Mongabay.co.id

Maleo Senkawor, Burung Romantis yang Setia pada Pasangannya

 

 

Maleo senkawor [Macrocephalon maleo] adalah satwa endemik Sulawesi yang bisa ditemui di hutan dan pesisir pantai. Jenis ini dijuluki burung yang unik dan cantik, karena seperti ada konde di kepalanya.

Maleo yang ikonik, merupakan anugerah bagi bumi Sulawesi. Bahkan sebagian pemerintah daerah, baik kabupaten atau kota yang ada di Sulawesi, menjadikan maleo sebagai identitas daerah. Mulai tugu, patung, hingga lambang di pakaian dinas pemerintah daerah.

Namun begitu, kehidupan maleo tidak lepas dari ancaman. Ini dikarenakan habitatnya yang perlahan berubah menjadi lahan perkebunan dan permukiman. Bahkan, telurnya juga diburu manusia.

Ancaman lain adalah predator, terutama biawak. Berdasarkan International Union for the Conservation of Nature [IUCN], status maleo senkawor adalah Genting [Endangered]. Maleo masuk dalam CITES Appendix I dan pastinya dilindungi Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.106/2018.

Baca: Maleo, Burung Berkonde Jantungnya Wallacea

 

Maleo senkawor, burung endemik Sulawesi. Hanya ada di kawasan Wallacea. Foto: Burung Indonesia

 

Romantis

Maleo adalah burung yang hidup berpasangan, menghabiskan waktunya bersama di hutan Sulawesi. Jenis ini dikenal sebagai burung yang setia, selalu memperlihatkan keromantisan mereka.

Kebersamaan itu pun berlanjut ketika maleo betina hendak bertelur. Sang jantan, tentunya menemani pasangannya sejak dari hutan, ke tempat untuk bertelur. Lokasinya adalah pesisir pantai, atau di hutan yang memiliki sumber panas geothermal. Di tempat itu, keduanya menggali pasir bersama.

Setelah bertelur, sepasang maleo itu akan meninggalkan tempat tersebut, membiarkan telur menetas dan ‘merelakan’ si anak berjuang sendiri untuk bertahan hidup. Belum diketahui, apakah anakan maleo yang menetas itu akan bertemu induknya atau tidak.

“Itu masih misteri, kami belum bisa melacaknya,” kata Iwan Hunowu, dari WCS Indonesia program untuk Sulawesi, kepada Mongabay Indonesia, pertengahan Desember 2020.

Baca: Bukan Cara Biasa Menjaga Maleo

 

Maleo disebut macrocephalon atau si kepala besar. Bentuk kepala maleo berbentuk agak aneh, seperti memakai konde, jika dibandingkan dengan burung lainnya. Foto: Ridzki R. Sigit/Mongabay Indonesia

 

Penelitian

Sebuah penelitian yang dilakukan Zibran Poli, dkk, berjudul Tingkah Laku Bertelur Burung Maleo di Muara Pusian Dalam Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) Kecamatan Dumoga Timur Kabupaten Bolaang Mongondow, yang diterbitkan di Zootek Jurnal [Juli, 2016], menjelaskan bahwa sebelum maleo turun ke dasar hutan untuk menyiapkan sarang, sepasang induk itu biasanya mempelajari atau mengamati situasi. Utamanya, keamanan lokasi dari atas pohon, dekat calon sarang.

Di pohon tersebut mereka juga melakukan aktivitas bermain, seperti loncat-loncat. Burung maleo tidak bisa terbang terlalu tinggi, hanya terbang dari pohon atau dahan satu ke pohon atau dahan lainnya. Maleo bertengger pada cabang-cabang pohon di ketinggian 15-20 meter dari tanah atau lantai hutan.

Pada saat akan bertelur, maleo mencari tempat sendiri. Pemilihan lokasi dilakukan betina, sedangkan jantan hanya mengikuti dari belakang. Berikutnya, mereka melakukan pembagian tugas, jantan menggali lubang, sementara betina akan menjaga keamanan. Caranya, mengawasi pada tempat agak tinggi dekat penggalian.

“Apabila situasi tidak aman [terganggu] si pengawas memberitahukan pada penggali lubang, lalu keduanya pergi meninggalkan lokasi. Apabila situasi aman, maleo akan kembali melanjutkan penggalian, untuk selanjutnya bertelur,” tulis para peneliti.

Baca: Mansur Yasong, Penjaga Habitat Maleo di Tanjung Matop

 

Sepasang maleo, tampak satu individu menggali lubang sementara individu lainnya mengawasi keadaan, di sekitar Danau Towuti. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Untuk menggali lubang bergantian, diperkirakan memakan waktu selama 3- 4 jam. Hal ini dikarenakan tergantung tekstur dan temperatur tanah, serta intensitas gangguan. Burung ini tidak meletakkan telurnya sedalam mungkin, tetapi pada kedalaman yang memiliki temperatur cocok untuk penetasan.

Maleo betina akan masuk ke lubang untuk bertelur, sementara jantan berada di pinggir lubang melakukan pengawasan. Maleo betina berada di lubang antara 2-5 menit. Selesai bertelur, maka sepasang maleo itu menimbun lubang tersebut dengan tanah atau pasir galian.

Baca juga: Terancam, Bersegera Selamatkan Maleo Towuti

 

Telur maleo yang ukurannya sebesar telapak tangan orang dewasa. Foto: Hanom Bashari

 

Burung maleo saat melakukan penimbunan, benar-benar jeli dan cermat, karena seperti tidak ada bekas galian. Keunikan lainnya adalah, selain membuat sarang atau lubang untuk bertelur, sepasang burung maleo juga akan menggali lubang lain di sekitar tempat telur itu, difungsikan sebagai penyamaran. Agar aman dari predator.

Setelah melakukan penimbunan, sepasang maleo tidak langsung terbang. Kadang-kadang, mereka beristirahat di pohon terdekat. Kadang pula, sepasang maleo ini berjalan sembari mengais dan mematuk tanah untuk mencari makanan dan air. Namun, apabila ada gangguan, mereka langsung bergerak ke hutan.

 

Telur maleo ini diselamatkan dari perburuan, untuk selanjutnya dibawa ke penangkaran untuk ditetaskan. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Ada juga burung maleo sehabis bertelur atau menimbun telurnya langsung terbang ke atas pohon atau dahan. Maleo tidak pernah mengawasi atau mengusik telur yang telah dipendamnya hingga menetas. Maleo hanya menyiapkan lubang pengeraman di tempat yang dianggapnya paling aman dari berbagai gangguan, tentunya lubang menerima panas dengan baik.

 

Sepasang maleo. Foto: Dok. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

 

“Referensi yang mengatakan bahwa induk betina pingsan setelah bertelur tidak pernah terbukti. Setelah bertelur, maleo betina akan melakukan gerakan seperti menari di atas lubang penelurannya, agar lubang tersebut benar-benar padat,” ungkap Zibran Poli dalam penelitian tersebut.

 

 

Exit mobile version