Mongabay.co.id

Aksi Perempuan dalam Meredam Krisis Iklim

 

 

 

 

Bumi sedang merana alami krisis iklim dampak dari aktivitas manusia yang berlebihan. Krisis iklim tak mengenal batas. Pencemaran di satu tempat bisa berdampak ke tempat lain. Bumi perlu konservasi sebagai upaya pemeliharaan dan perlindungan sumber daya alam untuk upaya bertahan di masa depan. Perempuan, satu aktor yang berperan besar dalam proses konservasi, guna mencegah krisis iklim lebih parah.

Amanda Katili, Manajer Climate Reality Indonesia mengutip kajian Yale Program in Climate Change Communication, mengatakan, ada kesenjangan gender, meskipun kecil, tetapi konsisten, dalam opini perubahan iklim.

Perempuan, katanya, rata-rata lebih peduli terhadap perubahan lingkungan hidup dan punya opini lebih kuat tentang krisis iklim, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Karena itu, perempuan sangat berperan dalam proses konservasi.

“Dampak krisis iklim akan lebih buruk dari pandemi kalau dunia tak ambil tindakan signifikan. Tak bisa hanya dengan tata kelola pemeirntah, namun mengubah pola pikir. Pola pikir yang tepat untuk melestarikan lingkungan. Pola pikir mempengaruhi sikap, tindakan, dan hasil,” kata Amanda dalam diskusi daring bertepatan dengan Hari Ibu, 22 Desember ini.

Murlan Dameria Pane, Kepala Balai Taman Nasional Tanjung Puting, mengatakan, konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan hidup dengan tetap memperhatikan manfaat yang bisa didapatkan. Caranya, dengan tetap mempertahankan komponen lingkungan untuk pemanfaatan masa mendatang.

Murlan banyak terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam dan konservasi termasuk di TN Tambora (Nusa Tenggara Barat), Laiwangi Wanggameti (Nusa Tenggara Timur), Gunung Ciremai, Betung Kerihun dan Danau Sentarum (Kalimantan Barat).

 

Rubama yang merupakan sosok indpiratif , perempuan penjaga hutan  Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dari pengalaman selama ini, Murlan banyak melihat peran perempuan dalam berbagai kegiatan konservasi.

Peran perempuan dalam konservasi, kata Murlan, bisa sebagai penyuluh yang tangguh, pelestari kearifan lokal, budaya, alam, penyelamat lingkungan hidup sekaligus pilar keluarga dan negara. Banyak perempuan terlibat dalam kegiatan ekonomi yang memanfaatkan hasil hutan juga membantu ekonomi keluarga dan kelompok.

Meski demikian, kata Murlan, konservasi masih mengalami banyak tantangan terutama karena kegiatan ini untuk jangka panjang. “Jadi harus sabar dan telaten,” katanya.

Selain itu, dalam konservasi, perempuan juga bisa menjadi role model bagi keluarga dan lingkungan hidup. “Apa yang dicontohkan ibu dalam keluarga, atau atasan di kantor akan menjadi contoh bagi anggota keluarga dan pekerja.”

Perlu ditegaskan juga, katanya, konservasi bukan profesi namun bisa melahirkan generasi hijau. Murla mencontohkan, diri sendiri meskipun aparat sipil negara (ASN) bidang kehutanan, tak cukup jadi modal untuk melakukan konservasi.

“Konservasi harus dari hati. Caranya, dengan think globally, act locally,” katanya.

 

Aksi nyata perempuan

Senada diungkapkan pendiri dan Executive Chairperson The Body Shop Indonesia, Suzy Hutomo. Ibu tiga anak ini menerapkan prinsip planet, people, profit dalam usahanya.

Menurut dia, bisnis harus mementingkan lebih dari sekadar keuntungan. Bisnis hanya penghubung dalam rantai planet, manusia dan keuntungan.

Sebagai climate leader yang fokus dengan isu perubahan iklim, kata Suzy, penting menyiasati bagaimana mengurangi emisi karbon dari setiap kegiatan.

 

Mala, di kebun tanaman pewarna alami untuk tenun Iban di Kalimantan Barat. Foto: Sceenshot video Yayasan Kehati

 

Suzy pun memulai dari diri dan perusahaan. Dia menunjukkan sikap konkrit dengan menggunakan pembangkit listrik tenaga surya secara bertahap baik di rumah maupun di Kantor The Body Shop Indonesia.

Saat ini, sudah sembilan tahun sejak Suzy pertama kali memasang PLTS. Di rumahnya, saat ini sekitar 60% kebutuhan listrik dipenuhi dari energi surya. Target Suzy mencapai 100%.

PLTS juga dipasang di kantor dan pusat distribusi produk The Body Shop.

Selain itu, fokus konservasi Suzy adalah pengelolaan sampah baik di rumah maupun tempat kerja. Sejak pindah ke Bali, delapan tahun lalu, Suzy mulai memilah sampah, membuat kompos, dan sebisa mungkin mendaur ulang sampah dengan bekerja sama dengan Eco Bali. Dia juga membangun blog Sustainable Suzy untuk berbagi cerita soal hidup berkelanjutan.

Menurut dia, pola hidup berkelanjutan (sustainable life) bisa dari hal kecil misal, selalu membawa zero waste kit untuk peralatan makan dimanapun berada.

Best practices, whatever we say we need to do it,” katanya.

 

Suzy Hutomo (kiri), CEO The Body Shop di Indonesia menjelaskan dukungannya pada program Lensa Masyarakat Nusantara (LMN) dari Photovoices Internasional dalam pembukaan pameran Photovoices di Gedung Annika Linden di Denpasar, pada pertengahan November 2015. Foto : Luh De Suriyani

 

Dari segi transportasi Suzy juga menggunakan kendaraan listrik dan hybrid. Di Jakarta, dia menggunakan mobil listrik keluaran Hyundai. Di Bali, dia punya dua scooter listrik buatan Indonesia dan mobil hybrid.

Hal lain yang dia lakukan adalah dengan mengajak keluarga dan staf perusahaan menanam pohon. Secara pribadi, dengan menghitung jejak karbon yang dikeluarkan keluarganya, Suzy reguler menanam 250 pohon per tahun. Setiap pembukaan toko baru, The Body Shop juga menanam 200 pohon.

Saat ini, ada 174 toko di seluruh Indonesia. Kantor The Body Shop juga sudah mendapat sertifikat green building. Di kantor Suzy juga membuat aturan tak ada plastik, pembuatan tas belanja dari kertas daur ulang dan program bring back our bottles yang memberikan poin pada setiap pelanggan yang mengembalikan botol bekas produk.

Mengembalikan botol bekas produk ini juga sudah mendapat penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai bagian dari tanggungjawab sampah produsen.

Sebagai seorang ibu, katanya, tak sulit menerapkan berbagai cara konservasi di rumah dan keluarga karena ibu sehari-hari lebih banyak berurusan dengan pengelolaan sampah dan tagihan listrik. Tantangannya, kata Suzy, ada di perusahaan yang selain berkelanjutan juga harus menguntungkan.

Ada anggapan menjadi lebih hijau itu mahal. Bagi Suzy, perempuan lebih kreatif melakukan berbagai pendekatan memikirkan cara bertahan untuk kebutuhan jangka panjang.

“Cuma mau profit tanpa keberlanjutan itu yang jadi problem.”

Intinya, kata Suzy, fokus pada apa yang bisa dilakukan. Kalau fokus pada tak pakai plastik, tentu harus berhenti membeli minuman kemasan atau air minum dalam kemasan.

Dia yakin, ajakan lebih ramah lingkungan akan membawa dampak positif dan menjadi motivasi dalam organisasi.

“Kegiatan konservasi harus menjadi aksi bersama,” kata Sylviana Andhella, Direktur Eksekutif Rimba Raya Conservation.

 

Tanaman ini diberikan pupuk yang berasal dari sisa pengolahan biogas. Foto: Dedi Suhadi/Mataramradio

 

Sylvia terinspirasi dari cara Pemerintah Australia mengatasi kebakaran hutan dan lahan, menerapkan prinsip gotong royong ini dalam berbagai program RRC.

Masyarakat berdaya, hutan sehat dan iklim terjaga, adalah pendekatan yang dilakukan ibu satu anak ini dalam menjalankan proyek Rimba Raya, usaha bisnis berbasis lahan untuk REDD+.

Rimba Raya memulai dengan merestorasi hutan rawa gambut yang terdegradasi di Seruyan, Kalimantan Tengah. Konservasi juga merambah wilayah pendukung lain seperti pesisir dan Taman Nasional Tanjung Puting.

Wilayah ini adalah area konservasi tinggi dan high carbon stock. Program Rimba Raya fokus pada penghindaran emisi terencana dengan memberikan alternatif ekonomi lain bagi masyarakat yang menebang pohon ilegal dalam mencari nafkah.

September 2020, program RRC berhasil mencapai 17 target SDGs. “Masyarakat terlibat dan dapat keuntungan ekonomi dari konservasi,” katanya.

Pemberian mata pencaharian alternatif dapat mengurangi ‘tekanan’ terhadap hutan. Untuk kawasan pesisir, RRC menanam pohon mangrove. Juga ada program klinik terapung yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat, pembangunan PLTS, program air bersih dan kubah peduli gambut yang bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut (BRG).

RRC juga menginisiasi program bersih sungai yang berhasil mengangkat 13 ton sampah dari Sungai Seruyan dan dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) Seruyan.

Alat penyaring air di Seruyan dikelola oleh kelompok perempuan.

“Penting untuk menyadarkan masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai dengan menggunakan tagline satu sampah seribu bencana.”


Siti Maimunah, pegiat lingkungan dan perempuan pelopor reboisasi dari Instiper Yogayakarta punya cerita dalam menyadarkan dan mendorong masyarakat untuk berusaha tanpa merusak hutan. Ibu dua anak ini aktif mendampingi kegiatan konservasi berbagai perusahaan termasuk tambang dan perkebunan.

Programnya, mulai dari restorasi gambut, perhutanan sosial, pendampingan RSPO/ISPO, plan vivo dan inventarisasi karbon.

Tak jarang Siti dipandang sebelah mata karena dia perempuan. Seringkali dia dinilai lemah saat melakukan kerja-kerja lapangan. Bahkan pernah terancam dibunuh oleh pelaku pembalakan liar di daerah yang menjadi obyek konservasinya.

Berkat kerja-kerja tanpa lelah, ibu dua anak dan Direktur CV Amanah Rimba ini telah menerima berbagai penghargaan antara lain, Green Award dari USAID IFAC, Kalpataru 2019 dan Forest Award FAO di Asia Pacific Forestry Week 2019.

Dalam menyuarakan konservasi dari tingkat tapak hingga internasional, membina generasi muda dalam konservasi dan menulis buku soal konservasi adalah bagian dari kesehariannya.

“Hutan dan kerusakan adalah masalah kompleks yang perlu sentuhan perempuan, dengan ketabahan dan kesabarannya.”

Masa depan bumi, katanya, tergantung keberadan hutan. Hutan, bergantung dengan perempuan.

“Kelestarian hutan dan kelangsungan hidup bumi tergantung pada kesungguhan perempuan dalam memperlakukan alam,” katanya.

 

Atafia Momo (22 tahun) generasi muda perempuan dari Kampung Ayapokiar, Distrik Miyah yang memiliki kepedulian terhadap hutan adatnya. Foto: Een Irawan Putra

 

 

Exit mobile version