- Gajah di Suaka Margasatwa Balai Raja ada 25 individu pada 2014. Dalam 2019, hanya lima sampai tujuh gajah terpantau, antara lain Dita, Seruni, Rimba, Getar, Codet dan Bara. Gajah Dita mati, tahun lalu.
- Ruang hidup gajah tak hanya tergerus karena perambahan, pemukiman, perusahaan perkebunan, HTI maupun pertambangan, juga pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jalan tol. Kini, pembukaan ruas-ruas jalan kabupaten pun melewati sekitar Balai raja. Bahkan, rencana masuk zona inti dan mendapat protes berbagai kalangan.
- Pemerintah menetapkan Suaka Margasatwa Balai Raja seluas 18.000 hektar pada 1986. Ia bagian dari Balai Raja (Blok Libo) keseluruhan di Desa Sebanga. Kemudian pada 1992, suaka margasatwa ini ditetapkan juga sebagai kawasan konservasi gajah Sumatera. Dalam kajian berjudul “Analisa Konservasi Gajah Sumatera di Kantong Balai Raja (Blok Libo), Kabupaten Bengkalis, Riau,” menyebutkan, pada 2000-an, suaka margasatwa dan konsesi terjadi perambahan besar‐besaran untuk perkebunan sawit. Jadi, pada 2010, dari luas 18.000 hektar suaka margasatwa tersisa 200 hektar.
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencium bau rasuah dalam proyek jalan Duri ini. Mulai dari penganggaran sampai proses lelang, penuh tawar-menawar antara pejabat pemerintah, anggota DPRD hingga para kontraktor yang sudah ditentukan pemenang.KPK pertama kali menetapkan mantan Kepala Dinas PUPR Bengkalis, sekaligus Mantan Sekretaris Kota Dumai M Nasir, sebagai tersangka bersama Direktur Utama PT Mawatindo Road Construction (MRC) Hobby Siregar. Keduanya terbukti melakukan praktik lancung dalam pengadaan proyek Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih.
Jumar, sudah 20 tahunan tinggal di Desa Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Bengkalis, Riau. Dia petani, biasa tanam jengkol sampai ubi. Kadang juga jadi tukang bikin rumah. Jumar tak asing lagi dengan kehadiran gajah di pemukiman maupun kebunnya.
“Datuk’ begitu dia memanggil pemimpin kelompok gajah itu. Sekitar tahun 2005, gajah biasa datang dengan 30-40 kawanan. Mereka makan tanaman, seperti sawit, tanaman kelapa muda dan lain-lain.
Jumar tak pernah pelakukan gajah kasar. Rumahnya pun tak penah terganggu gajah. Dia bilang, kalau mereka perlakukan kasar, gajah marah, rusak tanaman sampai robohkan rumah.
Dia bilang, kadang ada warga mengusir dengan melempar bahkan menembak gajah. “Orang yang kasar rumahnya habis. Ini kayak manusia gak bisa dikasar. Marah dia, menghancur rumah dekat sini.”
Jumar biasa menggiring puluhan gajah itu sendiri ke hutan Talang, tutupan hutan tersisa di Balai Raja. Gajah dia tuntun dengan lampu senter. “Kalau ngusir ikuti di belakang. Ayo, tuk. Aku antar sampai tempat. Itu saja.”
Belakangan ini, tersisa tiga gajah–sepasang dengan anak satu–, masih terlihat. Itupun sudah jarang.
“Entahlah. Sekarang kok bisa kurang gajah tu, ke mana perginya?” kata Jumar, berguman.
Informasi WWF di Riau, November tahun lalu, menyebutkan, gajah di Suaka Margasatwa Balai Raja ada 25 individu pada 2014. Dalam 2019, hanya lima sampai tujuh gajah terpantau, antara lain Dita, Seruni, Rimba, Getar, Codet dan Bara. Gajah Dita mati, tahun lalu.
Pemerintah menetapkan Suaka Margasatwa Balai Raja seluas 18.000 hektar pada 1986. Ia bagian dari Balai Raja (Blok Libo) keseluruhan di Desa Sebanga. Kemudian pada 1992, suaka margasatwa ini ditetapkan juga sebagai kawasan konservasi gajah Sumatera.
Wilayah Balai Raja ini, biasa disebut Blok Libo, secara administrasi terletak di Kecamatan Mandau dan Kecamatan Pinggir, Bengkalis. Dari 1924, wilayah ini sudah jadi bagian konsesi eksploitasi minyak bumi. Pada 1970-an, beberapa konsesi masuk terutama ‘perkebunan’ akasia dan sawit.
Dalam kajian berjudul “Analisa Konservasi Gajah Sumatera di Kantong Balai Raja (Blok Libo), Kabupaten Bengkalis, Riau,” menyebutkan, pada 2000-an, suaka margasatwa dan konsesi terjadi perambahan besar‐besaran untuk perkebunan sawit. Jadi, pada 2010, dari luas 18.000 hektar suaka margasatwa tersisa 200 hektar.
Hutan tersisa, sebut kajian itu, masuk dalam wilayah perlindungan PT Chevron, perusahaan eksploitasi minyak bumi di situ.
Suaka Margasatwa Balai Raja dalam kondisi kritis. Kajian ini menyatakan, penyelamatan populasi gajah jadi sulit karena habitat berkurang. Otomatis, terjadi konflik gajah dengan manusia karena wilayah jelajah gajah bertabrakan dengan garapan masyarakat maupun perusahaan.
“Balai Raja, kondisi kawasan konservasi sudah parah dari 15.343 hektar kawasan konservasi hanya 200 hectare yang berhutan. Ada aktivitas manusia, tidak hanya masyarakat, juga negara. Di sana ada kantor camat, gedung sekolah, dan tempat pramuka juga,” kata Yuliantony, Direktur Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo.
Dia bilang, kemungkinan ada solusi jangka panjang, misal, dengan mengandangkan gajah-gajah liar dalam satu kawasan terproteksi.
“Kalau kita pindahkan dari Balai Raja, keunikan wilayahnya akan hilang.”
Terancam pembukaan jalan
Ruang hidup gajah tak hanya tergerus karena perambahan, pemukiman, perusahaan perkebunan, HTI maupun pertambangan, juga pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jalan tol.
Kini, pembukaan ruas-ruas jalan kabupaten pun melewati sekitar Balai raja. Bahkan, rencana masuk zona inti dan mendapat protes berbagai kalangan.
Pada penghujung Juli lalu, di Kelurahan Balai Raja, Kecamatan Pinggir, Bengkalis, tampak dua alat berat menggali tanah dan menumpahkan dalam bak truk yang datang silih berganti.
Setelah penuh, sopir lekas mengangkut ke gerbang Tol Pekanbaru-Dumai, Sesi V, Pinggir. Dodi Mustika, pemilik tanah menyaksikan langsung pekerjaan itu.
Tiap hari, sekitar 35 kali truk itu bolak-balik mengangkut tanah. Sekali angkut, kata Dodi, tanah dihargai Rp45.000. Dodi tak tahu sampai kapan alat berat dan mobil berhenti mengeruk tanah.
Tanah itu berada persis di gundukan bahu Jalan Lingkar Duri Barat. Jalan yang berbatasan langsung dengan Suka Margasatwa Balai Raja. Sejak tahun lalu pekerjaan jalan terhenti.
Dodi bilang, sudah konsultasi pada Kepala Seksi Konservasi Wilayah III, Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Riau, Maju Bintang Hutajulu, soal keruk tanah ini. Bintang menyatakan, supaya mengeruk 100 meter dari batas kantong gajah itu.
“Segala izin dari RT, RW, lurah hingga camat sudah saya urus. Saya juga telah membayar pajaknya,” kata Dodi.
Dodi tak menampik, sebagian tanah milik orangtuanya itu berada di Suaka Margasatwa Balai Raja. Dia tak menyebut seberapa luas. Hanya saja tersebar di beberapa hamparan. Orangtua Dodi pencari kayu gaharu pada tahun 60-an sebelum jadi salah satu pemilik tanah terluas di dalam dan sekitar SM Balai Raja. Dodi juga mengelola Rumah Sakit Thursina, Duri, Bengkalis, Riau sekaligus Manager Pelayanan Medis di rumah sakit kelas D itu.
Dia bilang, Jalan Lingkar Duri Barat justru membelah tanahnya. Bahkan tanpa sepengetahuan dia, tanah di tempat lain juga digali untuk menimbun jalan yang dibangun. Dia tak pernah dapat ganti rugi baik dari tanah yang dikeruk maupun jalan yang terlanjur membelah tanah. “Tahu-tahu dah jadi lubang besar menganga saja.”
Hutajulu enggan diajak ketemu untuk wawancara. Dia bilang, sudah konsultasi ke BBKSDA Riau, tetapi belum bisa menemani wawancara. “Mungkin ke yang lebih berkompeten aja. Kami ini cuma anak buah. Kalau ada perintah baru bisa laksanakan,” katanya, 24 Juli lalu.
Jalan Lingkar Barat Duri adalah satu dari enam proyek tahun jamak APBD Bengkalis 2012-2013 yang diusulkan pada masa Bupati Herliyan Saleh.
Pemerintah Bengkalis menyebut jalan ini untuk mengurai kemacetan jalur Pekanbaru-Medan, yang melintasi Kecamatan Pinggir dan Kota Duri, Bengkalis. Jalan ini sepanjang 33,6 kilometer lebar 16 meter dari Kulim 7 hingga Desa Balai Raja, Kecamatan Pinggir.
Selain Jalan Lingkar Barat Duri, ada Jalan Lingkar Batu Panjang-Pangkalan Nyirih, Jalan Duri-Sungai Pakning, Jalan Lingkar Bukit Batu-Siak Kecil, Jalan Lingkar Pulau Bengkalis serta Jalan Lingkar Duri Timur.
Zulhusni Syukri, Direktur Rimba Satwa Foundation (RSF) bersama para pegiat lingkungan menolak pembangunan Jalan Lingkar Barat Duri sejak 2016. Mereka beberapa kali menyurati Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bengkalis, Bupati sampai Presiden Joko Widodo.
Mereka mengadu, bahwa, jalan itu akan makin mengancam keberadaan gajah di Balai Raja. Sayangnya, keberatan mereka seakan angin lalu.
Husni, pernah mencegat mantan Kepala Dinas PUPR Bengkalis, M Nasir usai pertemuan di Kompleks Chevron. Husni pertanyakan tanggung jawab pemerintah terhadap gajah yang kian terdesak karena pembangunan jalan.
“Dia tak dapat beri solusi saat itu. Hanya menjanjikan mengundang kami dan membahas secara formal. Janji itu hanya bual saja sampai dia dipenjara.”
M Nasir diterungku di Lembaga Pemasyarakatan Pekanbaru, setelah dinyatakan bersalah dalam pengadaan proyek Jalan Lingkar Batu Panjang-Pangkalan Nyirih, Pulau Rupat, Bengkalis.
Husni juga sempat hendak menjumpai Bupati Bengkalis nonaktif Amril Mukminin, saat bertemu warga di Kecamatan Pinggir, usai memenangkan pemilihan bupati pada 2016.
Sembari membawa surat, dia berharap bupati baru terpilih itu mau menghentikan pembangunan jalan alternatif itu. Sayangnya, gerak Husni ditahan ajudan bupati. Surat itu hanya sampai di tangan pengawalnya.
Husni tak menyerah. Setelah itu, dia pernah mendatangi Kantor Bupati Bengkalis hendak menjumpai Amril Mukminin lagi. Upaya itu juga tak berhasil karena satpam melarang masuk. Lagi-lagi suratnya jatuh pada tangan orang kurang tepat. “Memang tak ada tanggapan sama sekali.”
Amril Mukminin, kini terdakwa korupsi proyek peningkatan Jalan Duri-Sungai Pakning dan gratifikasi, sejak jadi anggota DPRD Bengkalis dan bupati dari seorang pemilik pabrik sawit di Duri. Kasusnya kini berlangsung di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Upaya Husni dan pegiat lingkungan di Duri, tak berhenti menolak proyek jalan itu. Mereka pernah mendirikan tenda dan bermalam di tengah jalan dan menghadang alat berat yang bekerja. Mereka bernegosiasi pada pekerja kala itu agar menghentikan operasi.
“Kami hanya petugas lapangan. Kalau abang mau ngomong itu ke atasan kami atau ke pemerintah Bengkalis. Kami cuma diperintahkan mengerjakan ini,” kata Husni, meniru seorang pekerja jalan saat itu.
Husni juga kurang puas dengan jawaban BBKSDA Riau dalam beberapa kesempatan bertemu. BBKSDA Riau menolak ikut campur karena jalan itu di luar dari SM Balai Raja dan tak menjadi otoritas mereka untuk berkomentar.
Masalahnya, kata Husni, gajah tidak hanya berkeliaran dalam SM Balai Raja yang ditetapkan pada 2014 seluas 15.343,95 hektar itu. “Gajah juga ditemukan di luar suaka margasatwa dan BBKSDA Riau sangat tahu itu.”
Pembangunan jalan Lingkar Barat Duri terhenti sejak tahun lalu. Meskipun begitu, sebagian jalan sudah terbuka. Ia jelas menggangu habitat gajah. Danau dan genangan air tempat biasa gajah mandi tertimbun. Sungai tempat biasa gajah bermain dibuat jembatan penghubung. Hutan-hutan kecil tempat gajah selama ini berlindung ditebang untuk membuka akses jalan.
Selain penolakan terhadap jalan lingkar itu, pelaksanaan jalan terhenti karena jalan itu hendak membelah hutan talang, hutan alami tersisa di SM Balai Raja sekitar 200 hektar. Sebelum ditahan komisi antirasuah, Amril Mukminin sesumbar, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan mengeluarkan izin pinjam pakai kawasan hutan, untuk memuluskan upaya menghancurkan habitat gajah ini.
Meski belum terlaksana, ada rencana ruas jalan yang belum terhubung dari Kelurahan Balai Raja ke Kelurahan Pematang Pudu itu berbelok ke areal yang dikelola Chevron. Solusi itu juga tak bisa langsung jadi. Sebab, pengalihan barang milik negara itu harus melalui koordinasi dengan SKK Migas. Ia perlu dapat persetujuan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral dan Ditjen Kekayaan Negara di bawah Menteri Keuangan.
Husni tetap menolak karena tetap berdampak pada gajah Balai Raja. Jalan itu akan memutus pergerakan gajah dari Hutan Talang ke Kompleks Chevron. Gajah sering masuk di sana.
Gajah kian terdesak, konflik dengan manusia bakal makin sering. Kata Husni, masyarakat kebingungan hendak menghalau dan menggiring gajah karena tak ada tempat lagi.
Gajah Balai Raja kini sering ada dari kebun ke kebun warga. Intensitas gajah pada satu titik lokasi juga sering ditemukan dan meningkat tiap tahun. Wilayah jelajah mereka terus menyempit.
Aktivitas manusia makin banyak sejak jalan itu terbentang. Banyak rumah berdiri termasuk ruko. Perubahan ini akan meningkatkan jumlah konflik manusia dan gajah di Balai Raja.
Pengamatan Husni, dalam satu lokasi gajah Balai Raja biasa datang tiga kali dalam satu tahun. Sejak Jalan Lingkar Barat Duri ada, kebiasaan itu meningkat dua kali lipat.
Catatan Husni, dalam setahun biasa gajah Balai Raja berkunjung ke areal Polsek Mandau dua kali. Tahun ini, terjadi dua bulan sekali. Juli lalu, gajah Seruni dan anaknya Rimba, merusak kantin Polsek pada malam hari.
Sebelum Jalan Lingkar Barat Duri dibuat, Balai Raja menyimpan 24 lebih gajah. Kini, hanya tersisa empat. Selain Seruni dan Rimba, ada Codet dan Getar. Sisanya, di SM Giam Siak Kecil dan tak dapat kembali lagi setelah peristiwa gajah mati kesentrum di Duri, pada 2016.
Puluhan mamalia bertubuh tambun itu tak dapat pulang ke Balai Raja, juga gara-gara parit gajah yang dibangun PT Adei Plantation and Industry, perusahaan sawit asal Malaysia.
Terjerat korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencium bau rasuah dalam proyek jalan Duri ini. Mulai dari penganggaran sampai proses lelang, penuh tawar-menawar antara pejabat pemerintah, anggota DPRD hingga para kontraktor yang sudah ditentukan pemenang.
KPK pertama kali menetapkan mantan Kepala Dinas PUPR Bengkalis, sekaligus Mantan Sekretaris Kota Dumai M Nasir, sebagai tersangka bersama Direktur Utama PT Mawatindo Road Construction (MRC) Hobby Siregar. Keduanya terbukti melakukan praktik lancung dalam pengadaan proyek Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menghukum keduanya masing-masing 7,6 tahun penjara, Rabu, 28 Agustus 2019. Tiga bulan kemudian, Pengadilan Tinggi Pekanbaru menambah hukuman mereka jadi 10,6 tahun penjara.
Tak terima dengan hukuman yang makin berat, keduanya mengajukan permohonan kasasi akhir tahun lalu. Putusan dari Mahkamah Agung belum keluar.
KPK terus mengembangkan kasus ini hingga menetapkan semua kontraktor sebagai tersangka dalam enam paket proyek jalan itu. Sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek yang terus dianggarkan sejak 2013 sampai 2015 ini, M Nasir kembali jadi tersangka untuk semua paket jalan. Termasuk Jalan Lingkar Barat Duri bersama Wakil Presiden dan Komisaris PT Widya Sapta Colas Victor Sitorus.
Baru Amril Mukminin, satu-satunya pejabat daerah yang ditangkap KPK dalam pengembangan kasus rasuah ini. Rupanya, sebelum dan setelah terpilih sebagai Bupati Bengkalis, dia turut kecipratan duit dari PT Citra Gading Asritama (CGA), karena memuluskan perusahaan ini mengendalikan proyek Jalan Duri-Sungai Pakning. Dia turut membahas proyek ini saat jadi anggota DPRD Bengkalis.
Ketua DPRD Bengkalis 2012-2014 , Jamal Abdillah, saat beri kesaksian dalam perkara Amril, 2 Juli lalu mengatakan, penetapan proyek tahun jamak yang menjadi janji kampanye Bupati Herliyan Saleh, kala itu penuh perdebatan di gedung legislatif Bengkalis. Jamal menguak tradisi uang ketuk palu di gedung dewan Bengkalis pada tiap pengesahan APBD.
Bila tak ada uang pelicin, anggota dewan enggan mengesahkan proyek-proyek strategis yang diusulkan pemerintah. Untuk mengesahkan proyek tahun jamak dalam APBD 2013 itu, anggota dewan masing-masing mendapat Rp30 juta-Rp100 juta. Termasuk Amril Mukminin terima Rp100 juta sebagai anggota Fraksi Golkar.
Besaran uang yang diterima bergantung jumlah kursi partai di DPRD. Adapun tiap pimpinan dewan sudah ditetapkan mendapat jatah masing-masing Rp100 juta. Tak hanya itu, anggota DPRD Bengkalis periode itu juga minta jatah dua dari enam proyek jalan ini.
***
Selasa, 4 Agustus 2020, BBKSDA Riau bersama RSF, Manggala Agni dan sejumlah polisi menggiring 14 gajah yang masuk pemukiman masyarakat, Desa Semunai, Pinggir, Bengkalis ke Giam Siak Kecil.
Husni meyakini, rombongan gajah itu berasal dari Balai Raja. Dia menandai dua dari rombongan, satu gajah buntut putus dan satu anak gajah kaki kanan putus. Husni dan kawan-kawan pernah mengobati ketika gajah itu masih di Balai Raja.
Lintasan gajah Balai Raja dan Giam Siak Kecil, terputus diperparah oleh sebagian ruas Tol Pekanbaru-Dumai di Kecamatan Pinggir, yang sedang dibangun.
BBKSDA Riau dan Hutama Karya—penanggungjawab proyek— beri solusi dengan membangun terowongan gajah di beberapa pelintasan.
Donny Gunaryadi, Sekretaris Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) mengatakan, dalam rencana pembangunan proyek jalan tol di kantong gajah, katanya, pemerintah menghubungi mereka untuk melihat wilayah-wilayah kantong gajah, salah satu di Balai Raja.
Akhirnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, menyetujui ada koridor gajah dengan membangun jembatan. KPUPR mengikuti dan mengalokasikan dana lebih untuk membuat jembatan lebih tinggi dan menghindari kontak langsung gajah dengan manusia.
Sejauh ini, yang Donny lihat dari seluruh kantong gajah dengan pembukaan jalan tol di Balai Raja.
“Wilayah lain sudah kita lihat juga. KPUPR sepertinya mengikuti saran KLHK untuk menghindari gajah. Diskusinya intens, azas-azas dampak lingkungan sudah coba diterapkan. Kita masih melihat dampak secara langsung dan jadi masukan ke depan.”
Beberapa usulan pemerintah daerah untuk membangun jalan di kantong gajah, katanya, belum disepakati. “SRAK (strategi rencana aksi konservasi) sudah kami sampaikan [soal] kantong-kantong gajah. Ini yang menjadi hal penting.”
Memang, kata Donny, di mana-mana, pembangunan infrastruktur linier dipastikan memotong koridor ini. “Di beberapa inisiasi kita hindari,” katanya.
Apalagi, kalau lokasi itu merupakan wilayah pergerakan gajah. Dari sisi pakan, kata Donny, esensial bagi gajah itu sumber air besar, sekitar 100-200 liter untuk satu individu. “Perlu sumber air yang memadai dan pakan yang besar. Di sinilah koridor yang ada kalau dipotong pasti akan berdampak.”
Kalau tak memperhatikan keterjagaan habitat, kata Donny, bisa berdampak kerugian skala besar, tak hanya mengancam gajah tetapi spesies lain. “Ini memang akan membuka akses terhadap perburuan. Paling utama itu.” Selain itu, katanya, akan timbul konflik baru di wilayah itu.
Husni melihat, upaya pembuatan jembatan itu belum berpangaruh sama sekali termasuk sejumlah pakan yang dibuat di sekitar terowongan untuk memancing gajah lewat di situ.
Gajah sekadar mendekat, namun belum lalu-lalang di sana. Sebaliknya, gajah justru menabrak besi, kawat maupun tembok pembatas tol.
Husni khawatir, terjadi perkawinan sedarah pada empat gajah Balai Raja tersisa saat ini. Hanya Seruni, betina satunya-satunya yang sering dijumpai bersama anak jantannya, Rimba. Codet dan Getar, dua gajah jantan dewasa jarang ditemui dan tak akur sejak pertengkaran di Kantor Camat Pinggir, pada 2015.
Codet tidak memiliki gading lagi sejak perkelahian kala itu.
Solusi bikin rumah khusus bagi gajah Balai Raja atau sanctuary belum mendapat kejelasan. Rencana ini kerjasama antara BBKSDA Riau dan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Heru Sutmantoro, Kepala Bidang KSDA Wilayah II, 3 Maret lalu pernah mengungkapkan, BBKSDA Riau mengusulkan evaluasi seluruh fungsi Balai Raja ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Balai Raja, akan tetap dipertahankan sebagai kawasan konservasi.
Hanya, kemungkinan status turun jadi taman wisata alam. Husni bilang, itu bukti pemerintah kalah dengan perubahan zaman dan para perambah.
Sayangnya, Heru tak bersedia memberikan penjelasan kala ditanya lagi soal perkembangan usulan itu , 16 Agustus lalu. “Penyampaian informasi atau berita harus terlebih dahulu melalui humas.” Heru memberikan kontak Kepala Sub Bagian Data, Evaluasi, Pelaporan dan Kehumasan, Dian Indriati.
Dian langsung menjawab permintaan wawancara Mongabay yang dikirim ke ponselnya, malam itu. Katanya, BBKSDA Riau belum bisa beri wawancara khusus pada Mongabay. Selain itu, mereka belum ada arahan dari pusat (KLHK). Kecuali yang bersifat umum, bersama-sama dengan media lain yang berkesempatan hadir untuk meliput penyampaian informasi oleh kepala balai.
Ketika minta jadwal wawancara, Dian berkilah, atasannya, Suharyono, ada kegiatan lain di lapangan. Alasan sama masih dia sampaikan, sehari setelah pimpinan dan staf BBKSDA Riau mengikuti peringatan HUT RI ke 75 di Istana Negara secara virtual. Hingga berita ini tayang, belum juga mendapatkan respon.
***
Jumar, petani di Pematang Pudu ini terkadang rindu bila tak jumpa gajah beberapa bulan. “Manalah datuk pergi, kok tak datang?” Biasanya, beberapa hari kemudian gajah nongol di halaman atau di belakang pabrik tahu yang berhadapan dengan rumahnya.
Lingkungan sekitar Jumar memang kian padat. Tak seperti awal kala dia datang, sekitar masih berhutan, pohon dan semak masih lebat.
Tiap tahun, kata Jumar, pasti ada rumah penduduk dibangun. Jumar juga sering dipanggil untuk membuat rumah alias tukang bangunan. Dulu hanya jalan setapak. Perkebunan juga makin luas.
Bagaimana nasib gajah-gajah di Suaka Margasatwa Balai Raja, kala ancaman terus datang menderu, sedang upaya penyelamatan masih dalam bahasan ke bahasan?
*Tim Kolaborasi Mongabay Indonesia dan Tempo:
Mongabay Indonesia: Sapariah Saturi, Suryadi dan Lusia Arumingtyas
Tempo: Sunudyantoro