Mongabay.co.id

Walhi Nilai Proyek Strategis Nasional Rawan Konflik dan Kerusakan Lingkungan Hidup

Asap yang mengepul dari corong PLTU itu menebarkan beragam zat berbahaya di udara. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ternyata tak menjadikan pemerintah serius jalankan pembangunan berkelanjutan. Walhi, organisasi lingkungan hidup menilai, Peraturan Presiden Nomor 109/2020 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, yang disebut sebagai upaya pemulihan ekonomi ini condong pembangunan ekstraktif dan infrastruktur. Kondisi ini memicu kerawanan terjadi konflik lahan dan sumber daya alam serta kerusakan lingkungan hidup.

Pada 17 November 2020, Presiden Joko Widodo menandatangani peraturan yang merupakan perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3/2016 dan Perpres Nomor 86/2018.

“Kami berharap moratorium seluruh proyek strategis nasional dan evaluasi menyeluruh terhadap proyek yang sudah berjalan. Bagaimana efektivitasnya dan manfaat bagi masyarakat. Juga, kaji mendalam dan kritis terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup,” kata Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional, belum lama ini.

Walhi menilai, regulasi ini tidak menunjukkan perlindungan lingkungan hidup dan berpotensi merugikan masyarakat lebih luas. Kebijakan pembangunan yang diambil, katanya, berjalan terburu-buru, tanpa memperhatikan aspek lingkungan hidup.

Dia bilang, kebijakan sejenis pernah terbit berujung konflik, memperparah kondisi bencana ekologis, dan kerugian negara.

Apalagi, dengan Undang-Undang Cipta Kerja membuka peluang proyek yang ‘dianggap strategis’ dipercepat dan diloloskan dengan segala konsekuensi.

Ada tiga catatan menjadi hal penting harus sebagai bahan pertimbangan, pertama, perpres ini dianggap tidak mempertimbangkan aspek lingkungan hidup, kondisi daya tampung dan daya dukung lingkungan. Skema saat ini dinilai mengabaikan prinsip kehati-hatian yang jadi asas UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kondisi ini, katanya, terlihat dari beberapa PSN berada pada lokasi rawan bencana risiko tinggi. Seharusnya, kata Yaya, rencana program pemerintah memiliki kajian lingkungan hidup strayegis dalam melihat dampak proyek pada lingkungan hidup saat ini.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, hingga Oktober 2020 ada sekitar 5 juta lebih masyarakat Indonesia jadi korban dari bencana. Kondisi ini diperparah dengan pandemi COVID-19 yang masih belum usai.

“Ini yang kami khawatirkan, berbagai PSN ini akan memperburuk kondisi lingkungan hidup dan meningkatkan frekuensi bencana ekologis,” katanya.

 

Posko penolakan penambangan batu untuk Bendungan Bener, di sepanjang jalan desa. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Kedua, PSN berpotensi menambah konflik di masyarakat. Skema PSN ini berbasis lahan, infrastruktur, bandara, pembangkit listrik, jalan raya, kawasan industri, maupun kawasan ekonomi khusus.

Konflik lahan, katanya, jadi konflik laten yang belum terselesaikan dan masih jadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah.

Sayangnya, regulasi ini tak memiliki upaya penyelesaian konflik dampak PSN yang terjadi sebelumnya. Selain itu, katanya, tidak ada mekanime komplain secara adil dan setara hingga seringkali menyebabkan hak masyarakat terabaikan.

“Fakta lapangan, PSN hadir justru merenggut sumber penghidupan masyarakat. Sumber kehidupan yang berkelanjutan jadi terancam,” katanya.

Ketiga, ada potensi kerugian negara karena PSN. Satu hal harus jadi evaluasi pada proyek lampau, yakni, pembangunan usaha pangan skala besar atau food estate yang mengalami kegagalan dan pemanfataan beberapa bandara tak maksimal. “Ini menunjukkan, itu jadi tendebsi pemerintah untuk membangun sendiri, bukan untuk kesejahteraan masyarakat.”

Menurut Yaya, proyek pembangunan yang sama di masa lampau itu belum terbukti memberikan manfaat jangka panjang dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Malahan, katanya, proyek ini meningkatkan potensi kerugian negara dan utang yang terus bertambah karena alokasi pendanaan berasal dari utang luar negeri.

Dalam konteks kerugian negara, pola sama dengan UU Cipta Kerja muncul. Kalau dalam omnibus law royalti 0% pada hilirissi tambang batubara, ataupun mungkinkan bebas provisi sumber daya hutan (PSDH) dalam proyek food estate.

Dalam perpres ini, Gubernur Jakarta diminta mengenakan tarif 0% bagi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan buat proyek strategis nasional.

Problem berulang dari model pembangunan yang mengabaikan lingkungan hidup seperti ini, kata Yaya, seharusnya tidak lanjut. Dia mengutip ucapan Jokowi dalam kampanye pilpres 2014, yang menyatakan, negara berada pada titik kritis bahaya kemanusiaan karena kerusakan lingkungan hidup.

 

Kunjungan Presiden Jokowi ke Kalimantan Tengah pada Oktober 2020 untuk melihat kesiapan areal food estate. Foto: Dok. Humas Protokol Provinsi Kalimantan Tengah

 

 Potensi kerusakan

Pemerintah memangkas jumlah PSN dari 227 jadi 201 lewat perpres ini. Dalam lampiran daftar PSN pada beleid itu ada 55 proyek baru yang sebelumnya tak masuk dalam daftar. Selain itu, pemerintah juga menambahkan 10 program dalam perpres ini.

Pada 2021, percepatan PSN dengan mengerjakan 38 proyek Rp464,6 triliun dari total Rp4.809,7 triliun.

Perpres ini, sejalan dengan kebijakan online single submission (OSS), yang memungkinkan operasi PSN hanya dengan pernyataan komitmen terhadap penyelesaian izin lingkungan hidup dan turunannya.

Salah contoh kasus bisa terlihat dari proyek food estate sebagai PSN, meskipun pembelajaran dari masa lalu, bukan hanya mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup, bahkan kerugian negara.

Halik Sandera, Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta mengatakan, banyak PSN sudah dan akan memcu eksploitasi alam. Salah satu, proyek pembangunan Bandara Kulon Progo yang memiliki risiko bencana cukup besar. Begitu juga pengembangan wilayah di Yogya dengan menciptakan kawasan strategis pariwisata dengan membelah Bukit Menoreh yang berisiko tinggi.

Dia contogkan, pembangunan wisata di pegunungan karst di Gunung Kidul yang kian mengkhawatirkan karena wilayah penyangga sumber mata air. Begitu juga pembangunan terowongan jalan tol Yogya-Bawen khawatir mengancam sumber mata air di sepangjang jalur yang akan dilalui karena berada di daerah aliran sungai, yang notabene menyuplai kebutuhan air sejumlah kabupaten di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Hairul Sobri, Walhi Sumatera Selatan menyebutkan, PSN hanya mengakomodir kepentingan industri. “Kalau pemeritnah ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat, hilirisasi itu hilirisasi produk bahan baku yang dimilki rakyat.”

Semua program yang mengakomodir kepentingan industri dia nilai mengancam keselamatan rakyat karena tidak mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dia contohkan, pembangunan PLTU di Sumsel.

Dalam perpres, tertulis ada proyek kereta api logistik Lahat-Muara Enim-Prabumulih- Tarahan/ Lampung dan Prabumulih – Kertapati/ Palembang yang sebagian besar untuk mengangkut batubara.

Padahal, katanya, industri di hulu banyak bencana dampak pembangunan PLTU ini, seperti belasan penambang tertimbun longsor dan ada harimau mengancam desa di sekitar hutan karena merasa habitat hilang.

“Hilirisasi ini bisa dikatakan omong kosong. Hilirisasi Jokowi terhadap batubara itu adalah produk bahan baku industri. Mana ada rakyat memiliki bahan baku batubara? Jadi, negara saat ini menjawab eksploitasi besar-besaran untuk menghabiskan batubara, misal di Sumsel.”

Yohana Tiko, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Timur mengatakan, PSN mampu memicu konflik di masyarakat karena berpotensi mengambil wilayah kelola rakyat dan mengancam lingkungan hidup. Beberapa PSN di Kalimantan Timur, antara lain jalan tol, bendungan, gasifikasi batubara, dan kilang minyak di Bontang.

Proyek jalan tol Samarinda-Bontang, misal, akan mengambil lahan produktif persawahan, begitu juga bendungan yang mengancam ekosistem di Teluk Balikpapan hingga mengganggu kehidupan pesut.

“PSN ini jelas merugikan rakyat dan lingkungan hidup,” katanya.”

 

Dokumen: Perpres 109 2020 soal Proyek Strategis Nasional

 

 

Keterangan foto utama: Ilustrasi. PLTU terus dibangun. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version