Mongabay.co.id

Penyu dan Hiu Paus Kembali Terjaring Pukat Nelayan di Flores Timur

 

Selama tahun 2020, tercatat beberapa kali  megafauna laut Hiu Paus dan beberapa jenis penyu tersangkut pukat nelayan di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pada 06 Juni 2020, seorang nelayan Desa Nuri, Kecamatan Ilebura menemukan pari manta tersangkut di pukat hanyut miliknya. Pari manta ini pun kata dia dibawa ke pesisir pantai dan dilepas kembali disaksikan aparat pemerintah desa dan kelompok pengawas masyarakat (pokmaswas).

Tak lama berselang, nelayan Desa Nurabelen, Kecamatan Ilebura bernama Dedaktus Koja Puka juga menemukan pari manta tersangkut di pukat hanyut miliknya. Pukat hanyut dilepas di perairan Pulau Tiga antara ujung barat Pulau Solor dan Flores. Pari manta berjenis kelamin betina dengan ukuran panjang 2,6 meter dan lebar sayap 2,8 meter tersebut, dibawa ke darat bersama nelayan lainnya. dan dilepas.

Bulan Juni 2020, kembali seorang nelayan di di desa tersebut juga melepas hiu paus yang terjaring di pukatnya. Pada 27 Juli  2020, seekor hiu paus terjerat pukat nelayan di Perairan Kelurahan Waibalun Kota Larantuka dan berhasil dilepaskan.

Ketua Pokmaswas Aha Belen Desa Nurabalen, Kecamatan Ilebura, Damianus Nusa Blolon melaporkan pada 07 November 2020 pihaknya telah melepas seekor penyu. Damianus katakan penyu lekang (Lepidochelys olivacea) tersebut tersangkut di  pukat gilnet milik Antonius Reo Kedati yang dilepas saat malam.

Sedangkan Ketua Pokmaswas Pedan Wutun, Kristo Wertang menyebutkan pada 23 November 2020 malam pukul 20.00 WITA pukat nelayan atas nama Norbertus Belawa Ama Werang terjaring Hiu Paus berukuran kecil dan dilepaskan.

Kristo menambahkan, pada 3 Desember 2020, seekor penyu belimbing juga terkena jaring nelayan atas nama Hermanus Edul Bain. Dia menjelaskan penyu belimbing ini memiliki  panjang  180  cm dan lebar  80 cm.

“Penyu tersebut dilepas keesokan paginya  jam 06.00 WITA oleh camat Solor Barat bersama Sekertaris Wilayah Kecamatan Solor Barat, Lurah Ritaebang anggota Pokmaswas Pedan Wutun serta masyarakat kelurahan ritaebang,” sebut Kristo kepada Mongabay Indonesia, Selasa (22/12/2020).

baca : Penyu Belimbing Sering Terjaring Nelayan di Kupang. Dimana Saja Habitatnya di NTT?

 

Seekor penyu penyu lekang (Lepidochelys olivacea) yang tersangkut di pukat hanyut nelayan Desa Nurabelen, kecamatan Ilebura, Flores Timur, NTT dinaikan ke atas perahu sebelum dilepaskan ke laut. Foto : Pokmaswas Nurabelen

 

Terjerat Jaring Nelayan

Kepala Bidang Perijinan Usaha dan Sumber Daya Perikanan, Dinas Perikanan Kabupaten Flores Timur, NTT, Apolinardus Yosef  Lia Demoor kepada Mongabay Indonesia Selasa (22/12/2020) mengakui masih banyaknya megafauna laut dan penyu yang sering terjerang pukat nelayan.

Dus sapaannya menyebutkan, memang sekarang di bulan November sampai Desember sedang musim penyu  bertelur dan banyak juga hiu paus namun hiu paus jarang terkena jerat pukat hanyut.

“Memang menjelang akhir tahun termasuk musim penyu bertelur. Penyu terkadang sedang mencari makanan ikan sehingga terjerat pukat hanyut yang dilepas nelayan,” ujarnya.

Menurut Dus, penyu belimbing juga ternyata masih banyak di perairan Flores Timur seperti di Perairan Pulau Solor dengan sering ditemukannya penyu belimbing berukruan besar. Namun untuk penyu hijau dan sisik, diakuinya memang banyak karena sering bertelur di pesisir pantai Pulau Solor.

Di Solor ada dua Pokmaswas yang melakukan konservasi dengan menetaskan telur penyu dan melepas tukik yang kebanyakan jenis penyu sisik dan hijau.

Dus katakan terkait pukat nelayan yang rusak akibat terjerat megafauna dan penyu, Dinas Perikanan Flores Timur selalu menggantinya. Tetapi pukat berukuran besar memang tahun 2020 tidak diganti karena pengadaan di dinasnya pukat mono bukan pukat multi.

“Kami sudah mendata pukat nelayan yang rusak dan sudah dianggarkan tahun depan. Setelah tersedia ,kami akan distribusikan kepada nelayan yang pukatnya rusak akibat terkena jerat megafauna laut dan penyu,” ucapnya.

baca juga : Melihat Proses Evakuasi dan Penguburan Paus Biru di Kupang. Kenapa Butuh Waktu Lama?

 

Nelayan Desa Nurabelen, Kecamatan Ilebura, Kabupaten Flores Timur, NTT melepaskan seekor penyu penyu lekang (Lepidochelys olivacea) yang tersangkut di pukat miliknya. Foto : Pokmaswas Nurabelen.

 

Dus menjelaskan kebanyakan nelayan sudah mulai memahami bahwa hewan laut yang dilindungi harus dilepas kembali bila tersangkut pukat.

Menurutnya, setiap tahun meskipun terlambat, Dinas Perikanan langsung mengganti pukat nelayan yang rusak.Lebih banyak penyu dan hiu paus terkena jaring karena banyak terdapat di pantai selatan Flores Timur.

“Sejak erupsi Gunung Ile Lewotolok, tangkapan ikan nelayan berkurang termasuk tuna dan cakalang dan banyak kapal terpaksa berlabuh. Kami tidak tahu kenapa sehingga banyak nelayan yang memancing ke pantai utara,” tuturnya.

 

Habitat Megafauna

Dalam penelitian Megafauna Laut di Perairan Solor, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur tahun 2016 – 2017 yang dipublikasikan oleh Misool Baseftin, disebutkan perairan Solor merupakan salah satu perairan yang memiliki keanekaragaman yang tinggi serta habitat penting untuk megafauna laut.

Berdasarkan penelitian tersebut dan studi dari Benjamin Kahn ditemukan setidaknya 32 spesies megafauna laut yang hadir di perairan ini, meliputi 11 spesies paus, tujuh spesies lumba-lumba, lima spesies pari, lima spesies penyu, dua spesies sunfish, hiu paus, serta dugong.

“Dalam penilaian status konservasi IUCN kami mengidentifikasi 24 spesies tersebut diantaranya terkategori dalam red list IUCN, “ papar Maria Yosefa Ojan, Kepala Kantor Misool Baseftin Flores Timur saat ditanyai Mongabay Indonesia, Selasa (22/12/2020).

Evi sapaannya mengatakan spesies yang diidentifikasi tersebut yakni satu spesies dalam status kritis punah (CR), tiga spesies terancam punah (EN), sembilan spesies rentan punah (VU), dua spesies hampir terancam punah (NT), dan sembilan spesies beresiko rendah (LC).

Tingginya keanekaragaman megafauna laut di Perairan Solor mengukuhkannya sebagai salah satu pusat keanekaragaman Cetacea di Indonesia dengan 18 spesies yang berhasil terdokumentasikan

perlu dibaca : Tercatat Pertama Kali, Paus Orca Melintasi dan Terdampar di Perairan Flores Timur. Bagaimana Nasibnya?

 

Anggota Pokmaswas Pedan Wutun bersama nelayan di Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT, sedang menyaksikan seekor penyu belimbing (Dermochelys coriacea) yang terjerat di pukat dan berhasil dilepaskan. Foto : Pokmaswas Pedan Wutun

 

Ia menambahkan, dari enam jenis penyu yang ada di Indonesia, lima diantaranya berada di Perairan Solor yang meliputi penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta carretta), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), dan penyu hijau (Chelonia mydas).

“Kemunculan penyu hijau secara signifikan mendominasi komposisi penyu di Perairan Solor dengan prosentase 36% dari 112 kali total perjumpaan kelompok penyu selama penelitian berlangsung tahun 2016 sampai  2017,” paparnya.

Evi menjelaskan dalam 40 kali perjumpaan dengan penyu hijau setidaknya tim mencatat 46 individu dengan rata-rata setiap surveynya dapat ditemukan satu hingga tiga individu. Tingginya kemunculan penyu hijau di Perairan Solor mengindikasikan bahwa ekosistem di wilayah ini masih dalam kondisi baik untuk habitat penyu hijau.

Secara status konservasi, spesies ini tergolong dalam spesies terancam punah (endangered species) berdasarkan penilaian IUCN.S ementara untuk spesies yang sangat jarang ditemukan adalah penyu belimbing, dimana hanya ditemukan dua kali kemunculan saja dari laporan masyarakat dan pelepasan penyu.

“Tidak pernahnya ditemukan spesies ini secara langsung selama penelitian di Perairan Solor mengindikasikan adanya kemungkinan bahwa spesies ini bukan spesies yang menetap di Perairan Solor,” jelasnya.

perlu dibaca : Kesetiaan Pedan Wutun Mengkonservasi Penyu

 

Jaring nelayan Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT yang rusak akibat tersangkut penyu belimbing di perairan Pulau Solor. Foto : Pokmaswas Pedan Wutun.

 

Kesadaran Nelayan

Dahulu, nelayan di Flores Timur sering memburu pari manta, hiu, lumba-lumba bahkan penyu untuk dikonsumsi dan dijual daging serta insangnya. Namun perlahan berubah.

Dus mengatakan kesadaran nelayan mulai tinggi berkat sosialisasi yang gencar dan kerja-kerja Pokmaswas, LSM Misool Baseftin, WCS, Swiss Contact, PSDKP, KCD DKP NTT, Polair Polda NTT, TNI AL serta berbagai elemen lainnya.

“Patroli pengawasan laut serta penindakan terhadap pelaku destructive fishing dan ilegal fishing ikut berpengaruh meningkatkan kesadaran nelayan. Para pelaku pun dihukum penjara sehingga bisa menimbulkan efek jera,” ucapnya.

Dia akui memang masih ada beberapa nelayan di Flores Timur yang menggunakan bom dalam menangkap ikan. Namun sebutnya, jumlahnya berkurang drastis hingga hampir tidak ditemukan aksi pengeboman ikan.

Evi menyebutkan, tumbuhnya kesadaran nelayan merupakan kerja keras Pokmaswas yang difasilitasi Yayasan Misool Baseftin dan Dinas Perikanan Flores Timur.

Menurutnya, meskipun kewenangan soal kelautan telah beralih ke provinsi  tetapi Misool Baseftin dan dinas Perikanan Flores Timur, tetap melakukan pendampingan dengan melibatkan Kantor Cabang Dinas (KCD) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTT.

“Kami merasa bersyukur tingkat kesadaran nelayan meningkat. Dengan adanya Pokmaswas, semakin banyak nelayan dan masyarakat memahami dan peduli bahwa biota laut yang dilindungi harus diselamatkan,” ucapnya.

Evi berharap agar tingkat kesadaran yang telah tumbuh ini harus terus dijaga dan dipupuk agar tidak kembali seperti sediakala. Peran semua stakeholder penting untuk meningkatkan kesadaran tersebut baik pemerintah, LSM, organisasi nelayan, aparat penegak hukum dan Pokmaswas.

 

Exit mobile version