Mongabay.co.id

Perburuan Satwa Liar Dilindungi di Aceh Memang Nyata

 

 

Tim gabungan Kepolisian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] pada awal November 2020 menangkap dua pelaku yang membawa bagian tubuh satwa dilindungi. Barang bukti itu berupa kulit dan tulang harimau, sisik trenggiling, serta paruh rangkong gading.

Kapolda Aceh Irjen Pol. Drs. Wahyu Widada, M.Phil mengatakan, tim Polda Aceh, Baintelkam Mabes Polri, dan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK menangkap pelaku tersebut di jalan lintas tengah Aceh. Tepatnya, di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh.

“Pelaku berinisial DH merupakan pemiliknya sementara LH bertugas sebagai sopir. Dari tangan pelaku, tim mengamankan satu kulit harimau lengkap dengan tulangnya, 71 paruh burung rangkong gading, dan 28 kilogram sisik trenggiling,” ujarnya di Banda aceh, Selasa [10/11/2020].

Wahyu Widada menyebutkan, penangkapan berawal dari informasi adanya transaksi di wilayah tengah Aceh. Tim langsung melakukan penelusuran dan mengembangkan informasi hingga menemukan lokasi pasti transaksi haram itu.

Kedua pelaku masih ditahan di Polda Aceh untuk pemeriksaan lebih lanjut oleh PPNS dari KLHK dan penyidik Polda Aceh. “Mereka dijerat Pasal 21 Ayat 2 Huruf d Jo. Pasal 40 Ayat 2 Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 juta,” jelasnya.

Wahyu Widada menambahkan, Polda Aceh berkomitmen dan mendukung upaya penegakan hukum terhadap kejahatan satwa liar dilindungi. Kejahatan ini menjadi perhatian Polda Aceh dalam penyelamatan sumber daya alam hayati, khususnya wilayah Aceh.

Baca: Kehidupan Satwa Liar di Leuser Belum Lepas dari Ancaman Perburuan 

 

Harimau sumatera bernama Malelang Jaya yang menderita akibat jerat, telah dikembalikan ke habitatnya, hutan Terangun, Gayo Lues, Aceh, pada 9 November 2020. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK, Sustyo Iriyono mengatakan, KLHK berkomitmen memberantas perburuan dan perdagangan satwa liar dilindungi, baik dalam keadaan hidup maupun mati.

“Kegiatan ini adalah kejahatan luar biasa yang melibatkan banyak aktor. Bahkan, aktor antarnegara dengan jaringan berlapis.”

Penegak hukum akan terus mengembangkan kasus ini untuk membongkar jaringannya. “Kami akan terus bekerja, sehingga kasus kejahatan ini bisa ditekan,” ujarnya, 10 November 2020.

Dirjen Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani, menerangkan KLHK akan terus menyelamatkan tumbuhan dan satwa liar sebagai kekayaan hayati Indonesia.

“Kehilangan keragaman hayati bukan hanya menimbulkan kerugian ekonomi maupun ekologi bagi Indonesia, tapi juga akan menjadi perhatian masyarakat dunia.”

Menurut Ridho, dalam lima tahun terakhir, penegak hukum telah melakukan lebih dari 1.400 operasi penindakan kejahatan kehutanan.

“Penegak hukum telah membentuk Tim Intelijen dan Cyber Patrol untuk memetakan jaringan perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar [TSL]. Kami juga telah mengembangkan koordinasi dan kerja sama dengan Kepolisian RI dan Interpol karena kejahatan TSL merupakan kejahatan lintas negara,” ungkapnya.

Baca: Jerat Satwa Masih Ancaman Utama Kehidupan Badak Sumatera di Leuser 

 

Perburuan trenggiling untuk diambil sisiknya terus terjadi hingga saat ini. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Agus Irianto mengakui, perburuan satwa liar di provinsi ini belum sepenuhnya bisa dihentikan.

“BKSDA Aceh bersama berbagai pihak, baik lembaga pemerintah maupun lembaga sipil masyarakat, terus melakukan berbagai cara agar perburuan satwa dilindungi bisa ditekan.”

Agus mengatakan, pihaknya terus memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya kehidupan satwa liar dilindungi di hutan.

“Pelaku kejahatan yang ditangkap ini terus diperiksa intensif, termasuk lokasi mereka melakukan perburuan.”

Baca: 3 Tahun Penjara, Hukuman untuk Penjual Kulit Harimau Sumatera di Aceh Timur

 

Orangutan sumatera yang berada di hutan Leuser juga tak luput dari perburuan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Penertiban senapan angin

Tezar Fahlevi, Koordinator Monitoring dan Penegakan Hukum Forum Konservasi Leuser [FKL] mengatakan, rangkong gading umumnya diburu menggunakan senapan. Termasuk senapan angin yang kalibernya lebih besar dari yang beredar di masyarakat.

“Sementara trenggiling dan harimau diburu menggunakan jerat atau perangkap.”

Dia menambahkan, penggunaan senapan angin termasuk yang sudah di modifikasi, beberapa kali pernah ditemukan tim monitoring FKL di hutan. “Kejahatan ini harus dibongkar, hingga ditemukan siapa pemburunya. Dengan begitu, proteksi perlindungan rangkong bisa dilakukan.”

Rangkong, termasuk jenis rangkong gading adalah satwa yang sangat setia dengan pasangannya. Ketika satu individu dibunuh, pasti akan mengganggu populasi yang ada.

“Jika yang dibunuh rangkong jantan, sementara sang betina sedang mengeram atau membesarkan anak dalam sarang, maka yang mati bukan hanya jantan. Betina dan anaknya juga bakal mati karena tidak ada yang menyuplai makanan,” ungkap Tezar.

Baca: Harimau Sumatera Tetap Diburu Meski Statusnya Dilindungi

 

Rangkong gading. Foto: Rangkong Indonesia/Yoki Hadiprakarsa

 

Telegram Kapolri 

Dalam Telegram Kapolri yang ditujukan kepada jajarannya tanggal 16 Juli 2020, dibahas jelas tentang penggunaan senapan angin. Dalam surat tersebut Kapolri mengatakan, penggunaan senapan angin hanya untuk latihan dan pertandingan olahraga menembak, bukan untuk berburu/ melukai/membunuh binatang.

“Penggunaan senapan angin agar sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Olahraga, Pasal 4 ayat [3] bahwa Pistol Angin [Air Pistol] dan Senapan Angin [Air Rifle] digunakan untuk kepentingan olahraga menembak sasaran atau target,” jelas surat Nomor: STR/430/VII/Log.5.7.8/2020 tersebut.

Kapolri juga memerintahkan jajarannya untuk melakukan pendataan toko, agen, atau distributor senapan angin sebagai upaya deteksi dan pencegahan. Juga, melakukan sosialisasi terkait peraturan yang berlaku tentang senapan angin.

Dalam surat tersebut dikatakan, apabila pemilik senapan angin mengubah kaliber melebihi 4,5 mm dan tidak mendaftarkan ke kepolisian setempat, upaya penindakan dilakukan dengan mengamankan barang bukti itu. Juga, dibuatkan surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan serupa.

“Apabila pemilik senapan angin terbukti melakukan perburuan hewan dilindungi, dikenakan sanksi hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Pasal 21 ayat [2] huruf A menyatakan, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.”

Kapolri juga menegaskan, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK serta jajarannya melakukan koordinasi ke Kepolisian setempat. Tujuannya, memberikan data kerawanan wilayah yang sering ada oknum atau masyarakat yang melakukan perburuan satwa liar dilindungi menggunakan senapan angin. Tentunya, yang tidak sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

 

 

Exit mobile version