Mongabay.co.id

Jarot Winarno, Bupati Sintang dengan Visi Pembangunan Berkelanjutan

 

 

Peran pemangku kebijakan sangat strategis dalam menentukan arah pembangunan yang mengutamakan prinsip-prinsip keberlanjutan. Terutama pada investasi berbasis pemanfaatan sumber daya alam. Investasi tak hanya memikirkan nilai ekonomi, tetapi juga faktor daya dukung ekologi, menjadi kunci penting agar pemanfaatan sumber daya alam tidak destruktif.

“Di Sintang, terdapat 1,2 juta hektar kawasan hutan. Hutan harus kita jaga, komoditas harus sustainable,” ujar Jarot Winarno, Bupati Sintang, diwawancarai usai mendapatkan penghargaan Pamong Kehati dari Yayasan KEHATI. Jarot Winarno dinilai dewan juri berhasil menjaga 865 ribu hektar tutupan hutan di Sintang, Kalimantan Barat, melalui Rencana Aksi Daerah.

Strategi keberlanjutan ini dinilai KEHATI dapat melahirkan kepemimpinan hijau [green leadership] di tingkat komunitas masyarakat, birokrasi pemerintah, maupun sektor sosial lainnya.

Baca: Margaretha Mala, Pelestari Tenun Iban dan Tanaman Pewarna Alami

 

Jarot Winarno bersama masyarakat di Pasar Sayur Masuka, Sintang, Kalimantan Barat. Foto: Dok. Jarot Winarno/IG @winanrnojarot

 

Di bawah kepemimpinan Jarot, Kabupaten Sintang memiliki program-program yang selaras dengan pembangunan berkelanjutan. Jarot juga membuat kebijakan dengan visi pembangunan berkelanjutan yang kuat, berupa Peraturan Bupati, komitmen dalam Rencana Aksi Daerah Sintang Lestari [RAD-SL], termasuk pembuatan panduan reorientasi arah dan semangat pembangunan Kabupaten Sintang.

Sintang menerbitkan Peraturan Bupati terkait tata cara pembukaan lahan, sehingga menjamin petani padi dan sayur tidak akan mengalami kriminalisasi, jika melakukan mekanisasi pengolahan lahan secara tradisional. “Tapi di bawah dua hektar,” katanya. Aturan lainnya adalah mengenai pengelolaan Sawit Lestari melalui Rencana Induk Perkebunan, dan mendorong pemegang izin menerapkan prinsip berkelanjutan sesuai Protokol RSPO maupun kebijakan ISPO.

Dari kebijakan dan aturan yang diterbitkan Jarot, Sintang berhasil menjaga sumber daya alam tetap berkelanjutan khususnya menjaga tutupan hutan, baik yang berada di kawasan hutan maupun areal penggunaan lain.

Manfaat RAD-SL bagi pelestarian keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup adalah pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan sebagai modal dasar pembangunan ekonomi yang inklusif. Sehingga, pemanfaatkan sumber daya alam berbasis lahan dan ekstraktif dapat tertata, terjaga, dengan mengedepankan kelestarian ekosistem.

Menurutnya, kolaborasi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sangat penting dalam pengelolaan sumber daya alam [SDA] untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan tahun 2030 [SDG’s]. “Jadi harus in line,” ujarnya. Pria 60 tahun yang lahir di Klaten ini, dikenal masyarakat Kabupaten Sintang sangat supel dan bersahaja.

Peraih Dokter Puskesmas Teladan tingkat nasional tahun 1986 ini tak main-main dengan komitmennya. Dalam kepemimpinannya, Jarot telah mencabut tujuh izin perkebunan karena under perform.

Baca: Rubama dan Semangat Perempuan Penjaga Hutan Aceh

 

Jarot Winarno bersama masyarakat di pasar ikan di Sintang. Foto: Dok. Jarot Winarno/IG @winarnojarot

 

Data per April 2020 menunjukkan, terdapat 56 desa di sekitar perkebunan kelapa sawit di Sintang berstatus tertinggal, sementara 12 desa lainnya masuk kategori sangat tertinggal. “Kenapa keberadaan perkebunan sawit tidak memiliki dampak ekonomi bagi desa sekitarnya? Harusnya gak ada lagi desa sangat tertinggal,” katanya.

Sejatinya, keberadaan perkebunan kelapa sawit tidak hanya membantu membangun infrastruktur desa. Harus ada keseimbangan antara pembangunan kebun sawit dengan lingkungan, ekonomi, kesejahteraan masyarakat, sosial budaya, dan kearifan lokal.

Saat ini, kebun sawit yang sudah tertanam sekitar 170 ribu hektar. Dari jumlah tersebut, dua perusahaan sudah mengantongi RSPO, delapan perusahaan lainnya sudah ada ISPO. “Sisanya dalam proses. Saat ini sudah dalam final draf rencana induk perkebunan Kabupaten Sintang,” katanya.

Dalam rencana itu, Pemerintah Kabupaten Sintang akan melakukan moratorium luasan sawit tidak lebih dari 200 ribu hektar sawit. Kecuali, untuk kebun kecil masyarakat dan koperasi. Sisanya, jadi hutan dan perkebunan selain sawit, seperti kopi, kakao, teh, sengkubak, dan tanaman lain.

Sintang juga telah memetakan potensi konflik perkebunan, serta mengambil langkah solutif. Salah satunya adalah dengan merevisi izin lokasi yang tumpang tindih, izin lokasi yang sudah berakhir masa berlakunya, lalu meningkatkan peran serta masyarakat dan multi stakeholders, serta mengimplementasikan satu peta dan satu data.

Jarot juga menggagas Forum Koordinasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Kabupaten Sintang. Dari forum ini, semua perusahaan sawit didorong untuk dapat mengantongi sertifikat RSPO dan ISPO. Agar perusahaan sawit dapat memberikan kontribusi lebih, maka dikeluarkan 7 keputusan Bupati tentang tanggung jawab sosial perusahaan, pembangunan tanah kas desa, juga rencana aksi daerah sawit berkelanjutan.

Ada pula draf Peraturan Bupati Sintang tentang kawasan penting Kabupaten Sintang dan draf Peraturan Bupati Sintang tentang rencana induk perkebunan Kabupaten Sintang. Di dalamnya, disebutkan ketentuan tentang kemitraan, komitmen membangun desa binaan, komitmen sustainability dengan mengikuti standar ISPO dan RSPO.

Perusahaan sawit juga harus mendapatkan izin dari tokoh masyarakat setempat, sehingga eksistensi perusahaan tidak menggusur kawasan adat, bahkan memenuhi amanat atuarn mengenai kawasan konservasi dengan menyertakan masyarakat.

Baca: Du Anyam, Giatkan Perempuan Menganyam dengan Bahan Alami

 

Jarot Winarno yang selalu memperhatikan masyarakat dan juga alam Sintang agar terkelola dengan baik. Foto: Dok. Jarot Winarno/IG @winanrnojarot

 

Harapan besar

Tahun ini, Jarot kembali memenangi Pilkada. Besar harapan banyak pihak agar Lingkar Temu Kabupaten Lestari, Jarot sebagai salah satu inisiator, dapat berlanjut. Kegiatan itu merupakan implementasi Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pembangunan Berkelanjutan.

Dalam Perpres itu terdapat target-target pemerintah pusat dalam membuat rencana aksi nasional pembangunan berkelanjutan, dengan jangka waktu satu tahun. Di daerah, juga harus membuat rencana aksi pembangunan berkelanjutan dalam jangka waktu yang sama. Namun, dalam Perpres tersebut kabupaten tidak termasuk di dalamnya. Sehingga delapan kabupaten yang lebih konsen masalah pembangunan yang menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, berinisiatif membuat aliansi.

Delapan kabupaten ini adalah Sintang, Musi Banyuasin, Rokan Hulu, Siak, Batanghari, Labuan Batu Utara, Sanggau, dan Sigi.

Program di Sintang sendiri akan berfokus pada energi hijau untuk ketenagalistirkan, konservasi sumber air baku, komoditas berkelanjutan melalui program pengembangan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta pemberdayaan petani sawit swadaya atau mandiri.

“Memang masih ada gap pemeliharaan kebun inti dengan kebun plasma, kedepannya kita ingin supaya lebih produktif lagi,” katanya.

Baca juga: Pande Ketut Diah Kencana, Peneliti Bambu Tabah untuk Konservasi dan Olahan Pangan

 

 

 

Jarot Winarno, Bupati Sintang periode 2015-2020 meraih penghargaan KEHATI Award 2020. Penghargaan diumumkan Jumat, 27 November 2020 secara virtual. Dari 153 pendaftar KEHATI Award dari 29 provinsi di Indonesia, ada 6 orang terpilih sebagai pejuang kelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia. Dari Kalbar, dua orang yang terpilih yaitu Jarot Winarno, sebagai kategori Pamong Kehati, dan Margaretha Mala, dari Kabupaten Kapuas Hulu dengan kategori Tunas Kehati.

“Penghargaan ini lebih pantas kita berikan pada komunitas masyarakat adat, masyarakat desa tingkat tapak, juga teman-teman mitra yang telah melakukan inisiatif menjaga keanekagaraman hayati di Kabupaten Sintang. Kemudian teman-teman Sekretariat LTKL, dan masyarakat sipil yang telah bersama menjaga Sintang,” ujar Jarot.

 

 

Exit mobile version