Mongabay.co.id

Perjuangan Garam Rakyat untuk Bersaing dengan Garam Industri

 

Beragam inovasi teknologi terus dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia agar bisa memproduksi garam yang sederhana dan tidak padat modal. Cara tersebut diharapkan bisa menghadirkan garam rakyat dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat di seluruh Indonesia.

Perlunya menambah produksi garam secara nasional, karena kebutuhan untuk memenuhi pasar domestik sampai saat ini masih belum bisa dilakukan. Bahkan, 40 persen kebutuhan garam nasional masih harus diimpor dari negara lain.

Kepala Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP KKP) Sjarief Widjaja mengatakan, inovasi teknologi sangat diperlukan, selain untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, juga untuk mewujudkan swasembada garam.

“Kebutuhan akan garam semakin meningkat, seiring bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya berbagai industri, baik di dalam maupun luar negeri,” ucap dia belum lama ini di Jakarta.

baca : Begini Perjuangan Meningkatkan Kesejahteraan Petambak Garam Skala Kecil

 

Kepala BRSDM KP KKP Sjarief Widjaja mengatakan KKP berkomitmen mengembangkan dan meningkatkan produksi dan kualitas garam nasional. Foto : KKP

 

Dia menerangkan, kebutuhan garam untuk memenuhi pasar domestik garam konsumsi sedikitnya diperlukan sebanyak 812.132 ton. Sementara, untuk kebutuhan garam industri diperlukan lebih banyak lagi, sedikitnya sebanyak 3.609.812 ton.

Mengingat kebutuhan garam yang belum dipenuhi produksi di dalam negeri, maka Pemeritah melaksanakan impor garam dari dua negara produsen garam besar di dunia, yaitu Australia dan India. Kedua negara tersebut selama ini biasa memasok kekurangan garam untuk pasar di dalam negeri.

Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, adalah dengan melaksanakan produksi menggunakan inovasi teknologi dengan Penerapan Teknologi Adaptif Lokasi (PTAL). Dalam melaksanakan uji PTAL, ada dua lokasi yang dipilih untuk menjadi percontohan.

Kedua lokasi itu, adalah Desa Pademawu Barat, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan dan sebuah pondok pesantren yang belum ditentukan lokasinya di Kabupaten Bangkalan. Kedua lokasi tersebut letaknya ada di pulau Madura, Provinsi Jawa Timur.

“Kita berkomitmen untuk berkontribusi terhadap upaya pengembangan dan peningkatan produksi garam nasional, serta peningkatan kualitas garam, baik untuk konsumsi maupun untuk industri,” jelas dia.

baca juga : Presiden Panen Garam di Kupang, Bisakah NTT Penuhi Kebutuhan Garam Nasional?

 

KKP bekerja sama dengan Pemkab Pamekasan dan Pemkab Bangkalan, Jawa Timur melaksanakan produksi garam rakyat menggunakan inovasi teknologi dengan Penerapan Teknologi Adaptif Lokasi (PTAL). Foto : KKP

 

Untuk melaksanakan uji PTAL, Instalasi Pengembangan Sumber daya Air Laut Pamekasan, dan Loka Riset Sumber daya dan Kerentanan Pesisir yang berada di bawah koordinasi Pusat Riset Kelautan mengawal prosesnya yang sudah dimulai sejak 8 Desember 2020.

Slamet menyebutkan, jika hasil uji produksi skala plasma yang ada di Pamekasan dihitung, maka di sana bisa menghasilkan 156 kilogram garam per hari. Jika dalam sebulan, masa kerja berjalan selama 20 hari, maka produksi diperkirakan bisa mencapai minimal 3 ton.

“Coba bayangkan kalau bisa menghasilkan 3.000 ton setahun, kita panen, petani garam tentu sejahtera karena dari harga bahan baku garam krosok per kilogram Rp300-550, setelah mendapat sentuhan inovasi teknologi PTAL Garam ini menjadi seharga Rp.4.900 per kilogram,” papar dia.

 

Plasma-Inti

Walau jumlah produksi hasil dari Pamekasan masih jauh dari jumlah kebutuhan nasional, namun bagi Sjarief itu sudah lebih dari cukup. Dengan jumlah tersebut, kebutuhan garam di Madura akan bisa terpenuhi dengan baik.

Dalam setahun, kebutuhan garam untuk setiap orang mencapai 4 kg dan itu bisa dipenuhi jika produksi garam lokal bisa berjalan lancar. Jika tidak, maka kekurangan akan didatangkan dengan cara impor melalui negara-negara yang disebut di atas.

“Mari mendorong perilaku masyarakat untuk membeli garam lokal. Jadikan garam Pamekasan ini sebagai garamnya orang Madura,” tutur dia.

perlu dibaca : Negara Harus Hentikan Kekacauan Tata Kelola Garam Nasional

Petani saat memanen hasil garam dari geomembran di Sedayulawas, Brondong, Lamongan, Jawa Timur, Senin (26/07/2019). Geomembran adalah alat yang terbuat dari plastik, digunakan sejumlah petani di daerah itu untuk alas saat proses pembuatan garam. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Kepala Pusat Riset Kelautan dan Perikanan KKP I Nyoman Radiarta pada kesempatan sama menjelaskan, kegiatan PTAL yang dilaksanakan pada 2020 merupakan kelanjutan dari program yang sama pada 2019. Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk melengkapi instrumen pasial alat PTAL garam.

“Dan scale down produksi menjadi produksi untuk skala rumah tangga atau plasma,” ungkap dia.

Dengan adanya skala produksi plasma, maka diharapkan akan menjadi percontohan di masa mendatang untuk produksi garam rekristal berkonsep plasma inti. Selain oleh rumah tangga, pengembangan garam tersebut juga dilakukan bersama Inti oleh badan usaha yang punya legalitas untuk produksi garam konsumsi yodium.

Menurut Nyoman, dalam mengembangkan produksi garam pada skala plasma, terdapat tantangan yang harus dihadapi mencakup modal yang kecil dan metode produksi yang sederhana. Sementara, untuk produksi skala industri kecil menengah (IKM), peralatan akan lebih lengkap untuk mengejar jumlah produksi.

“Juga, syarat menuju legalitas menjadi tujuan utamanya,” ujar dia.

baca juga : Kenapa Pemerintah Tak Juga Perbaiki Tata Kelola Garam Nasional?

 

Seorang pekerja mengumpulkan garam saat dipanen di lokasi tambak garam di Desa Nunkurus, Kabupaten Kupang, NTT, Rabu (21/8/2019). Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Adapun, yang dimaksud dengan sistem rekristal garam adalah proses produksi garam dengan memanfaatkan kalori dari sampah. Proses tersebut akan menghasilkan keuntungan berupa hasil produksi garam rekristal, dan berkurangannya sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.

Dengan demikian, tidak diperlukan lagi proses penimbunan sampah dan pembukaan lokasi baru untuk pembuangan sampah. Untuk melaksanakan proses tersebut, diperlukan PTAL hasil kelautan yang bertujuan untuk menghasilkan proses produksi garam yang efisien dan terjangkau.

Juga, meningkatkan nilai jual garam level 3 atau biasa disebut K3. Sedangkan kualitas minimum garam berkualitas tinggi adalah kandungan NaCL mencapai 94 persen atau level I (K1). Kemudian, memanfaatkan pengolahan sampah menjadi kalori untuk proses produksi garam sistem rekristal.

“Itu dilakukan dengan mengembangkan alat yang mendukung seperti mesin press sampah, untuk mendukug kegiatan produksi garam,” papar dia.

penting dibaca : Garam Rakyat Didorong Penuhi Standar Internasional, Bagaimana Caranya?

 

Tampak petani menjemur tanah yang digunakan sebagai bahan baku garam. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Garam Rakyat

Sebelumnya, KKP juga mengembangkan usaha garam rakyat yang dirintis oleh petambak garam skala kecil di lima kota/kabupaten di Indonesia. Kelimanya adalah Kabupaten Pati, Demak, Jepara (Jawa Tengah), Kabupaten Indramayu (Jawa Barat), dan Kabupaten Aceh Utara (Aceh).

Di kelima daerah tersebut dibangun gudang garam nasional (GGN) dengan masing-masing daya tampungnya hingga 12.000 ton. Pembangunan GGN bertujuan untuk memudahkan petani garam dalam menyimpan hasil panen sehingga kualitas garam yang diproduksi tetap terjaga.

Selain enam gudang baru yang baru diresmikan, Pemerintah Indonesia juga sudah lebih dulu memiliki tiga GGN di Jateng, yaitu di Kabupaten Brebes dengan kapasitas masing-masing mencapai 2.000 ton dan 1.000 ton, dan di Kabupaten Rembang dengan kapasitas tampung mencapai 1.000 ton.

Bagi KKP, upaya untuk mengembangkan produksi garam rakyat dilakukan melalui program pengembangan usaha garam rakyat (PUGAR) yang sudah dimulai sejak 2016. Melalui PUGAR, Pemerintah ingin petambak garam tak hanya sekedar bisa mengembangkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) saja.

Lebih dari itu, petambak garam diharapkan bisa ikut mewujdkan infrastruktur yang bisa mendukung usaha garam rakyat, dan iklim yang stabil untuk menjaga keberlangsungan garam rakyat. Melalui PUGAR, diharapkan bisa menjadi solusi masalah garam rakyat di sektor hulu.

 

Arifin sedang mengkristalkan air payau di tambak yang beratap agar bisa terus produksi saat musim hujan di Dusun Mencorek, Kecamatan Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Siasat pelestari garam rakyat sekaligus menghijaukan tambak dengan bakau. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Untuk mendukung upaya tersebut, sebanyak 24 GGN dibangun untuk melaksanakan integrasi lahan garam di 24 kabupaten/kota yang menjadi sentra garam rakyat. Semua dilakukan pada lahan seluas 2.971 hektare dan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi para petambak garam rakyat.

Direktorat Jenderal Peneglolaan Ruang Laut (DJPRL) KKP berharap bisa terus meningkatkan kualitas garam rakyat agar bisa menjadi garam untuk industri yang bisa disalurkan kepada industri aneka pangan. Selama ini, industri mengandalkan pasokan garam impor hingga 600 ribu ton dalam setahun.

 

Exit mobile version