Mongabay.co.id

Badak Sumatera: Ikon dan Inspirasi Kreatif Masyarakat Lampung

 

 

Sujiono [41] tampak sibuk memangkas ranting pohon ara daun lebar. Daun hijau tua selebar telapak tangan orang dewasa itu merupakan jenis pakan yang nantinya dikonsumsi Dicerorhinus sumatrensis, di Suaka Rhino Sumatera [SRS], Taman Nasional Way Kambas [TNWK], Lampung.

Lelaki berperawakan kurus itu telah melakoni pekerjaannya sejak 2006. Hadirnya SRS sangat dirasakan dampak positifnya oleh Sujiono, karena bisa bekerja sebagai pencari pakan badak dengan sistem upahan harian.

“Seperti ini pekerjaan saya, mencari pakan badak di SRS,” tuturnya, awal Desember 2020.

Sujiono merupakan warga Desa Labuhan Ratu IX, Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur, Lampung, yang lokasinya berbatasan dengan hutan TNWK.

Setiap hari dia mencari pakan badak sebanyak 6 ikat, yang 1 ikat beratnya 15 kilogram. Sujiono tidak sendiri, ada lima rekannya yang berprofesi sama. “Jam 11.00 WIB, pakan harus tersedia, makanya pagi hari kami bergerak.”

Ada tujuh jenis daun yang selalu dicari, yaitu nangka, ara daun lebar, mahang, sukun, akar merah, lamtoro, dan mangga. Sujiono mengakui, keberadaan badak di TNWK memberinya rezeki.

“Lestarinya badak-badak di SRS adalah harapan sekaligus doa tulus kami,” ucapnya.

**

 

Patung badak sumatera hasil karya kreatif masyarakat Desa Labuhan Ratu VII, Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur, Lampung. Foto: Agus Susanto/Kupas Tuntas

 

Kasturi, pemuda yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata [pokdarwis] Desa Labuhan Ratu VII, Kecamatan Labuhan Ratu terlihat memanfaatkan batang kayu sisa untuk dijadikan kerajinan.

Gerakan tangannya yang memainkan pahat, membentuk sebuah ukiran cukup indah: badak sumatera.

“Butuh kesabaran membuatnya, karena masih belajar,” ucap pria rambut ikal itu.

Inisiatif membuat patung badak berawal dari pemikiran mitra kerja Balai TNWK yang ingin memaksimalkan barang sisa menjadi benda bernilai ekonomis. “Juga, mengedepankan kearifan lokal,” lanjutnya.

Baca: Kisah Badak Bercula Dua, Melawan Punah di Provinsi Gerbang Sumatera

 

Gantungan kunci karya kreatif masyarakat Desa Labuhan Ratu VII, Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur, Lampung. Foto: Agus Susanto/Kupas Tuntas 

 

Ketua Kelompok Sadar Wisata, Desa Labuhan Ratu VII, Basuki Rahmat mengatakan, anggota pokdarwis didominasi anak muda yang produktif. Bukan hanya pahatan dan gantungan kunci berwujud badak, tetapi ada juga batik motif satwa bercula dua dan gajah sumatera yang dibuat.

“Kami ingin mengangkat ikon kebanggaan Provinsi Lampung, agar lebih dikenal luas,” ujar Basuki yang juga pelaku usaha mikro kecil menengah [UMKM] Batik Tulis.

Dia mengatakan, dirinya telah tiga tahun membuat batik dengan merekrut delapan karyawan yang bertugas mewarnai kain dasar. “Pasar sempat sempat lumpuh sejak Maret hingga Mei 2020 akibat COVID-19. Namun sekarang permintaan ramai lagi, sepanjang November sedikitnya 270 potong kain sudah terjual,” ujarnya.

Basuki sengaja membuat motif badak pada batiknya karena satwa langka tersebut menjadi sorotan dunia, harus diselamatkan dari ancaman kepunahan.

“Usaha ini, telah menciptakan lapangan kerja, terutama membantu ibu-ibu yang tidak memiliki penghasilan utama. Sehari, tiga pekerja bisa menyelesaikan 10 potong kain. Upah satu potong kain ukuran 220 cm x 115 cm senilai 20 ribu Rupiah. Artinya, mereka mendapatkan 200 ribu Rupiah dibagi tiga orang.”

Baca: Desa Penyangga TNBBS, Benteng Penyelamatan Badak Sumatera

 

Proses pembuatan patung badak dan gantungan kunci dari kayu sisa yang dilakukan masyarakat Desa Labuhan Ratu VII, Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur, Lampung. Foto: Agus Susanto/Kupas Tuntas 

 

Harga batik milik Basuki dijual bervariasi, mulai 150 ribu sampai 450 ribu Rupiah, tergantung kerumitan coraknya.

“Jika usaha ini maju, pekerja yang direkrut bisa bertambah. Untuk pekerjaan mewarnai, ibu-ibu memang lebih sesuai karena butuh ketelatenan,” terangnya.

Dukungan diberikan Pemerintah Daerah Lampung Timur, seperti yang dikatakan Kepala Dinas Pariwisata, Junaidi.

“Manfaat badak sumatera menjadi inspirasi pelaku UMKM warga sekitar hutan TNWK,” terangnya, awal Desember 2020.

Junaidi berjanji, akan mendukung UMKM seperti yang dikembangkan Pokdarwis Desa Labuhanratu VII, dengan turut memasarkan hasil karya inspiratif itu.

“Tamu yang berkunjung ke Pemda Lampung Timur, akan kami berikan suvenir buatan warga Desa Labuhan Ratu VII. Terutama yang berhubungan dengan badak. Bentuk lain dukungan Lampung Timur adalah dengan membuat patung badak dalam ukuran besar di depan halaman pemda,” jelasnya.

Baca juga: Hanya Badak Sumatera di Hati Mereka

 

Batik bermotif badak sumatera buatan pelaku usaha mikro kecil menengah [UMKM] Batik Tulis. Foto: Agus Susanto/Kupas Tuntas

 

Penyelamatan

Humas Balai TNWK Sukatmoko menuturkan, badak sumatera telah menjadi sumber inspirasi pelaku ekonomi kreatif warga desa penyangga. Juga, keberadaan badak di SRS, bisa menjadi sumber penghasilan warga sekitar, sebagaimana masyarakat yang menjadi pencari tanaman pakan.

“Artinya, masyarakat mendapatkan manfaat positif dan keberadaan badak juga terjaga baik.”

Terkait badak di SRS, Sukatmoko mengatakan, wilayah ini memang tidak sembarang orang bisa masuk. Tidak untuk umum, dijaga sepanjang hari.

“Ada tujuh individu badak, tiga jantan dan empat betina, yang semuanya mendapat perawatan maksimal,” terangnya, Minggu [06/12/2020].

 

Proses pembuatan batik yang dilakukan masyarakat Desa Labuhan Ratu VII, Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur, Lampung. Foto: Agus Susanto/Kupas Tuntas 

 

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia [YABI] Widodo Ramono, saat peringatan Hari Badak Sedunia di TNWK, Selasa [22/9/2020] mengatakan, populasi badak sumatera tersebar di beberapa kantong.

Jumlahnya menurun, akibat habitat yang semakin menyempit dan pemburu yang mengincar cula. “Badak merupakan satwa sensitif yang sangat terganggu dengan kehadiran manusia di hutan.”

Widodo mengatakan, YABI berkomitmen membantu pemerintah untuk melestarikan satwa dilindungi itu. “Penangkaran badak sebagaimana SRS untuk memperbanyak individu badak sangat penting, karena kita berpacu melawan kepunahan. Bila jumlah individunya bertambah, nantinya akan dilepasliarkan kembali ke hutan, yang tentunya harus dipastikan dahulu bebas dari segala ancaman kejahatan.”

Kepala Sub Direktorat Pemulihan Ekosistem Kawasan Konservasi KLHK, U Mamat Rahmat pada kesempatan yang sama menuturkan, kondisi badak sumatera dan badak jawa harus kita perhatikan betul. Kedua satwa tersebut tidak ada dimanapun di dunia, kecuali di Indonesia.

“SRS di TNWK merupakan penangkaran yang memberikan bukti nyata pada dunia internasional. Dua anak badak lahir, dan saat ini Pemerintah Aceh sedang membangun SRS juga.”

Dia meminta para pendidik [guru], agar generasi muda bangsa diberi pemahaman konservasi sejak dini. Tentang satwa-satwa dilindungi dan pentingnya hutan.

“Jika sejak kecil diajarkan peduli lingkungan dan satwa liar, saat dewasa nanti tidak akan melakukan perburuan,” paparnya.

 

Sujiono warga Desa Labuhan Ratu IX, Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur, Lampung, yang setiap hari mencari pakan badak. Foto: Agus Susanto/Kupas Tuntas

 

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati [KKH] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] Indra Exploitasia menegaskan, Rencana Aksi Darurat Penyelamatan Badak Sumatera Nomor SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018 bertujuan untuk menyelamatkan badak sumatera yang ada di Leuser, Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, dan Kalimantan Timur, dari bayang-bayang kepunahan.

Untuk Way Kambas, aksi darurat yang dilakukan adalah melakukan proteksi intensif di kantong populasi alami, memantau pertumbuhan populasi di alam liar, memperluas sarana dan prasarana SRS, serta mengembangkan teknologi reproduksi untuk perkembangbiakan.

“Pemerintah selalu mendukung penyelamatan badak sumatera, sekuat tenaga kita melindunginya,” tegasnya, saat rapat virtual bersama Balai TNWK dan mitra, Senin [28/9/2020].

 

* Agus Susantojurnalis Kupas Tuntas, Lampung. Artikel ini didukung Mongabay Indonesia.

 

 

Exit mobile version