Mongabay.co.id

Akankah Menteri KP Baru Hapus Kebijakan Ekspor Benih Lobster?

 

Pekerjaan rumah besar sudah menunggu Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2020-2024 Sakti Wahyu Trenggono yang resmi bertugas menggantikan Edhy Prabowo. Dua hal yang paling mendesak adalah mengoreksi kebijakan berkaitan dengan bening benih Lobster (BBL) dan alat penangkapan ikan (API).

Kedua kebijakan tersebut harus segera dikoreksi, karena dinilai sudah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat perikanan di Indonesia. Tanpa ada koreksi, maka sektor kelautan dan perikanan akan tetap sama seperti di bawah kepemimpinan sebelumnya.

Ketua Pelaksana Harian Dewan Pengurus Pusat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (DPP KNTI) Dani Setiawan mengatakan, kebijakan tentang ekspor BBL perlu untuk dikoreksi segera, karena dari konteks ekonomi itu adalah sesuatu yang kecil.

“Kalau bicara ekonomi Lobster dunia, Indonesia kalah. Ada Kanada, Amerika Serikat, dan Australia,” ucap dia kepada Mongabay, Selasa (22/12/2020).

Menurut dia, dengan mengoreksi kebijakan ekspor BBL, maka polemik dan kontroversi diharapkan akan berhenti. Juga, jika memang KKP ingin menekankan program kerjanya untuk empat tahun ke depan adalah fokus pada budi daya, maka itu harus dipikirkan dengan serius.

“Namun harus dipikirkan itu hilirisasinya untuk Lobster, karena tidak semua negara bisa menerima Lobster dalam keadaan hidup saja. Bisa jadi, ada banyak negara yang mau menerima dalam keadaan frozen,” tambah dia.

baca : Pemerintah Harus Alihkan Program Prioritas dari Ekspor Benih Lobster

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memberikan keterangan di kantor KKP Jakarta, Rabu (23/12/2020). Foto : KKP

 

Selain kebijakan ekspor BBL, koreksi juga harus dilakukan KKP pada kebijakan API yang saat ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat perikanan. Kebijakan tentang API seharusnya bisa diterima semua pihak yang berkepentingan di sektor kelautan dan perikanna.

Dalam pandangan Dani Setiawan, kebijakan tentang API tidak hanya berasal dari satu kelompok saja. Akan tetapi, itu harus berasal dari banyak kalangan dan mewakili semua aspek yang ada saat ini. Mencakup, aspek sosial di masyarakat, dan teknis.

“Jadi harus dibahas secara komprehensif. Memang harus diatur, jenis alat tangkap tertentu. Kami ingin mendorong, pada jenis alat-alat tangkap tertentu seperti trawl, itu final dilarang saja. Tapi, konteks lain memang tidak bisa tunggal,” jelas dia.

Kebijakan yang tergesa-gesa, itu dinilai hanya akan menimbulkan masalah sosial di kemudian hari. Dengan demikian, KKP harus melaksanakan mitigasi terlebih dahulu sebelum menerbitkan sebuah kebijakan yang baru dan harus memperhatikan nelayan skala kecil .

Diketahui, kebijakan ekspor BBL diterbitkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.12/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Sementara, kebijakan tentang API diterbitkan melalui Peraturan Menteri KP No.59/2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas.

baca juga : Ekspor Benih Lobster Berhenti Pasca Penangkapan Menteri KP, Masalah Tetap Ada

 

Benih lobster yang sudah muncul pigmennya seperti ini tidak laku untuk dijual ke perusahaan eksportir. Mereka menjual ke pembudidaya lokal atau melepas di keramba milik mereka. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Kebijakan Terpadu

Dani Setiawan menerangkan, Trenggono –nama panggilan Sakti Wahyu Trenggono– harus bisa mengambil pelajaran dari Menteri KP terdahulu yang sudah memimpin, termasuk Edhy Prabowo yang memimpin selama setahun terakhir ini. Dengan belajar, maka diharapkan akan bisa memadukan kebijakan yang bersifat ekonomis, ekologi, dan sosial.

Ketiga aspek tersebut, menjadi mandat yang harus bisa diadopsi dalam setiap kebijakan. Mandat ekonomi, adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat perikanan, utamanya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Kemudian, aspek ekologi adalah bagaimana memanfaatkan sumber daya kelautan yang tersedia bisa dilakukan dengan tetap menjaga prinsip keberlanjutan. Cara demikian diyakini akan bisa menjaga seluruh potensi sumber daya kelautan dari sekarang hingga masa yang akan datang.

Terakhir, aspek sosial adalah bagaimana mendorong nelayan, pembudidaya, dan petambak garam skala kecil untuk bisa naik kelas dan meningkatkan kesejahteraan ekonominya dengan baik. Dorongan tersebut bisa dilakukan dengan memberikan peningkatan kapasitas diri.

“Selain itu organisasi dan koperasi nelayan juga diperkuat. Ini harus ada perhatian dari Pemerintah, agar bisa berinvestasi di sana. Bukan investasi finansial, tapi sosial. Karena itu bisa menimbulkan kesadaran untuk meningkatkan kapasitas diri,” papar dia.

Di luar itu, pekerjaan rumah lain yang juga tidak boleh ditinggalkan Trenggono adalah bagaimana menjalin komunikasi yang baik antara seluruh pemangku kepentingan di sektor kelautan dan perikanan, dengan aktor utama di pesisir, seperti nelayan, pembudidaya, dan petambak garam.

perlu dibaca : Resesi Ekonomi, Pandemi, dan Kesusahan Nelayan

 

Buruh usai melakukan sortir ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Terpisah, Direktur Yayasan Econusa Bustar Maitar memberikan pandangannya tentang pilihan Presiden RI Joko Widodo untuk pemegang jabatan Menteri KP 2020-2024 Sakti Wahyu Trenggono. Menurut dia, dengan latar belakang bukan dari praktisi KP, menteri baru harus bisa membuktikan kinerjanya kepada publik.

Dalam pandangan Bustar, hal paling penting yang harus dilakukan Menteri KP sekarang adalah bagaimana membangun kembali kepercayaan publik yang sudah porak poranda akibat perilaku pendahulunya, Edhy Prabowo.

Selain itu, kebijakan untuk subsektor perikanan tangkap dengan mengizinkan kapal eks asing beroperasi lagi harus dipastikan tidak akan terjadi. Mengingat, itu akan tetap memberikan ruang tangkapan ikan kepada nelayan skala kecil dan besar menjadi lebih luas.

“Perlindungan terhadap buruh kapal ikan yang bekerja di luar negeri juga harus ditingkatkan. Perlindungan ekosistem laut dari penangkapan berlebih (over fishing) juga harus tingkatkan. Dan tentu masih banyak PR lainnya,” ungkap dia.

 

Jawab Keraguan

Kritikan dan masukan juga disuarakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) setelah jabatan Menteri KP diberikan kepada Sakti Wahyu Trenggono. Dengan lantang, KIARA meragukan Sakti akan bisa membawa perubahan di tubuh KKP.

Keraguan tersebut diungkapkan, karena Sakti diketahui pernah menggawangi perusahan yang fokus pada ekspor BBL dan resmi ditunjuk KKP sebagai eksportir, yaitu PT Agro Industri Nasional. Kedua, karena dia juga pernah menjabat sebagai Komisaris PT Merdeka Copper Gold Tbk.

Perusahaan tersebut, menurut Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati adalah perusahaan tambang emas yang melakukan eksploitasi kawasan gunung Tumpang Pitu di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Perusahaan itu terbukti mencemari kawasan perairan tangkap nelayan di Pancer dan pesisir pantai Pulau Merah.

“Perusahaan ini telah terbukti menghancurkan gunung Tumpang Pitu. Dengan dua rekam jejak ini, seharusnya Wahyu Trenggono tidak dipilih untuk menggantikan Edhy Prabowo. Sama saja dengan mengeluarkan KKP dari mulut buaya dan memasukannya ke mulut harimau,” tegas dia.

baca juga : Fokus Liputan: Tambang Emas Tumpang Pitu, Ancaman Kerusakan Pesisir dan Perairan (Bagian 1)

 

Presiden Joko Widodo (kanan) memberikan ucapan selamat kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono usai pelantikan di Istana Negera, Jakarta, Rabu (23/12/2020). Foto : KKP

 

Pada Rabu (23/12/2020) siang seusai pelantikan oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Sakti Wahyu Trenggono memberikan keterangan resmi kepada media. Dia seolah ingin menjawab keraguan publik tentang keterlibatan dirinya dalam perusahaan yang digawanginya.

Tanpa ragu, dia menyebut bahwa jabatannya sebagai Komisaris Utama di PT Agro Industri Nasional sudah dilepas setelah dirinya resmi menjabat Menteri KP periode 2020-2024. Dia menyebut bahwa jabatan itu didapat karena dirinya sebelumnya adalah Wakil Menteri Pertahanan RI.

Sebagai Wamen, secara otomatis dia menjadi ex officio (rangkap jabatan) dengan menjabat Komisaris Utama, karena itu adalah perusahaan di bawah Kementerian Pertahanan RI. Tepatnya, milik Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahaan Kemenhan RI.

“Tentu Wakil Menteri Pertahanan berikut yang akan menjadi Komisaris Utama di sana, saya sudah tidak bisa,” jelas dia.

Berkaitan dengan jabatannya di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Trenggono berjanji akan segera mempercepat kinerjanya dengan melalakukan kunjungan ke seluruh Indonesia untuk bertemu nelayan dan mendengarkan keluhan mereka. Kemudian, mencari solusi dari masalah-masalah tersebut.

“Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak lama saya bisa melakukan satu terobosan untuk KKP dan bisa memberikan kontribusi yang besar. Kita sebagai regulator tugasnya menyiapkan ekosistem, sarana, dan prasarana, serta menjadi pengawas bagi para pemain untuk berusaha,” pungkas dia.

 

Exit mobile version