Mongabay.co.id

Begini Ajakan Indonesia untuk Pengelolaan Ekonomi Laut Berkelanjutan

 

Pengelolaan laut yang berkelanjutan diyakini akan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) poin 14 yang sedang dijalankan oleh Indonesia sekarang. Selain itu, TPB juga diharapkan bisa berakselerasi dalam seluruh aspek pembangunan nasional di Tanah Air.

Demikian disampaikan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam pesan video pada acara peluncuran dokumen transformasi kelautan yang digelar di tengah pertemuan negara-negara High Level for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE) secara daring, pekan lalu.

Pada kesempatan tersebut, Joko Widodo menyampaikan bahwa pengelolaan laut yang berkelanjutan harus dilakukan untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat kecil. Untuk itu, kerja sama dan kolaborasi dinilai menjadi hal yang sangat penting dilakukan agar bisa terwujud tujuan tersebut.

“Kita memerlukan kemitraan para pihak, kita membutuhkan kemitraan global, kita perlu kepemimpinan global kolektif,” ucap dia.

Berkaitan dengan hal tersebut, Presiden meminta agar Panel Laut—sebutan resmi untuk forum HLP SOE– bisa menjadi motor penggerak untuk pelaksanaan revolusi mental secara global yang bertujuan untuk melaksanakan penjagaan laut dunia.

baca : Kegiatan Ekonomi Global Ancam Laut Berkelanjutan

 

Presiden Joko Widodo di atas sebuah kapal memandangai perairan Ambon, Maluku. Foto : Sekretariat Kabinet

 

Bagi Joko Widodo, diluncurkannya dokumen transformasi kelautan menjadi sebuah langkah awal yang baik bagi Indonesia dan juga negara lain di dunia, utamanya yang masuk dalam keanggotan forum HLP SOE. Dokumen tersebut diharapkan bisa menjadi panduan bersama dalam memanfaatkan laut secara berkelanjutan.

“Laut adalah masa depan kita. Mari bekerja sama mencapai pembangunan ekonomi laut berkelanjutan. A vision for protection, production and prosperty,” sebut dia.

Presiden ingin menegaskan bahwa komitmen Indonesia tidak pernah main-main dalam upaya mewujudkan diri menjadi poros maritim dunia. Salah satu langkahnya, adalah dengan mengelola laut dengan baik dan berkelanjutan.

Jika itu bisa dilakukan, maka sumber daya maritim Indonesia diyakini akan mampu untuk mendorong proses pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19 dengan cepat. Selain itu juga, laut yang berkelanjutan akan menjadi modal utama pembangunan nasional berkelanjutan di masa mendatang.

Dengan kata lain, Presiden ingin menekankan bahwa pandemi COVID-19 tidak hanya menjadi momen yang tepat untuk menekan tombol pengaturan ulang saja. Namun juga, itu menjadi momen untuk menata semuanya dan menjadi sebuah lompatan besar untuk melakukan aksi dan transformasi besar.

“Ini harus juga dilakukan dalam mengelola laut. Komitmen Indonesia sangat kuat untuk mewujudkan laut dunia yang sustainable melalui transformasi ekonomi yang telah dicanangkan dan diterapkan,” tegasnya.

baca juga : Indonesia Tegaskan Komitmen Ekonomi Laut Berkelanjutan dalam Pertemuan Sustainable Ocean Economy

 

Kapal pukat pelagis sepanjang 120 meter bernama Johanna Maria, milik perusahaan Belanda Jaczon berbendera Irlandia yang menangkap ikan di samudera Atlantik di wilayah Mauritania, Afrika Barat pada Maret 2010. Foto : ejatlas.org

 

Pusat Kehidupan

Diketahui, peluncuran dokumen transformasi menjadi bagian dari program HLP SOE yang sudah digagas dari beberapa bulan lalu. Dokumen tersebut memuat rekomendasi kebijakan tata kelola kelautan untuk mencapai ekonomi laut berkelanjutan.

Pertemuan tersebut dihadiri kepala negara yang berasal dari 14 negara. Selain Indonesia, negara lain yang tergabung dalam HLP SOE adalah Australia, Kanada, Chili, Fiji, Ghana, Jamaika, Jepang, Kenya, Meksiko, Namibia, Norwegia, Palau, dan Portugal.

Para pemimpin dunia tersebut menyepakati bahwa ada banyak faktor yang akan mengancam keberlanjutan ekonomi di seluruh dunia. Di antara ancaman tersebut, adalah polusi, penangkapan ikan secara berlebihan (over fishing), dan perubahan iklim.

Fakta itu bisa berbahaya, karena pada 2025 mendatang ke-14 negara tersebut diperkirakan akan mengelola sedikitnya 30 juta kilometer persegi wilayah perairan nasional masing-masing. Ancaman itu tak hanya mengancam keberlangsungan ekosistem laut, namun juga masyarakat pesisir yang memanfaatkan sebagai pusat kehidupan dan tempat mata pencaharian.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (PRL KKP) Tb Haeru Rahayu pada kesempatan yang sama menyatakan bahwa para pemimpin dunia sudah memahami laut sebagai pusat kehidupan di bumi, mata pencaharian manusia, dan ekonomi.

“Tetapi, juga mengakui bahwa kesehatan laut sedang dalam ancaman akibat polusi, penangkapan ikan berlebih, dan perubahan iklim,” ungkap dia.

Atas pertimbangan tersebut pula, para kepala negara anggota Panel Laut sejak dua tahun lalu sudah bertekad untuk mencari cara bagaimana mengembangkan rangkaian rekomendasi transformatif untuk menghadirkan ekonomi laut yan berkelanjutan dan bermanfaat bagi semua orang di mana pun.

“Dan juga melindungi laut secara efektif,” tambah dia.

perlu dibaca : Misi Indonesia Terapkan Ekonomi Kelautan yang Berkelanjutan

 

Sebuah kapal yang sedang menangkap ikan. Foto : progressive-charlestown.com

 

Dengan kerja keras selama dua tahun terakhir, Haeru Rahayu menyebutkan kalau Panel Laut berhasil menghadirkan agenda aksi laut baru yang akan memberi manfaat bagi masyarakat umum banyak jika berhasil disepakati oleh seluruh negara anggota.

Di antara manfaat yang akan dirasakan nantinya, adalah laut bisa menghasilkan makanan enam kali lebih banyak dari sebelumnya, menghasilkan 40 kali lebih banyak energi terbarukan, mengentaskan jutaan orang dari kemiskinan.

“Dan berkontribusi terhadap seperlima pengurangan emisi gas rumah (GRK) yang diperlukan, agar kenaikan suhuh tidak melebihi 1,5 derajat celcius,” papar dia.

Sebelumnya, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP Sjarief Widjaja, mengatakan bahwa sektor kelautan dan perikanan saat pandemi COVID-19 menjadi sektor andalan dan penggerak utama dalam kegiatan ekonomi nasional.

Menurut dia, sektor kelautan dan perikanan bisa menjadi sektor yang bisa mendorong perekonomian dan menjaga ketahanan pangan secara nasional, serta terbuka untuk pengembangan ekosistem digital dengan mendasarkan pada sains, teknologi, dan juga inovasi.

 

Lintas Sektoral

Tentang dokumen transformasi yang sudah diluncurkan, Sekretaris Direktorat Jenderal PRL KKP Yusran Siry menjelaskan bahwa itu memuat lima tema utama, yaitu kesehatan laut (ocean health), kekayaan laut (ocean wealth), pengetahuan laut (ocean knowledge), dan keuangan laut (ocean finance).

Kelima tema utama tersebut, harus dijalankan oleh seluruh negara anggota Panel Laut, termasuk Indonesia. Dalam melaksanakan implementasi dokumen transformasi, Indonesia harus bisa menyatukan semua pihak yang ada di Indonesia dan melaksanakan secara bersama dari pusat hingga daerah.

“Juga akademisi, kalangan usaha, dan juga masyarakat. Semua sangat tergantung pada upaya bersama lintas sektoral tersebut,” jelas dia.

baca juga : Pengelolaan Laut Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Nelayan Kecil

 

Sebanyak 14 kepala negara yang tergabung dalam High Level for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE) sepakat untuk berkomitmen menjaga laut agar tetap berkelanjutan dan tidak mengancam ekonomi dunia. Sumber : oceanpanel.org

 

Pada forum yang sama, Presiden Republik Palau Tommy Remengesau Jr juga menyepakati bahwa laut memiliki peranan sangat besar di tengah pandemi COVID-19. Dari pandemi, setiap negara disadarkan bahwa gangguan keuangan dan krisis kesehatan akan selalu ada dan menjadi ancaman.

“Laut adalah masa lalu, masa kini, dan masa depan kita,” ucap dia.

Bagi Tommy, masyarakat dunia untuk sekarang sudah tidak bisa lagi memilih apakah harus memberikan perlindungan penuh saja kepada laut, ataukah memberdayakan segala sumber daya alam yang ada di laut. Namun, yang bisa dilakukan adalah melakukan keduanya dan menjaganya dengan baik.

“Kita dapat memiliki keduanya untuk hari esok yang lebih sehat, makmur, dan adil, jika kita mengelola dampak yang ditimbulkan dengan tepat,” terang dia.

Diketahui, keempat belas negara anggota Panel Laut memiliki 60 persen wilayah laut dunia dan 30 persen di antaranya adalah kawasan mangrove dunia yang luasnya mencapai 5,4 juta hektar. Negara-negara ini menggunakan pendekatan menyeluruh terhadap dalam laut.

Adapun, pendekatan yang diterapkan adalah menyeimbangkan perlindungan, pemberdayaan, dan kesejahteraan untuk hampir 30 juta km persegi perairan nasional atau area yang luasnya menyamai benua Afrika.

Kemudian, Panel Laut juga mendorong para pemimpin negara bagian pesisir dan laut di seluruh dunia untuk bergabung dalam komitmen mencapai tujuan 100 persen agar seluruh Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dikelola secara berkelanjutan sebelum 2030.

 

Exit mobile version