herbal yang biasa dimanfaatkan sehari-hari.

 

Telang ungu kering, siap pakai. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Dibanding memasukkan ke dalam golongan edible food, katanya, telang lebih tepat masuk kategori wild food atau tanaman liar yang bisa dimakan. Meski dalam literatur, biji bisa dimakan ketika dimasak hingga lunak.

Kini Nissa sibuk mengembangkan sebuah gerakan bernama Sekolah Ekologi Indonesia. Setelah dirasa berhasil menghadirkan biodiversiti di pekarangan sendiri, kini dia menularkan di daerah lewat gerakan itu. Salah satu tujuan, mengenalkan keragaman hayati Indonesia dan manfaat luar biasa yang terkandung di dalamnya.

“Contoh di Sungai Tohor, Kepulauan Meranti, Riau. Tempat itu terkenal dengan sagu. Di bawahnya banyak sekali makanan. Ada pakis, lidah buaya. Besar-besar dan bagus sekali. Tidak mungkin masyarakat terus-terusan makan sagu. Tubuh ini membutuhkan banyak nutrisi, dari makanan berbagai jenis.”

Seperti di banyak tempat yang dia temui, budaya pangan lokal tengah terancam. Pola konsumsi pangan cenderung seragam, instan, dan bergantung pada produk industri.

“Ini waktunya mengenalkan berbagai macam tanaman wild food itu, dari Sungai Tohor, melalui gerakan Sekolah Ekologi Indonesia.”

Di Pesantren Ath Taariq, bunga telang sekaligus untuk memulihkan lahan. Caranya, bibit bunga telang ditanam di lahan kurang subur, dengan pola tanam berganti-ganti. Dari pengalaman belajar A to Z Agroecology and Organic Food System Course dari Vandana Shiva, asal India, Nissa mengenal jenis tanaman yang disebut three sisters.

Ada tiga jenis tanaman yang mampu memperbaiki kesuburan tanah untuk pertanian berkelanjutan, yaitu jenis legum atau kacang-kacangan, labu-labuan, dan serelia atau biji-bijian.

“Ini sudah dipraktikkan sejak zaman kuno. Three sisters dipakai oleh petani di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Tanaman telang termasuk legum. Tapi di tempat kami tidak semua dipulihkan dengan telang ungu. Ada banyak legum. Ada kacang panjang, koro-koroan. Salah satunya dengan telang ungu.”

Kemampuan mengikat nitrogen membuat telang ungu mudah tumbuh bahkan di tempat tandus. Bekas lahan yang ditanami legum bisa ditanami apapun. Tidak perlu tambahan pupuk kimia.

“Telang ungu itu tidak diberi pupuk lho. Cukup memupuk dirinya sendiri karena kandungan nitrogen cukup tinggi.”

 

 

Keterangan foto utama: Bunga telang dengan beragam manfaat. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Telang ungu, tanaman merambat, kaya manfaat. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version