Mongabay.co.id

Catatan Akhir Tahun : Mengelola ‘Mutiara’ Potensi Pesisir dan Laut Kalimantan Barat

Maluku Utara, baru saja memiliki tiga kawasan konservasi perairan. Kawasan konservasi ini guna memastikan ekosistem laut terjaga dan sumber laut dapat terkelola berkelanjutan oleh masyarakat, salah satu mencegah pengeboman ikan. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Akhir Desember ini ditutup dengan kado manis untuk upaya konservasi laut di Kalimantan Barat (Kalbar). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan lima Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) di Kalimantan Barat dengan total luasan mencapai 644.674,16 hektare pada 20 Desember 2020.

Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL) KKP, Tb Haeru Rahayu, menyatakan, penetapan ini sebagai upaya mengejar target terbentuknya kawasan konservasi perairan seluas 23,8 juta hektaree pada tahun 2020.

Kelima KKPD yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) adalah KKPD Kubu Raya dan Kayong Utara (Kepmen KP No.89/2020), KKPD Pulau Randayan (Kepmen KP No.90/2020), KKPD Kendawangan (Kepmen KP No.91/2020), KKPD Kubu Raya (Kepmen KP No.92/2020), dan KKPD Paloh (Kepmen KP No.93/2020). Penetapan kawasan konservasi dimaksudkan untuk memberikan kekuatan hukum kepada KKPD yang telah dicadangkan oleh Gubernur Kalbar.

Sebelumnya, pada tahun 2019 lalu, Gubernur Kalbar, Sutarmidji, telah menandatangani Peraturan Daerah (Perda) No.1/2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kalimantan Barat.

Di dalam Perda RZWP3K tersebut tercantum pencadangan empat lokasi perairan yang diusulkan menjadi Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kalimantan Barat yaitu Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K) Taman Pesisir Paloh di Kabupaten Sambas, KKP3K Taman Pulau-Pulau Kecil Pulau Randayan di Kabupaten Bengkayang, KKP3K Taman Pesisir Kubu Raya di Kabupaten Kubu Raya dan KKP3K Taman Pulau-Pulau Kecil Kendawangan di Kabupaten Ketapang. Namun totalnya mencapai 740 ribu hektare, lebih besar dari yang ditetapkan KKP.

baca : Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan Belum Maksimal

 

Peta kawasan hutan dan konservasi perairan Kalimantan Barat. Sumber: FFI – Indonesia Programme

 

Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, Getreda M Hehanussa menjelaskan bahwa BPSPL Pontianak selama tahun 2019 berperan dalam setiap tahapan penyusunan Rencana Pengelolaan dan Zonasi (RPZ) KKPD di Kalbar yang bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar.

“Penetapan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP/KKP3K) di Kalbar ini diharapkan dapat meningkatkan upaya pengelolaan kawasan sehingga tercapai tujuan pendirian kawasan konservasi yaitu perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan menuju kesejahteraan masyarakat Kalimantan Barat dan keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan,” ungkapnya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa hingga saat ini, luas kawasan konservasi perairan di Indonesia mencapai 23,91 juta hektare yang tersebar di 201 kawasan. Dari 201 kawasan yang sudah terbentuk, sebanyak 88 kawasan sudah ditetapkan oleh Menteri KP, sedangkan 113 kawasan lainnya masih berstatus dicadangkan.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Barat, Herti Herawati, menambahkan, adanya pihaknya juga telah membangun jejaring kemitraan untuk mencapai target pengelolaan sesuai dengan kewenangannya.

“Potensi kelautan kalbar serta jejaring yang besar dapat membantu kerja konservasi di bidang kelautan,” katanya. Upaya ini dilakukan agar konservasi dan pemanfaatan potensi kelautan dapat berjalan beriringan.

Di kawasan Paloh, Kabupaten Sambas, target konservasi adalah penyu, terumbu karang dan mangrove. Target kedua adalah hius paus, Finles Purpoises, dan Indopasifik Humpback Dolphin. Di kawasan ini mempunyai potensi, wisata bahari, seperti wisata Pantai Berpasir, jelajah Mangrove, diving/snorkeling, wisata memancing, fotografi dan lain sebagainya.

Untuk ikan, yang potesial adalah bawal dan ubur-Ubur. Budidaya rumput laut pun sangat memungkinkan di kawasan ini.

baca juga : Dengan Metode OECM, Pemerintah Perbanyak Fungsi Konservasi Perairan Laut Indonesia

 

Ilustrasi. Maluku Utara, pada Juni 2020 memiliki tiga kawasan konservasi perairan. Kawasan konservasi ini guna memastikan ekosistem laut terjaga dan sumber laut dapat terkelola berkelanjutan oleh masyarakat, salah satu mencegah pengeboman ikan. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Di kawasan Kabupaten Kubu Raya dan Ketapang, target konservasi adalah pesut, serta mangrove sebagai daerah refugia ikan dan udang. Kedua daerah ini juga mempunyai potensi yang kurang lebih sama untuk ekowisata.

Di sektor perikanan, potensinya perikanan tangkap seperti rajungan, udang, mangrove jack, ikan tirus dan di sektor budidaya jenis ikan kerapu, kepiting dan lain sebagainya. Demikian pula dengan Taman Kecil Pulau Randayan dan Kendawangan.

Herti menjelaskan, dalam peraturan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di kawasan konservasi sesuai Perda No.1/2019, ada aktivitas yang diperbolehkan, tidak diperbolehkan, dan diperbolehkan dengan syarat.

“Yang diperbolehkan kegiatan untuk perlindungan proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumberdaya ikan dan ekosistemnya, atau terkait penjagaan dan pencegahan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan perubahan fungsi kawasan,” katanya.

Diperbolehkan pula melakukan upaya restorasi dan rehabilitasi ekosistem, serta perlindungan situs budaya atau adat tradisional.

Sedangkan, yang tidak diperbolehkan yakni penangkapan ikan dengan alat tangkap bergerak, menggunakan bahan peledak, bahan beracun, dan menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak ekosistem di WP3K, serta semua kegiatan yang menggunakan cara dan metode yang merusak dan melakukan alih fungsi serta menebang vegetasi pantai untuk kegiatan yang merusak ekosistem.

“Tidak diperbolehkan pula semua kegiatan industri, serta penambangan mineral logam, bukan logam dan batuan; dan kegiatan lainnya yang mengurangi nilai dan/atau fungsi pada kawasan konservasi,” tambahnya.

Untuk aktivitas yang diperbolehkan dengan syarat, yakni rehabilitasi, penelitian dan pengembangan, pendidikan, penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan.

“Diperbolehkan dengan syarat pula untuk kegiatan budidaya ramah lingkungan serta pariwisata dan rekreasi, atau kegiatan pelabuhan yang dikelola pemerintah,” katanya.

perlu dibaca : Konservasi Laut Lebih Efektif dengan Keterlibatan Warga Lokal

 

Hutan Kota Teluk Akar Bergantung yang berada di jantung Kota Ketapang begitu vital perannya. Foto: Putri Hadrian

 

Potensi Tangkap

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong daerah yang telah mempunyai dokumen rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) segera menerapkan peraturan daerah tersebut.

Dokumen tersebut menjadi dasar hukum pemanfaatan sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil selama 20 tahun ke depan. “Rencana zonasi diperlukan sebagai alat yang efektif untuk meminimalkan konflik antar pengguna sumber daya sehingga pengelolaan ruang laut menjadi lebih efektif. Untuk itu, KKP akan intens dalam melakukan pendampingan penyusunan dan akselerasi penetapan RZWP3K kepada pemerintah provinsi sesuai kewenangannya,” ujar Direktur Jenderal PRL Aryo Anggono dalam keterangan resmi KKP.

Dengan ditetapkannya Perda tentang RZWP-3-K, maka kepastian hukum dan kemudahan dalam investasi dapat dicapai. “Tentunya ini sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan iklim investasi,” kata Aryo.

Kalimantan Barat, merupakan salah satu dari 26 provinsi yang telah menerbitkan perda RZWP3K. Daerah tersebut, yakni provinsi Sumatera Selatan, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, NTB, NTT, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Utara, DI Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Jambi, dan Papua Barat.

Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mengatakan pihaknya siap memaksimalkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil terluar dengan pemanfaatan berbagai potensi yang ada di dalamnya. “Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil perlu dikelola secara terpadu dalam rangka mewujudkan tata ruang wilayah yang aman, nyaman dan produktif, agar diperoleh manfaat baik dari segi lingkungan, ekonomi, sosial, maupun budaya,” kata Sutarmidji, belum lama ini.

Sesuai dengan payung hukumnya, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil (WP3K) dilaksanakan dengan tujuan untuk melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan.

baca juga : Pentingnya Pengelolaan Zonasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

 

Ilustrasi. Pemukiman nelayan di Desa Sungai Nibung, Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Foto : YPI

 

Selain itu, lanjutnya, aturan ini juga dapat menciptakan keharmonisan dan sinergi antara pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan dumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta memperkuat peran masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiasif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya pesisir.

Keharmonisan dan sinergi dengan para mitra akan tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan dan meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran masyarakat dalanm pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Midji, demikian akrab disapa, menyatakan potensi sumberdaya ikan terdapat di wilayah perairan Kalbar meliputi Wilayah Pengelolaarn Perikanan (WPP) 711 dan WPP 712. “Di kawasan ini ada potensi ikan pelagis kecil dan ikan demersal. Letaknya di bagian timur Kalbar, potensinya sangat tinggi mencapai 395.451 ton per tahun untuk ikan pelagis kecil dan 400.517 ton per tahun,” ungkapnya.

Sedangkan di selatan Kalbar potensinya ikan pelagis kecil dan ikan demersal dengan potensi 303.886 ton per tahun untulk pelagis kecil dan 320.432.ton per tahun untuk ikan demersal.

Pada 2016 produksi perikanan tangkap laut di provinsi Kalbar mencapai 114.003 ton per tahun, sedangkan potensi perikanan tangkap laut berdasarkan WPP mencapai 2.125.021 ton per tahun, sehingga potensi penangkapan ikan masih sangat mungkin untuk ditingkatkan.

Dia mengatakan, perkembangan wilayah pesisir dua tahun terakhir sangat tinggi terutama terkait kebijakan strategis nasional sepert pembangunan pelabuhan internasional, peningkatan infrastruktur wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas.

Dia juga menyoroti, beberapa pembangunan proyek strategis nasional yakni pembangkit listrik dan smelter yang berada di pesisir, dapat berpotensi pada degradasi lingkungan. Maka diperlukan kepastian hukum dalam penataan wilayah pesisir agar tidak menjadi konflik pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

 

Exit mobile version