Mongabay.co.id

Gunakan Peralatan Seadanya, Difabel Ini Hasilkan Aneka Kerajinan Bambu Berkualitas

 

Siang itu, di sebuah teras rumah di Desa Nelle Barat, Kecamatan Nelle, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) tampak seorang lelaki terlihat cekatan memahat bambu. Mempergunakan peralatan pahat dan pemukul dari kayu, Herman Meang tampak serius membuat lubang pada bambu. Sepintas tak ada yang mengira dirinya seorang difabel.

Saat diajak berbincang, Herman mengaku memiliki cacat pada kakinya. Tatapannya seakan jauh menerawang kejadian 50 tahun silam. Lahir normal dan hendak belajar berjalan, dirinya mengalami demam atau panas tinggi.

Orang tua membawanya berobat ke fasilitas kesehatan dan diberi suntikan. Tak lama berselang, kedua kakinya pun mengalami lumpuh. Meski begitu dirinya tak pernah menyesali keadaan.

Saat ditemui, Herman sedang sibuk membuat rak televisi tiga tingkat pesanan pelanggan. Bermodalkan sketsa gambar yang diberikan, dengan telaten dirinya memahat bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea).

“Rak ini ada tiga tingkat yang terdiri atas dua bagian dengan rak kaca. Saya mengerjakannya sesuai gambar yang diberikan pelanggan,” ucap Herman saat ditemui Mongabay Indonesia, Jumat (20/11/2020).

baca : Pande Ketut Diah Kencana, Peneliti Bambu Tabah untuk Konservasi dan Olahan Pangan

 

Difabel asal Desa Nelle Barat,Kecamatan Nelle, Kabupaten Sikka, NTT, Herman Meang sedang memproduksi rak televisi pesanan pelanggan. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Semua Bisa Dikerjakan

Bambu terutama Bambu Aur (Bambusa vulgaris) yang banyak dijumpai di wilayah Kecamatan Nelle dan beberapa kecamatan lainnya di Kabupaten Sikka, sering dimanfaatkan orang menjadi halar (bambu belah) untuk dinding rumah.

Herman mengaku tertarik menjadi pengrajin bambu setelah mendapatkan pelatihan dari Dinas Sosial Kabupaten Sikka tahun 1992, yang kemudian baru dipraktekkan tahun 1995.

Dia pun sempat dikirim belajar ke Bali oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sikka tahun 1995. Tapi akibat krisis moneter, usahanya menjadi sepi sehingga dia ke Jakarta tahun 1999.

Tahun 2012, Herman kembali ke Maumere dan menekuni usahanya. Selama berada di Jakarta, ia berguru ke pengrajin bambu skala besar selama setahun.

“Peralatan mereka lengkap dan semua dikerjakan menggunakan mesin karena dikirim hingga ke luar negeri. Ini yang membuat saya terkadang minder sebab hanya bekerja dengan peralatan seadanya,” ucapnya.

Lelaki kelahiran Jakarta, 29 Mei 1970 ini menjelaskan untuk membuat bambu tahan lama dan anti rayap, dia menggunakan campuran minyak tanah dan kapur barus. Bambu direndam selama seminggu hingga tidak ada bubuk lagi.

Lelaki lajang ini mahir mengerjakan lemari, vas bunga, gedek, tirai, rak, kursi, meja, bufet, kap lampu, vas bunga, tempat tidur santai dan lainnya. Pemesan pun banyak dari luar Kabupaten Sikka seperti dari Kabupaten Flores Timur dan Kota Kupang.

Gedhek untuk dinding dijual per meter persegi Rp100 ribu, lemari tergantung rak, satu rak Rp150 ribu. Kap lampu paling murah Rp100 ribu dan paling mahal Rp300 ribu.

Ada vas bunga Rp50 ribu sementara kursi satu set Rp1,5 juta yang terdiri atas 2 kursi pendek, satu kursi panjang dan meja satu. Sedangkan satu kursi dan satu meja dilego seharga Rp750 ribu dan kursi malas Rp500 ribu/buah.

“Banyak yang pesan kursi satu set termasuk untuk kafe-kafe di Kota Maumere. Bambu Aur saya  beli satu batang Rp15 ribu diterima di tempat tapi kalau ambil sendiri Rp10 ribu,” ungkapnya.

Herman akui, satu set meja dan kursi butuh waktu seminggu mengerjakannya. Selama 5 hari memahat dan 2 hari untuk menyetel. Untuk menyambung dipergunakan paku dari kayu.

baca juga : Taman Bambu, Penyelamat Mata Air Sekaligus Tempat Wisata Edukasi

 

Kursi dari bambu produksi difabel di Desa Nelle Barat, Kecamatan Nelle, Kabupaten Sikka, NTT yang belum dilapisi tempat duduk. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Terdampak Pandemi 

Dampak COVID-19 membuat sektor usaha mati suri. Herman akui, sejak Maret 2020 berhenti total karena ketiadaan pesanan. Usaha mulai bergeliat di bulan Agustus 2020.

Praktis kurun waktu tersebut Herman hanya berdiam diri tanpa aktifitas. Dirinya mengaku hanya memiliki keterampilan membuat aneka kerajinan dari bambu saja sehingga tidak bisa beralih profesi sementara waktu saat pandemi.

Ia tegaskan bahan baku bambu pun melimpah hanya dia akui kesulitan dana untuk membeli peralatan dari listrik untuk menunjang usahanya. Dirinya pun bekerjasama dengan BUMDEs Bersama Teguh Mandiri Kecamatan Nelle.

“Kalau di Bumdes saya kerjakan pesanan dan gajinya bisa dihitung per bulan ditambah persentase penjualan tapi saya juga menerima pesanan sendiri. Kerja sejak pagi bahkan hingga jam satu malam kalau pesanan sedang menumpuk,” tuturnya.

Herman mengaku terbantu dengan adanya BUMDes Kecamatan Nelle yang membantu memberikan order pekerjaan. Semua bahan baku hingga pemasaran dilakukan BUMDEs sementara dirinya bersama tenaga kerja lainnya hanya memproduksi sesuai pesanan.

Meski memiliki keterbatasan dia akui tidak malu dan tetap semangat berkarya. Ada kebahagiaan tersendiri menurutnya, saat produk yang dihasilkan mendapat apresiasi pemesan.

Ia juga meminta agar anak-anak muda jangan menganggur sebab banyak pekerjaan yang bisa ditekuni asal serius dan tekun. Banyak sumber daya alam yang bisa digarap menjadi produk bernilai jual.

“Saya terkadang suka diminta memberikan pelatihan kepada orang lain. Saya senang bisa berbagi ilmu agar semakin banyak anak muda yang berkarya dan bisa dijadikan pegangan hidup,” ucapnya.

perlu dibaca : Siapa Bilang Tanaman Bambu Tidak Bermanfaat?

 

Seorang warga sedang membuat halar (bambu belah) di dekat rumpun bambu aur. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sumber Daya Tersedia

Mektildus Mansuetus Manager Perkreditan BUMDEs Bersama Teguh Mandiri Kecamatan Nelle mengatakan pihaknya juga mengembangkan kerajinan bambu.

Mansuetus mengatakan berdasarkan potensi Sumber Daya Alam (SDA), 5 desa di kecamatan Nelle setiap desa rata-rata mempunyai kebun bambu. Selain itu, Sumber Daya Manusia (SDM) di Kecamatan Nelle tersedia bahkan  tenaga pengrajin bambu yang ada juga merupakan instruktur  tingkat Kabupaten Sikka.

“Alasan ini yang membuat BUMDes kami berani membuat usaha mebel bambu. Permintaan sangat banyak termasuk dari kabupaten lain seperti Lembata dan Nagekeo,” terangnya.

Kerajinan bambu di BUMDEs Teguh Mandiri diproduksi oleh tiga orang tenaga kerja tetap. Tempat produksi berada  persis sebelah selatan Kantor Camat Nelle. Bila pesanan meningkat, tenaga kerja lepas direkrut dengan membayar  upah harian.

Mansu akui hampir tidak ada kendala dalam pengembangan kerajinan bambu dan pihaknya tetap menjaga kualitas produk dalam produksi. Dia harapkan mudah-mudahan semua pengrajin bambu bisa mengembangkan talenta dan keterampilannya sebagai bekal hidup dan mata pencaharian.

Dia menambahkan, pihaknya nanti akan mengadakan pelatihan dan yang mahir bisa diberi kesempatan bekerja di  BUMDes. Mimpi besar yang diusung BUMDEs Teguh Mandiri  untuk bisa dikenal di level nasional sedang diperjuangkan.

“Mimpi besar kita agar produk yang kita hasilkan bisa dikenal di level nasional. Untuk sampai ke arah sana kita terus menjaga kualitas dan pemasaran,” tuturnya.

 

Exit mobile version