Mongabay.co.id

Transaksi Ilegal Trenggiling dan Landak Dibongkar, Jejaringnya Diselidiki

 

Sejumlah petugas kepolisian dari Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) membawa kandang-kandang besi yang di dalamnya ada Landak Jawa (Hystrix javanica). Selain itu juga ada Trenggiling Jawa (Manis javanica). Dalam barang bukti yang digelar kepolisian, ada juga kandang besi untuk perangkap serta senapan angin untuk memburu dan telepon seluler untuk sarana transaksi. Selain itu, ada delapan landak dan satu trenggiling yang kini tengah dicari karema sudah dijual. Kedua satwa itu dilindungi berdasarkan UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Menteri LHK No. 106/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Dalam pemeriksaan di Satreskrim Polresta Banyumas, tersangka SP (29) yang merupakan pemilik dari satwa dilindungi tersebut mengaku mendapatkan satwa tersebut dari hutan yang tidak jauh dari rumahnya. Merujuk lokasi rumahnya, SP memang berarti memburu di sekitar hutan Gunung Slamet sebelah selatan.

“Sebetulnya pekerjaan saya membengkel. Mencari hewan seperti ini, hanya sampingan saja. Kadang ya untuk disimpan dulu, tetapi ada juga yang pesan. Saya sama sekali tidak tahu jika tidak boleh diburu dan hewan ini dilindungi,” ungkap tersangka saat berada di depan penyidik.

baca : Riset: 26 Ribu Trenggiling Diselundupkan ke Tiongkok dalam Sepuluh Tahun

 

SP (kanan), pelaku penangkap dan perdagangan satwa trenggiling dan landak diperiksa intensif oleh penyidik Polresta Banyumas. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Kepala Satuan (Kasat) Reskrim Polresta Banyumas Komisaris Polisi (Kompol) Berry mengatakan dari pemeriksaan secara intensif yang dilakukan kepada pelaku, dia memang memburu binatang dilindungi tersebut di hutan. “Sebagian di hutan lereng Gunung Slamet di wilayah Banyumas, ada juga yang berasal dari Purbalingga dan Kebumen. Ada delapan landak dan ada satu trenggiling. Untuk trenggiling, sudah dijual ke pihak lainnya, sehingga barang bukti yang ada di sini landak. Namun, kami masih mencari keberadaan trenggiling tersebut. Dari pengakuannya, SP sudah lima tahun melaksanakan transaksi semacam ini,” ujar Kasat Reskrim pada Sabtu (9/1).

Menurutnya, selama lima tahun terakhir SP memang hobi berburu, tidak saja landak atau trenggiling, namun juga burung Alap alap dan hewan lainnya. Sehingga di rumahnya ditemukan sejumlah senapan angin dan alat perangkap untuk menangkap hewan. “Transaksinya dilakukan langsung atau COD serta secara online melalui Facebook jual beli hewan. Namun, untuk transaksi khusus, biasanya ada di dalam kolom komentar,” ungkapnya.

Kasat Reskrim menambahkan berdasarkan pengakuan dari tersangka, dia menjual landak dan trenggiling berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta kepada mereka yang berminat. Yang menarik, kalau awalnya adalah berburu, kini SP juga kenerima pesanan hewan dari konsumen. “Jadi, pelaku memang berburu untuk memperoleh tambahan pendapatan. Mereka yang membeli beragam motifnya, mulai dari untuk koleksi atau dipelihara serta lainnya. Namun, secara khusus apakah dimanfaatkan untuk kepentingan lainnya, kami belum tahu peruntukannya,” kata dia.

Berry menegaskan bahwa pihaknya serius untuk menuntaskan kasus perburuan liar satwa dilindungi tersebut. Polisi menjerat SP dengan pasal 40 ayat 2 jo pasal 21 ayat 2 huruf a UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun. “Saat ini, tersangka satu orang, tapi tidak menutup kemungkinan ada yang lain karena kasusnya masih terus dalam pengembangan. Apalagi ini kan berjejaring dengan transaksi di media sosial,” ujar Berry.

Untuk sementara, landak masih di dalam kandang dan ditempatkan di Satreskrim Polresta Banyumas. Namun demikian, pihaknya telah berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jateng terkait penanganan satwanya. “Pada Senin (11/1), kami menyerahkan ke BKSDA. Apakah nantinya akan langsung dilepasliarkan, atau harus ada perawatan terlebih dahulu, BKSDA yang lebih paham,” tambahnya.

baca juga : Perburuan dan Perdagangan Ilegal Trenggiling Tidak Kenal Masa Pandemi

 

Kasat Reskrim Polresta Banyumas Kompol Berry menunjukkan Landak Jawa yang disita dari perdagangan ilegal satwa dilindungi. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Sementara Kepala Resor Wilayah Konservasi Cilacap BKSDA Jateng Dedi Rusyanto mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Polresta Banyumas untuk melakukan langkah-langkah lanjutan. “Hari ini saya di Polresta untuk membawa barang bukti. Kami koordinasi dulu untuk langkah-langkah selanjutnya,” ujar Dedi saat dihubungi Senin (11/1).

Sementara dalam riset yang dilakukan Mariana Takandjandji dan Reni Sawitri dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan tahun 2016, trenggiling memiliki delapan spesies dan termasuk dalam genus Manias, famili Manidae, serta dikelompokkan dalam keluarga Pholidota. Satwa ini unik, karena seluruh tubuhnya ditutupi sisik, memiliki lidah panjangnya separuh dari tubuh dan tidak memiliki gigi.

Trenggiling Jawa merupakan satwa nokturnal yang dimumpai di hutam primer maupun sekunder, savana dan daerah budidaya yang memiliki semak belukar. Satwa tersebut dikatakan sebagai pengontrol hama, karema trenggiling dewasa diperkirakan menghabiskan 70 ribu serangga setiap tahunnya.

Menurut peneliti, trenggiling merupakan satwa yang terancam karena kerap diperdagangkan. Dari risetnya, alur perdagangan dimulai dari pengumpul atau melalui perantara dan dapat juga langsung ke pengumpul yang ada di kota. Setelah mendapatkan, nantinya masuk ke eksportir di provinsi dan langsung ke negara tujuan atau transit ke negara di Asean.

perlu dibaca : Trenggiling Makin Kritis Kala Perburuan dan Perdagangan Terus Terjadi

 

Kandang besi yang digunakan untuk perangkap landak dan trenggiling. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Dalam jurnal yang berjudul Analisis Penangkapan dan Perdagangan Trenggiling Jawa tersebut, peneliti menyarankan agar ada perbaikan terhadap cara pelaksanaan hukum yang ada melalui pelatihan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Selain itu, perlu peningkatkan kerja sama pihak terkait misalnya bea cukai, kepolisian dan penyidik agar dapat mempercepat proses hukum bagi pelaku. Dalam penyelidikan kasus perdagangan ilegal Trenggiling Jawa hendaknya dimulai dari analisis filogeni (DNA forensik) berdasarkan hubungan kekerabatan, sehingga dapat diketahui asal usul satwa tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan menelusuri tata niaga perdagangan untuk memutus rantai perdagangan.

Sementara dikutip dari buku Status Konservasi dan Peran Mamalia di Pulau Jawa, Landak Jawa merupakan mamalia anggota ordo Rodentia, suku Hystricidae. Landak Jawa memiliki duri yang menutupi tubuhnya. Panjang tubuh Landak Jawa berkisar antara 45,5-73,5 cm dengan panjang ekor 6-13 cm, dan bobot tubuh 8-9 kg. Landak Jawa memiliki gigi seri yang kuat dan tidak bertaring. Landak Jawa merupakan satwa dilindungi di Indonesia dan secara internasional dikategorikan Least Concern (LC) menurut the IUCN Redlist of Threatened Species.

baca juga : Tidak Dilindungi Lagi, Perburuan Landak Jenis Ini Bakal Meningkat

 

Trenggiling (Manis javanica) yang hidup di Indonesia dan negara Asia Tenggara. Foto: Dan Challender/IUCN SSC Pangolin

 

Landak Jawa bersifat nokturnal, terestrial, dan hidup berkelompok. Yang betina mencapai dewasa kelamin pada umur 9-16 bulan, sedangkan Landak Jawa jantan 8-18 bulan. Masa buntingnya sekitar 100-112 hari dengan jumlah anak 1-2 ekor per kelahiran. Landak Jawa menyusui anaknya selama 13-19 minggu dan anakan akan tinggal dengan kelompoknya sampai umur 2 tahun. Landak Jawa memiliki indra penglihatan yang lemah, namun indra penciumannya tajam. Posisi duri-duri Landak Jawa rebah dalam keadaan normal, kemudian akan menjadi tegak dalam keadaan terancam.

 Landak Jawa tersebar di sekitar Pulau Jawa, Lombok, Madura, Flores, dan Sumbawa. Namun, adanya alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan pemukiman serta perburuan yang masif menyebabkan menurunnya populasi Landak Jawa di alam.

 

Exit mobile version