- Sepuluh tahun terakhir, sebanyak 26 ribu trenggiling dari Indonesia diselundupkan ke Tiongkok.
- Penyelundupan dilakukan dengan modus jalur laut, kargo, dan melalui pelabuhan-pelabuhan kecil. Tujuan utama ke Tiongkok, yang sebagian besar transit di Malaysia.
- Permintaan sisik dan daging trenggiling tinggi, sebab di masyarakat Tiongkok ada kepercayaan, trenggiling dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dan meningkatkan vitalitas tubuh. Padahal, hingga kini belum ada penelitian ilmiah yang bisa membuktikan hal tersebut.
- Pakar IT dan pegiat konservasi yang tergabung dalam tim Navy Pangolin, meraih juara dua dalam ajang Global Zoohackathon, baru-baru ini. Tim Navy Pangolin yang terdiri enam orang membuat piranti lunak berbasis Artificial Intelligence [AI] bernama Pang The Pangolin.
Sepuluh tahun terakhir, sebanyak 26 ribu trenggiling dari Indonesia diselundupkan ke Tiongkok. Hal tersebut diungkap Database and Analysis Officer Wildlife Conservation Society [WCS] Indonesia, Yunita Dwi Setyorini, dalam sebuah acara di Jakarta, Selasa [18/2/2020]. Yuni mengatakan, penyelundupan dilakukan dengan berbagai modus: jalur laut, kargo, dan melalui pelabuhan-pelabuhan kecil.
“Mayoritas ke Tiongkok. Kebanyakan transitnya di Malaysia, kemudian lanjut ke negara pengguna yaitu di Hong Kong, daratan Tiongkok, dan Vietnam,” katanya.
Lebih lanjut Yuni mengatakan, permintaan sisik dan daging trenggiling masih sangat tinggi. Sebab di masyarakat Tiongkok sendiri ada kepercayaan, trenggiling dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dan meningkatkan vitalitas tubuh. Padahal menurutnya, hingga kini belum ada penelitian ilmiah yang bisa membuktikan hal tersebut.
“Jadi itu gosip yang berkembang dari zaman ke zaman dan dipercaya. Belum ada kajian ilmiah yang mengatakan bahwa trenggiling, baik sisi maupun dagingnya, dapat meningkatkan vitalitas atau mengobati penyakit tertentu,” ujarnya.
Di sisi lain, populasi trenggiling di alam juga semakin berkurang. Pemerintah Indonesia sudah melindungi trenggiling. Berdasarkan status CITES, masuk dalam kategori Appendix I.
“Untuk studi populasi di Indonesia hingga saat ini belum banyak diketahui. Tetapi untuk status perdagangan, trenggiling adalah mamalia yang paling banyak diperdagangkan dari Indonesia. Sepanjang 2019, data yang dikumpulkan WCS menunjukkan tujuh kasus, sekitar 200 ekor trenggiling diperdagangkan. Diduga, tujuan akhirnya Tiongkok, karena negara tersebut merupakan konsumen akhir.”
Baca: Perdagangan Trenggiling Ilegal Mungkin Berperan dalam Penyebaran Wabah Corona
Di Indonesia menurutnya, hanya etnis tertentu yang masih mengkonsumsi daging trenggiling. Dianggap sebagai kebanggan tersendiri. Bagi etnis tertentu, lidah trenggiling dipercaya memiliki kekuatan mistis. Tapi, jumlahnya hanya sebagian kecil. Terbesar adalah perburuan.
Yuni bilang, keseriusan pemerintah untuk mengkonservasi trenggiling sudah cukup. Menurutnya, ada peningkatan deteksi, kasusnya naik sepanjang tahun.
“Saat ini, pemerintah sedang menyusun strategi rencana konservasi trenggiling.”
Meski begitu, perburuan trenggiling masih massif karena hukuman untuk pelaku belum menimbulkan efek jera. Pelaku yang dijerat UU 5/1990 hanya mendapat ancaman pidana maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta.
“Undang-undang ini hampir 30 tahun. Sudah waktunya direlevankan dengan fakta-fakta sekarang.”
Dampak terhadap ekosistem juga sangat merugikan. “Trenggiling [pangolin] terkenal sebagai pemakan serangga, bisa makan 70 juta semut per tahun. Bila ia hilang, akan terjadi lonjakan populasi semut dan mengganggu tanaman pangan kita dan sebagainya,” jelasnya.
Baca: Ingat! Trenggiling Itu Bukan Satwa Buruan
Navy Pangolin
Baru-baru ini beberapa pakar IT dan pegiat konservasi yang tergabung dalam tim Navy Pangolin, meraih juara dua dalam ajang Global Zoohackathon. Ini merupakan ajang tahunan yang diselenggarakan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Tim Navy Pangolin terdiri enam orang. Mereka adalah Lintang Suwatika, Nuruliawati, Yunita Setyorini, Puja Habibi, Linggih Saputro, dan Diah Pitaloka. Mereka membuat sebuah piranti lunak berbasis Artificial Intelligence [AI] bernama Pang The Pangolin.
Sebelum memenangkan perhargaan tersebut, Navy Pangolin meraih juara pertama dalam ajang regional yang diselenggarakan di Kota Kinabalu, Malaysia, tahun 2019. Masing-masing pemenang pertama tiap regional diikutsertakan dalam ajang global.
“Kalau versi globalnya hanya seleksi berkas dari apa yang sudah kami kerjakan di regional. Baik itu video, dokumentasi, juga artikel yang kami berikan,” kata Lintang Sutawika.
Lintang mengatakan, aplikasi tersebut mampu membantu analisis data-data yang berhubungan dengan perdagangan satwa liar dilindungi. Dalam analisis, biasanya banyak data yang harus dikompilasi sebelum membuat suatu keputusan.
“Apakah itu kebijakan kepada penegak hukum, jenis satwa yang marak diperjualbelikan, volumenya seperti apa, juga rute-rute perdagangan,” kata Lintang.
Baca juga: Nasib Trenggiling yang Tidak Pernah Sepi dari Perburuan
https://www.facebook.com/MongabayIndonesia/videos/1572080089476745/?t=4
Aplikasi tersebut mengkompilasi data dari berbagai artikel berita yang tersebar di media online, secara otomatis. Setelah itu, mengekstrak informasi kunci.
“Pertama, tentukan keyword. Dibaca isinya, setelah itu diambil data induknya, satwa apa yang menajdi fokus di artikel itu, siapa yang melakukannya. Lalu, diinput ke database untuk dikumpulkan informasinya. Ini butuh waktu lama. Belum lagi analisisnya,” kata Lintang.
Aplikasi ini berupaya memangkas waktu tersebut. Aplikasi Pangolin dengan artificial intelligence, mampu membaca artikel berita, memindai dan mengidentifikasi kata kunci yang penting, lalu menyimpannya. Informasi tersebut lalu digunakan para analis untuk mengidentifikasi kasus perdagangan satwa liar. Baik itu jenis satwanya, pola, rute perdagangan, nama pelaku, dan sebagainya.
Saat kejuaraan regional di Kota Kinabalu 2019, aplikasi Pangolin, bisa mengekstrak data yang bersumber dari 100 artikel dalam waktu satu jam. Hal ini jauh lebih cepat jika dibandingkan analisis manual.
“Algoritma machine learning bisa mengekstraksi informasi berdasarkan konteks. Prosesnya, mengambil berita-berita di internet yang relevan dari channel-chanel yang kita anggap sumbernya terpercaya. Kemudian dimasukan dalam satu database. informasi itu diambil, diekstrak, baru diperlihatkan dalam satu interface yang nanti bisa dikoreksi oleh analisnya,” ujarnya.
“Analis bisa melakukan koreksi dan koreksinya itu bisa dikembalikan ke machine learning untuk melakukan learning kembali. Sehingga, akurasinya lambat laun meningkat.”
Untuk nama Pangolin sendiri, Lintang mengatakan, hal itu karena saat kejuaraan di Kota Kinabalu, timnya memang spesifik mengekstrak data informasi trenggiling. Sebab, spesies ini terancam punah dan paling banyak diperjualbelikan.
“Sasaran aplikasi ini sebeanrnya untuk orang-orang yang bekerja di bidang analisis. Banyaknya informasi yang harus dikoleksi, harus diseleksi dan sebagainya memerlukan waktu panjang,” katanya.
Country Director WCS Indonesia Daniar Andayani mengatakan, terobosan teknologi sangat besar potensinya untuk didayagunakan melestarikan satwa liar.
“Meskipun, kita tinggal di kota besar yang jauh dari hutan, tapi tentunya keberadaan satwa liar itu secara langsung maupun tidak sangat berpengaruh pada kehidupan kita. Setiap buah yang kita makan, setiap udara segar yang kita hirup, setiap air bersih yang kita konsumsi, tak terlepas dari kontribusi berbagai keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia,” katanya.
Menurutnya, aplikasi dapat memperkuat penyusunan strategi memerangi perdagangan satwa liar. Salah satu yang terbesar adalah penyelundupan trenggiling.
“Trenggiling dibunuh, diambil sisik dan dagingnya untuk dikonsumsi dalam jumlah besar. Memerangi kasus tersebut, kecepatan mengumpulkan informasi sangat penting. Harapannya, teknologi ini dapat memberikan kontribusi positif bagi Pemerintah Indonesia, terutama memberantas kejahatan satwa liar,” tegasnya.
Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Heather Variava mengatakan, perdagangan satwa liar menjadi salah satu tantangan mendesak yang harus dihadapi bersama. Kejahatan ini merusak keanekaragaman hayati, mendukung perilaku korup dan memperkaya kelompok kriminal transnasional, serta menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Kami bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia memerangi perdagangan satwa liar di semua bidang. Tim Navy Pangolin menyediakan solusi yang menjadi contoh hebat bagaimana teknologi dapat menjadi cara untuk membantu membidik perdagangan illegal. Dapat mengumpulkan informasi tentang kejahatan satwa liar dan menyelesaikan masalah ini,” tandasnya.