Mongabay.co.id

Vonis Hukum Dua Pembunuh Gajah di Simpang Kelayang, Ari Masih Buron

Gajah mati di Simpang Kelayang, Indragitu Hulu. Pelaku tiga orang, dua penjahat satwa kambuhan, satu buron, satu orang diamankan bersama seorang informan warga desa setempat. Foto: Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo

 

 

 

 

Masih ingat kasus pembunuhan satu gajah di Kecamatan Kelayang, April lalu?  Kala itu, gajah terbunuh dengan belalai terpotong, dan gading belum sempat dibawa. Rabu, 18 November 2020, Ketua Majelis Hakim PN Rengat, Omori Rotama Sitorus, bersama dua anggotanya, menghukum dua pelaku, Anwar Sanusi 3,4 tahun, Rp100 juta, atau kurungan enam bulan dan Sukar, dihukum 3 tahun dengan denda sama.

Keduanya terima vonis itu. Penuntut umum masih pikir-pikir. Pasalnya, Jaksa Siti Rahayu menuntut mereka empat tahun penjara.

 Baca juga: Para Pemburu Gading Gajah Riau

Anwar dan Sukar terbukti bersalah, melanggar Pasal 40 Ayat (2) jo Pasal 21 Ayat (2) Huruf a dan b UU 5/1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Ancaman penjara paling lama dalam pasal itu lima tahun.

Anwar bukan kali pertama masuk penjara. Dia sudah keluar masuk penjara bersama Ari, pelaku yang masih buron, untuk kasus sama, memburu dan membunuh gajah.

Sukar, sebenarnya juga kena UU Darurat RI, karena menyimpan senjata api rakitan. Karena dakwaan penuntut umum bentuknya alternatif, majelis menganggap dakwaan kesatu lebih tepat, hingga dakwaan selanjutnya tidak dibuktikan lagi.

Dua orang itu membunuh satu gajah jantan dengan senjata api rakitan, di kebun sawit warga, belakang kantor camat, Kelurahan Simpang Kelayang, Kecamatan Kelayang, Indragiri Hulu, Riau, Selasa, 14 April lalu.

Baca juga: Datuk Malang di Balai Raja

Mereka tak sempat membawa lari gading karena saat sedang menguliti kepala gajah, aksi mereka hampir diketahui sejumlah warga yang sedang patroli. Ari alias Karyo, juru tembak, buru-buru mengalihkan perhatian rombongan, supaya menjauh dari lokasi pembantaian gajah.

Ari mengaku sebagai petugas Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA), Bagan Limau, Pelalawan, Riau.

Sedangkan Sukar, langsung meninggalkan lokasi dari arah berbeda untuk kembali ke rumah, sekaligus menghindar dari warga sekitar yang mengenalnya. Sukar sempat mendengar rekan-rekannya berusaha menahan rombongan supaya tidak mendekat ke gajah.

Setelah berbincang cukup lama, akhirnya rombongan tadi meninggalkan tempat itu. Ari dan Anwar merasa sudah tak aman, hingga mengurungkan niat memburu gading dan meninggalkan gajah tergeletak dengan belalai telah terputus.

 

 

Mereka menyusul Sukar ke rumahya. Ari perintahkan Sukar membuang dan membakar sebuah tas berisi kampak, parang, batu asah, jerigen air minum dan senter kepala. Sedangkan sepucuk senjata berisi 29 butir peluru aktif, dia simpan di balik tanaman pisang, belakang rumah Sukar.

Sebelum pisah, Ari membagikan Sukar Rp2 juta, kemudian menyarankan laki-laki 29 tahun itu melarikan diri.

Baca juga: Gajah di Riau Dalam Rimba Konsesi

Selanjutnya, Ari dan Anwar kabur ke rumah Asdi Robet, keponakan Anwar, Desa Air Molek, Kecamatan Pasir Penyu, Indragiri Hulu, sekitar 25 kilometer dari tempat kejadian. Sementara Sukar, sembunyi di kebun karet, belakang rumahnya, Dusun Paku, Desa Sungai Banyak Ikan, sekitar satu jam berjalan kaki.

Esok siang, gajah malang itu ditemukan warga. Warga menyemut di sekitar bangkai. Benio Sumadi, Bhabinkamtibas Desa Sungai Kuning, mengirim foto gajah itu ke Kanit Reskrim Polsek Kelayang. Kabar cepat tersiar.

Sehari kemudian, BKSDA Riau bedah bangkai dan menemukan sebutir peluru di kepala gajah. Polisi pun melakukan tugasnya, memeriksa beberapa warga yang sempat ketemu Anwar dan Ari.

Tiga bulan berselang, tepatnya awal Juli, anggota Polres Indragiri Hulu berhasil meringkus Anwar di Simpang Pematang Ganjang, Kecamatan Sei Rempah, Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

Malam itu juga, personil lain menjemput Sukar yang masih di tempat persembunyian. Ari, sejak dua temannya ditangkap hingga vonis, belum ketangkap alias buron dan masuk daftar pencarian orang.

 

Robet hubungkan Sukar ke Anwar dan Ari

Gajah di Kelayang ini sudah beberapa minggu ada di sekitar kebun warga. Perburuan itu diawali pertemuan Sukar dan Robet, empat hari sebelum penembakan. Kala itu, Sukar menjual ular sawah pada Robet sekaligus beritahu soal gajah. Karena kenal dengan Ari, Robet memberikan nomor ponsel Sukar pada laki-laki yang menikahi mantan istrinya itu.

Pagi sebelum berburu itulah, Ari dan Anwar, datang ke rumah Sukar membawa sejumlah peralatan. Ari menembak gajah sekitar pukul 14.30. Dia menjanjikan Sukar Rp15 juta bila berhasil mendapatkan gading.

Cerita ini tertuang dalam dakwaan dan keterangan Sukar di persidangan yang dikutip dari berkas putusan.Keterangan Sukar pun menambah informasi mengenai Robet.

Ketika dihubungi Mongabay, 25 Juli lalu, Robet mengatakan, tidak tahu menahu perihal pembunuhan gajah oleh Ari dan Anwar. Dia hanya menerima kedatangan dua orang itu, pukul 2.00 dini hari, Kamis, 16 April 2020, hendak menumpang tidur.

Anwar sempat minta tolong padanya untuk mengambil senjata di rumah Sukar. Pukul 7.30, dua pemburu tadi meninggalkan rumahnya ke arah Belilas. “Bahkan, setelah mereka pergi, saya tidak punya firasat kedua orang itu tengah diburu polisi,” kata Robet, waktu itu.

Dihubungi kembali, Sabtu, 21 November, Robet tidak membantah sempat bertemu Sukar di rumahnya, beberapa hari sebelum perburuan gading gajah. Robet sedikit meluruskan, waktu itu, selain menjual ular sawah, Sukar juga minta carikan orang yang mahir menghalau gajah.

 

Pada April 2020, di Kecamatan Kelayang, satu gajah Sumatera, mati mengenaskan dengan belalai terputus dari kepala, tetapi gading masih utuh. Dari pengungkapan, pelaku bekerja sama dengan warga desa sebagai informan. Pelaku sempat bertemu dengan warga yang mencari gajah yang sudah beberapa lama muncul di pemukiman, dan mengaku sebagai petugas BKSDA Riau. Foto: Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo

 

Robet, kemudian memberikan nomor Ponsel Anwar ke Sukar. Robet tetap menyangkal dan tidak menduga Anwar akan membunuh gajah. Meskipun, dia tahu, pamannya itu baru bebas dari penjara gara-gara membunuh dan mengambil gading gajah di Pelalawan serta Bengkalis, pada 2015.

Yuliantony, Direktur Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo (YTNTN), bersyukur atas peningkatan hukuman terhadap kejahatan satwa dilindungi, biasa di bawah tiga tahun bahkan kurang dua tahun. Apalagi, Anwar merupakan pemain lama yang sudah tiga kali terlibat masalah serupa.

Sukar, meski pemain baru, juga dihukum lebih berat dibanding yang pernah diterima Anwar sebelumnya. Perburuan di Bengkalis, Anwar hanya dihukum satu tahun penjara, sedangkan di Pelalawan, 2,6 tahun. Padahal, perburuan itu dilakukan berturut-turut dan hanya berselang beberapa hari.

“Tiga tahun dalam penjara bisa jadi situasi buruk juga bagi pelaku dan keluarga. Saya berharap itu jadi efek jera, hingga ancaman perburuan satwa bisa berkurung. Walau dari hati kecil belum puas, karena hukuman kurang lima tahun dan belum maksimal,” katanya, Sabtu, 21 November.

Hukuman terhadap Anwar dan Sukar, kembali jadi momentum kampanye perlindungan satwa liar dan pelarangan terhadap tindakan apapun yang berujung pada pemidanaan. Para pelaku, katanya, mesti berpikir ulang ketika menargetkan gading gajah sebagai mata pencaharian mereka, termasuk juga satwa dilindungi lain.

Yuliantony tidak memungkiri keterbatasan personil untuk melindungi gajah dibanding luas wilayah jelajah hewan berbadan tambun ini. Solusinya, partisipasi para pihak, termasuk jaringan masyarakat dan pemilik konsesi.

Sampai saat ini, sosialisasi dianggap masih perlu lebih giat, supaya masyarakat menerima keberadaan gajah dan tak menganggap sebagai hama. Penting juga, katanya, membangkitkan kembali nilai-nilai kearifan lokal dalam menghormati gajah.

Begitu juga patroli, meski tidak menjangkau seluruh wilayah. Menurut Yuliantony, idealnya 24 jam sehari dan tujuh hari dalam seminggu, harus mengikuti gajah.

Dia bilang, sudah ada ide bagus memasang global positioning system collar mengawasi pergerakan gajah. Namun, katanya, tetap harus ada tim darat yang siap respon cepat, bila gajah masuk kampung dan berkonflik.

Peran masyarakat, katanya, juga penting mengawasi orang-orang yang dicurigai karena berniat buruk terhadap gajah. Seperti kasus di Simpang Kelayang, berkat partisipasi dan inisiatif masyarakat berhari-hari memantau keberadaan gajah, aksi perburuan gading berhasil terungkap, walau sang gajah terbunuh.

“Otoritas terkait harus sering menemui masyarakat, sosialisasi dan mengajarkan hal teknis. Seperti cara melapor, mitigasi konflik, menangani gajah sakit atau mati,” saran Yuliantony.

 

Lokasi kuburan gajah mati dengan belalai terputus dan gading belum sempat diambil, di Kelayang, Indragiri Hulu. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

YTNTN masih melakukan kegiatan konservasi. Yuliantony berencana bikin pertemuan rutin bulanan. Tujuannya, berbagi informasi temuan lapangan untuk analisa dan ditindaklanjuti bersama pemangku kepentingan.

Informasi dari lapangan, katanya, dinilai dapat mempersempit ruang gerak perburuan satwa. Sebab, gajah di Riau sebagian besar berada pada kawasan tidak terlindungi.

Andri Hansen Siregar, Kepala Bidang KSDA Riau Wilayah I senada dengan Yuliantony. Dia bilang, perlu dukungan semua pihak, terutama tingkat tapak, yakni masyarakat itu langsung dan aparat desa. Masyarakat, katanya, lebih tahu banyak karena tinggal di sekitar bahkan di pelintasan gajah.

Sebagai sumber informasi utama, Hansen berharap, komunikasi dengan masyarakat tidak terputus. Selama ini, komunikasi sudah terjalin cukup baik, begitu juga pada aparat keamanan. Mengingat, personil mereka memang belum dapat mencakup seluruh kantong satwa.

 

Desa ramah satwa

BKSDA Riau mulai membentuk kelompok masyarakat sekaligus membangun desa ramah satwa. Mereka ditunjuk menjadi pelopor mengendalikan konflik dan mitigasi lebih awal, sebelum tim BKSDA tiba di lokasi. Paling tidak, dapat melindungi gajah lebih cepat dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perburuan.

Kelompok itu sudah dibentuk di sekitar kantong gajah sebelah utara, seperti Kecamatan Tapung, Siak dan Kecamatan Pinggir, Bengkalis. Ia juga akan dikembangkan di wilayah selatan atau lanskap Tesso Nilo.

Setelah Anwar dan Sukar diterungku, Polres Indragiri Hulu masih punya pekerjaan rumah memburu Ari.

Aipda Misran, Paur Humas Polres Indragiri Hulu, mengatakan, Ari masih dalam pencarian, hanya mereka tak terfokus pada masalah itu. “Yang jelas tetap dicari. Kalau ketemu pasti ditangkap.”

 

Keterangan foto utama: Gajah mati di Simpang Kelayang, Indragitu Hulu. Pelaku tiga orang, dua penjahat satwa kambuhan, satu buron, satu orang diamankan bersama seorang informan warga desa setempat. Foto: Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo

Exit mobile version