Mongabay.co.id

Mengapa Satwa Endemik Sulawesi Ini Bernama Babirusa?

 

 

Apa yang Anda pikirkan ketika disebut nama babirusa? Kenapa ada dua satwa, babi dan rusa, bergabung menjadi satu? Sepintas memang terdengar aneh, namun sesungguhnya babirusa merupakan hewan endemik Sulawesi.

Status konservasi satwa ini berdasarkan badan konservasi dunia IUCN [International Union for the Conservation of Nature] adalah Rentan [Vulnerable/VU]. Di dalam negeri, berdasarkan Permen LHK Nomor P.106/2018 keberadaannya sebagai satwa dilindungi.

Lantas, mengapa satwa ini dinamakan babirusa?

“Disebut babi karena secara taksonomi memang termasuk famili Suidae, semua babi masuk di sini. Sedangkan disebut rusa karena pengaruh taring atas [tusk] yang menyerupai tanduk rusa,” kata Abdul Haris Mustari, dosen di Departeman Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor [IPB].

Haris Mustari melakukan penelitian tentang babirusa dan menuliskannya dalam buku berjudul “Manual Identifikasi Beberapa Spesies Kunci di Sulawesi” [2011]. Buku ini juga, tengah dicetak ulang dalam edisi revisi berjudul “Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi” [2020].

“Jadi, kata rusa hanya karena mirip dengan tanduk atau ranggah rusa, padahal tidak mirip sama sekali. Sementara nama latinnya Babyrousa karena mengikuti Bahasa Indonesia,” ujarnya lagi kepada Mongabay Indonesia, akhir Desember 2020.

Baca: Menjaga Lembah Permai, Menyelamatkan Hutan Penting di Gorontalo

 

Babirusa yang berada di Suaka Margasatwa Nantu. Foto: Dok. Rosyid A Azhar

 

Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan [Permen LHK] No.P.106/2018 mengenai Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, secara taksonomi babirusa masih dianggap satu spesies yaitu Babyrousa babyrussa, dengan nama Indonesia, Babirusa tualangio. Babirusa yang terdapat di Sulawesi daratan atau mainland, Kepulauan Togean, Pulau Buru dan Kepulauan Sula digolongkan sebagai subspesies [B.b celebensis, B.b togeanensis, B.b babyrussa].

“Sehingga nama Indonesia, Babirusa tualangio. Sebagaimana yang tercantum dalam Permen LHK No.P.106/2018 itu, sejatinya dimaksudkan untuk seluruh spesies atau subspesies babirusa. Semua spesies babirusa termasuk dilindungi.”

Saat ini terdapat tiga spesies babirusa yang masih hidup dan satu spesies yang hanya ditemukan dalam bentuk fosil. Tiga spesies itu adalah; Babirusa Sulawesi [Babyrousa celebensis], Babirusa berbulu lebat atau hairy babirusa [Babyrousa babyrussa] yang terdapat di Kepulauan Sula dan Pulau Buru, serta Babirusa togean atau Togean Babirusa [Babyrousa togeanensis].

Sementara yang sudah punah adalah Babirusa Bolabatu [Babyrousa bolabatuensis] yang ditemukan dalam bentuk fosil di semenanjung selatan Sulawesi.  

Baca: Dr Lynn Clayton: Babirusa, Mamalia Teraneh di Dunia

 

Masyarakat menunjukkan tengkorak kepala babirusa. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Habitat

Haris Mustari mengatakan, habitat babirusa adalah hutan hujan dataran rendah. Satwa ini menyukai kawasan hutan yang terdapat aliran sungai, rawa, dan cerukan-cerukan air yang memungkinkannya mendapatkan air minum dan berkubang. Babirusa juga mengunjungi mata air dan tempat mengasin atau sesapan [salt-lick] secara teratur, untuk mendapatkan garam-garam mineral yang membantu pencernaannya.

“Babirusa sering terlihat mandi di kubangan yang airnya agak bersih dan tidak becek. Pada musim panas sering terlihat berendam di sungai. Babirusa sering mengunjungi sumber air panas yang kaya mineral seperti yang terdapat di Suaka Margasatwa Nantu di Gorontalo.”

Jika menyebut babirusa di hutan Nantu Gorontalo, maka tidak akan lepas dari nama Lynn Clayton, seorang perempuan berkebangsaan Inggris yang memulai penelitian tentang babirusa di hutan Nantu sejak 1989 hingga kini. Baginya, Nantu adalah benteng terakhir di bumi bagi babirusa [yang total populasi liar sekitar 5000 ekor] dan satwa liar Sulawesi lainnya yang terancam punah. Termasuk anoa, spesies endemik lokal macaque, dan juga tarsius.

Nantu digambarkan sebagai “satu dari lima situs terbaik untuk keanekaragaman hayati di Asia Tenggara” menurut para ilmuwan yang pernah mengunjunginya. Lebih dari 100 jenis burung tercatat di sini, yang 35 spesies endemik. Paling unik tentang Nantu adalah sejumlah besar salt-lick alami di hutan ini adalah satu tempat sejumlah besar babirusa berkumpul. Di sini perilaku luar biasa terlihat, pejantan dewasa bertumpu di atas kaki belakang mereka dan berkelahi dengan tanduk sambil berlari.

Baca: Eksotisme Togian yang Pantang untuk Dilupakan [Bagian – 1]

 

Taring babirusa. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Haris Mustari yang merupakan sahabat Lynn Clayton, menjelaskan dalam bukunya bahwa babirusa jantan maupun betina mencapai dewasa kelamin pada usia 5-10 bulan. Namun, ada juga yang melaporkan pada usia sekitar 548 hari, dengan masa hidup maksimum mencapai 23-24 tahun. Seekor babirusa betina setiap kali melahirkan sebanyak 1-2 ekor dengan berat waktu lahir sekitar 0.715 kg dengan masa bunting berkisar 155-158 hari.

Lama anak disusui sekitar 1 bulan, namun ada yang melaporkan masa anak bersama induknya 213 hari. Setelah itu, anak akan disapih untuk mencari makanan sendiri di hutan. Seekor induk betina hanya melahirkan satu kali dalam setahun. Sesaat sebelum melahirkan, induk babirusa membuat sarang berupa tumpukan daun dan ranting dari berbagai jenis tumbuhan bawah, alang-alang atau semai.

Babirusa menyukai jenis umbi-umbian seperti kilo, tunas globa dan rebung, juga jamur. Kadangkala babirusa terlihat mengais pohon-pohonan tumbang membusuk, kemungkinan untuk mendapatkan sumber protein hewani berupa ulat atau cacing. Makanan utamanya berbagai jenis buah namun satwa ini juga mengkonsumsi daun, rumput dan hewan, serta serangga dalam jumlah kecil.

“Salah satu makanan kesukaan babirusa adalah buah pangi [Pangium edule],” tulis Haris Mustari dalam bukunya.

Baca juga: Eksotisme Togian, Miniatur Endemisitas Sulawesi yang Mengagumkan [Bagian – 2]

 

Tengkorak babirusa yang ditemukan di Gorontalo. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Kita bisa mengetahui babirusa jantan dari dua taring besarnya [panjangnya mencapai 300 mm] yang menembus kulit moncongnya, lalu mencuat bengkok ke belakang hingga depan matan. Pada betina, taring lebih pendek atau bahkan tidak tumbuh mencuat keluar seperti jantan.

Babirusa mempunyai panjang tubuh dari kepala dan badannya sekitar 877-1.065 mm dan panjang ekor 273-305 mm. Panjang telapak kaki belakang 194-202 mm dan panjang tengkorak 255-299 mm.

Badannya memanjang, punggung agak melengkung, kepala agak kecil, kaki panjang dan ramping tapi kuat, ekor tipis menggantung ke bawah dan warna telinga kehitam-hitaman. Rambut tersebar dan pendek di sepanjang tulang belakang, dan pada ujung ekor letak rambut-rambut tersebut sedikit berdekatan sehingga bentuk ekor menyerupai kuas.

Kulit tebal, keras, kasar dengan keriput-keriput pada muka, sekeliling telinga, dan pada leher. Babirusa jantan dapat dikenali juga dari keberadaan skrotum yang cukup besar. Sedangkan babirusa betina memiliki vulva.

 

 

Exit mobile version