Mongabay.co.id

Kegiatan Ekonomi Global Ancam Laut Berkelanjutan

 

Komitmen untuk mewujudkan ekonomi laut berkelanjutan kini disepakati oleh 14 pemimpin negara di dunia. Para pemimpin dunia tersebut sadar dan paham bahwa laut saat ini sedang dalam ancaman akibat tekanan dari berbagai hal.

Di antara ancaman tersebut, adalah polusi, penangkapan ikan secara berlebihan, dan perubahan iklim. Kondisi itu tak hanya mengancam keberlangsungan ekosistem laut, namun juga masyarakat pesisir yang memanfaatkan sebagai pusat kehidupan dan tempat mata pencaharian.

Para pemimpin dunia tersebut menyepakati bahwa ancaman tersebut akan mengancam keberlanjutan ekonomi di seluruh dunia. Padahal, pada 2025 mendatang diperkirakan ke-14 negara tersebut akan mengelola sedikitnya 30 juta kilometer persegi wilayah perairan nasional masing-masing.

Salah satu negara yang terlibat dalam kesepakatan tersebut adalah Norwegia. Bagi negara tersebut, kesejahteraan manusia sangat berkaitan erat dengan kesehatan laut di sekitarnya dan peran laut juga sangat penting untuk menunjang keberadaan manusia, dan menstabilkan iklim.

“Juga mendorong kemakmuran yang lebih besar,” ungkap Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg saat berbicara dalam pertemuan virtual High Level for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE) pada Rabu (2/12/2020).

baca : Indonesia Tegaskan Komitmen Ekonomi Laut Berkelanjutan dalam Pertemuan Sustainable Ocean Economy

 

Sebanyak 14 kepala negara yang tergabung dalam High Level for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE) sepakat untuk berkomitmen menjaga laut agar tetap berkelanjutan dan tidak mengancam ekonomi dunia. Sumber : oceanpanel.org

 

Pada Panel Laut tersebut, Norwegia yang menjadi pimpinan HLP SOE menyerukan bahwa laut berperan penting untuk membangun ekonomi yang berkelanjutan di seluruh dunia, utamanya 14 negara yang masuk dalam kelompok HLP SOE.

Adapun, untuk mewujudkan ekonomi laut yang berkelanjutan, cara paling tepat dan bijak adalah melaksanakan pembangunan dengan semangat perlindungan dan pemberdayaan. Cara tersebut, dinilai menjadi peluang terbesar untuk sekarang.

“Anggota Panel Laut disatukan oleh komitmen untuk secara berkelanjutan mengelola seratus persen perairan nasional sebelum 2025,” tegas dia.

Pada kesempatan yang sama, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyampaikan pandangannya tentang kekuatan laut untuk masa depan bangsa Indonesia. Menurut dia, dengan pengelolaan laut yang berkelanjutan, itu akan mendukung pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19.

Dukungan kuat tersebut diyakini bisa terwujud, karena Indonesia diuntungkan dengan kelimpahan sumber daya maritim. Selain itu, laut yang berkelanjutan juga bisa menjadi landasan untuk pembangunan yang lebih berkelanjutan di masa mendatang.

“Kami berkomitmen untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, dengan menganut motto Jalesveva Jayamahe, di Laut kita Jaya,” ungkap dia.

baca juga : Indikasi Kemunduran Tata Kelola Kelautan dan Perikanan Mulai Terlihat

 

Kapal pukat pelagis sepanjang 120 meter bernama Johanna Maria, milik perusahaan Belanda Jaczon berbendera Irlandia yang menangkap ikan di samudera Atlantik di wilayah Mauritania, Afrika Barat pada Maret 2010. Foto : ejatlas.org

 

Komitmen Indonesia

Untuk mewujudkan laut yang berkelanjutan, Joko Widodo mengatakan bahwa Indonesia melakukan berbagai cara, salah satunya dengan aktif mempromosikan kerja sama maritim di berbagai forum regional antar negara, baik di Asia Tenggara, ataupun dunia.

Forum-forum tersebut adalah Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Asosiasi Negara-negara Pesisir Samudra Hindia (IORA), Forum Negara Kepulauan dan Pulau (AIS Forum), Inisiatif Segitiga Terumbu Karang untuk Terumbu Karang, dan Perikanan (CTI-CFF), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan lain-lain.

Selain aktif dalam forum internasional, lebih khusus Indonesia juga aktif dalam forum internasional untuk membahas isu penanggulangan penangkapan ikan secara ilegal, tak dilaporkan, dan tak sesuai regulasi (IUUF), pengurangan sampah plastik di laut, dan juga konservasi laut

Dengan keaktifan seperti itu, Joko Widodo meyakinan kepada semua negara HLP SOE bahwa Indonesia siap untuk menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi AIS Forum pada 2021 mendatang. Forum tersebut diketahui beranggotakan 41 negara.

“Kita membutuhkan kemitraan multi pemangku kepentingan. Kita membutuhkan kemitraan global. Kita membutuhkan kepemimpinan kolektif global untuk mengelola laut secara berkelanjutan,“ papar dia.

Di sisi lain, peluncuran dokumen Transformasi dinilai menjadi awal yang sangat baik untuk memandu dalam mengelola lautan secara berkelanjutan. Dengan kata lain, Panel Laut harus menjadi kekuatan pendorong untuk menghidupkan kembali revolusi mental untuk melindungi laut.

perlu dibaca : Misi Indonesia Terapkan Ekonomi Kelautan yang Berkelanjutan

 

Nelayan di Lamongan sedang menangkap ikan. Selain ikan tongkol, jaring ini juga digunakan untuk menangkap ikan kembung. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa Indonesia mendukung target global untuk melindungi laut hingga 30 persen pada 2030 mendatang.

Bentuk dukungan tersebut diwujudkan dengan menyesuaikan dengan kondisi masing-masing negara. Pernyataan tersebut kemudian diperkuat dengan menyebut Indonesia juga siap berkomitmen utnuk melaksanakan 74 tindakan prioritas.

Adapun, tindakan prioritas yang dimaksud ditulis secara detail dalam laporan transformasi yang disepakati oleh 14 negara anggota Panel Laut. Rekomendasi tersebut berfokus pada lima area penting yakni kekayaan laut, kesehatan laut, keadilan laut, pengetahuan laut, dan keuangan laut.

“Bersama Panel Laut, Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan tindakan ini sebelum 2030 atau lebih cepat,” terangnya.

 

Pemulihan Ekonomi

Presiden Republik Palau Tommy Remengesau Jr juga menyepakati bahwa laut memiliki peranan sangat besar di tengah situasi saat ini, di mana pandemi COVID-19 masih belum berakhir. Dari pandemi, setiap negara disadarkan bahwa gangguan keuangan dan krisis kesehatan akan selalu ada dan menjadi ancaman.

Dengan kondisi tersebut, laut akan berperan sangat besar untuk membantu proses pemulihan ekonomi nasional di setiap negara di dunia. Karenanya, dia menyebut laut bisa menjadi pendorong pemulihan ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan.

“Laut adalah masa lalu, masa kini, dan masa depan kita,” ucap dia.

Bagi Tommy, masyarakat dunia untuk sekarang sudah tidak bisa lagi memilih apakah harus memberikan perlindungan penuh saja kepada laut, ataukah memberdayakan segala sumber daya alam yang ada di laut. Namun, yang bisa dilakukan adalah melakukan keduanya dan menjaganya dengan baik.

“Kita dapat memiliki keduanya untuk hari esok yang lebih sehat, makmur, dan adil, jika kita mengelola dampak yang ditimbulkan dengan tepat,” terang dia.

baca : Pengelolaan Laut Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Nelayan Kecil

 

Sebuah kapal yang sedang menangkap ikan. Foto : progressive-charlestown.com

 

Sebelumnya, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP Sjarief Widjaja, mengatakan bahwa sektor kelautan dan perikanan saat pandemi COVID-19 menjadi sektor andalan dan penggerak utama dalam kegiatan ekonomi nasional.

Menurut dia, sektor kelautan dan perikanan bisa menjadi sektor yang bisa mendorong perekonomian dan menjaga ketahanan pangan secara nasional, serta terbuka untuk pengembangan ekosistem digital dengan mendasarkan pada sains, teknologi, dan juga inovasi.

Selain berkampanye penyelamatan laut untuk dunia, HLP SOE juga menyusun dokumen transformasi yang di dalamnya ada pembahasan tentang kesehatan laut (ocean health), kekayaan laut (ocean wealth), pengetahuan laut (ocean knowledge), dan keuangan laut (ocean finance).

Dokumen bernama Transformation of SOE itu diluncurkan secara dalam jaringan (daring) pada Kamis (3/12/2020) melalui pernyataan bersama yang diterbitkan oleh para kepala negara/pemerintahan yang sudah menjadi anggota SOE.

Diketahui, HLP SOE beranggotakan 14 negara, yaitu Norwegia, Palau, Australia, Kanada, Chili, Fiji, Ghana, Indonesia, Jamaika, Jepang, Kenya, Meksiko, Namibia, dan Portugal. Keempat belas negara tersebut memiliki 60 persen wilayah laut dunia dan 30 persen kawasan mangrove dunia yang luasnya mencapai 5,4 juta hektar.

Negara-negara ini menggunakan pendekatan menyeluruh terhadap pengelolaan laut yang menyeimbangkan perlindungan, pemberdayaan, dan kesejahteraan untuk hampir 30 juta km persegi perairan nasional atau area yang luasnya menyamai benua Afrika.

Kemudian, Panel Laut juga mendorong para pemimpin negara bagian pesisir dan laut di seluruh dunia untuk bergabung dalam komitmen mencapai tujuan 100 persen agar seluruh Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dikelola secara berkelanjutan sebelum 2030.

 

Sebanyak 14 negara yang tergabung dalam High Level for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE) sepakat untuk berkomitmen menjaga laut agar tetap berkelanjutan dan tidak mengancam ekonomi dunia. Sumber : oceanpanel.org

 

Exit mobile version