Mongabay.co.id

Nelayan Kalbar, Bergelut dengan Pandemi dan Cuaca

 

Dua bulan belakangan ini, cuaca kurang bersahabat untuk para nelayan. Angin kencang menyebabkan gelombang tinggi sehingga mereka kesulitan untuk mencari ikan. “Sudah sejak bulan November tahun lalu, angin kencang dan gelombang tinggi,” kata Ibrahim, nelayan asal Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Kamis (14/1/2021).

Hal yang sama diungkapkan Anto, nelayan Kakap, sebuah kecamatan di Kabupaten Kubu Raya. Perahunya yang kecil tak kuasa melawang gelombang. “Kalau angin kuat, tunggu sampai reda. Jadi turun agak siang. Cuma tangkapan sedikit,” ujarnya.

Di Kabupaten Kayong Utara, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kayong Utara, Noorhabib, telah mengeluarkan imbauan agar nelayan maupun warga yang hendak beraktivitas di wilayah pesisir untuk mewaspadai anomali cuaca. Terlebih bagi para nelayan yang menggunakan kapal kecil.

Kondisi ini cukup dilematis, mengingat Indonesia masih bergelut melawan pandemi. Wabah virus corona juga berdampak pada harga ikan di Kabupaten Kayong Utara, yang turun drastis, bahkan hingga 50 persen.

Seperti yang terjadi di Kepulauan Karimata, Kayong Utara, Kalimantan Barat. Penurunan harga ini dikarenakan adanya pembatasan atau lockdown di beberapa negara tujuan ekspor. Sehingga banyak restoran-restoran yang tutup. Akibatnya, volume ekspor ikan menurun.

Bahkan harga ikan kerapu bebek dan ikan kerapu sonok, yang menjadi andalan nelayan bubu, harganya terjun bebas. Biasanya yang super dihargai ratusan ribu rupiah, kini hanya dibeli pembeli dengan harga Rp7.000 per kilogram.

baca : Mendampingi Nelayan Menuju Normal Baru Corona, Seperti Apa?

 

Suasana pelabuhan Kakap di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Foto : Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Untuk membantu para nelayan ini, Bupati Kayong Utara, Citra Duani, mengambil kebijakan dengan menggandeng pengusaha cold storage untuk membeli tangkapan nelayan. “Saya sudah meminta Dinas Perikanan untuk membeli hasil tangkapan nelayan, tujuannya biar harga ikan tetap stabil,” kata Citra.

Kegiatan ini telah dilakukan sejak awal pandemi terjadi, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kayong Utara, mereka menampung ikan dari nelayan dan menyiapkan penampungan ikan khusus di Pulau Karimata.

Ikan yang berhasil dibeli, terdiri dari ikan campuran, seperti ekor kuning dan ikan lainnya. “Kita menyiapkan langkah pemasaran melalui produk konsumsi yang sudah dikemas, siap olah, dan siap antar kepada pembeli,” tuturnya. Dengan kebijakan ini, Citra berharap, harga ikan di tingkat nelayan dapat stabil dan tidak anjlok.

Sahroni, salah satu nelayan menuturkan, penghasilannya sejak ada wabah corona bisa dikatakan lebih parah daripada musim angin kencang. “Kerugiannya lebih banyak,” ujarnya.

Meskipun begitu, dia berencana tetap akan berangkat melaut lagi, karena tidak ada pilihan pekerjaan lain. “Kalau tidak berangkat mau kerja apa,” tuturnya dengan nada lirih.

Dengan adanya kebijakan yang dibuat Pemkab Kayong Utara, dia bersama nelayan lainnya merasa terbantu dan berharap ikan mereka tetap ada pembelinya.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Barat, Herti Herawati, menambahkan, mengatasi pandemi dan hambatan cuaca yang tak terelakkann memerlukan penguatan di beberapa bidang. “Pelaku usaha perikanan bisa mengusahakan kegiatannya di bidang penangkapan, budidaya serta pengolahan dan pemasaran,” katanya.

Indikator kesejahteraan nelayan diukur dari Nilai Tukar Nelayan (NTN) dan kesejahteraan pembudidaya ikan diukur dari Nilai Tukar Pembudidaya (NTPi). Tahun 2019 NTN rata-rata dari bulan Januari – Desember adalah 114,83%. Sedangkan NTPi pada tahin 2019 dari bulan Januari – Desember rata- rata adalah 100.50%. “Apabila Nilai Tukar di atas 100% menunjukkan usaha yang dilakukan adalah masih menguntungkan,” ujarnya.

Pada awal tahun 2020 kondisi ini terjadi perubahan yang cukup besar, terutama NTN di awal tahun 2020 (Bulan Januari-April), angka nilai tukar berada di bawah 100, karena terimbas kondisi pandemi. “Jumlah atau hasil tangkapan normal, hanya pemasaran yang terkendala,” kata Herti.

baca juga : Jadilah Nelayan yang Menyesuaikan Kondisi Alam

 

Cuaca buruk dua bulan belakangan menyebabkan hasil tangkapan nelayan di Kalimantan Barat berkurang. Tampak nelayan membawa udang hasil tangkapan mereka, hasilnya tidak banyak karena harus melaut setelah laut tenang. Foto : Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Terkendalanya pemasaran lantaran, tidak optimalnya pasar tradisional beroperasi, sehingga penyerapan ikan terkendala. Ditambah lagi jam operasi pelaku usaha kuliner, yang menyebabkan permintaan ikan menurun drastis.

“Mulai bulan April dan seterusnya diupayakan sistem pemasaran yang memenuhi kaidah-kaidah protocol covid, dengan memanfaatkan sarana IT yang memang sudah merupakan kebutuhan masyarakat sehari-hari,” ungkapnya.

Herti mengharapkan, pelaku pemasaran mulai memikirkan teknik pemasaran online memakai aplikasi-aplikasi penjualan (start up). “Bisa juga dengan door to door penjualan ke rumah-rumah karena bagaimanapun masyarakat memerlukan ikan sebagai asupan protein untuk meningkatkan imunitas yang sangat diperlukan di saat pandemi COVID-19,” katanya.

DKP Kalimantan Barat pun telah menyelenggarakan bazaar ikan murah sesuai protokol Covid-19, dalam rangka mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Kegiatan ini dilakukan tahun lalu, pada April hingga November.

Program ini membuahkan hasil. Bulan Juni 2020, NTN mulai meningkat lagi menjadi di atas 100% (berkisar 101-103%) dan NTPi berkisar 102 – 103%. Herti bilang, hal ini menunjukkan adanya geliat pemulihan ekonomi di subsektor perikanan di tengah pandemi yang masih berlangsung sampai akhir tahun 2020.

Kebijakan pemerintah menyatakan “New Normal” mulai bulan Juni 2020 semakin memberi angin segar membawa harapan besar pada pelaku usaha untuk lebih giat kembali beraktifitas baik di bidang penangkapan, budidaya, pengolahan dan pemasaran dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Sehingga terjadi keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pengendalian pandemi COVID-19.

perlu dibaca : Nelayan Asing Makin Berani di Laut Natuna, Tak Hanya Tangkap Ikan juga Pasang Rumpon

 

Udang merah, salah satu hasil tangkap nelayan di pesisir pantai Kalbar. Foto : Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Potensi Tangkap

Perairan laut Kalimantan Barat merupakan bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia 711 yang meliputi Laut Cina Selatan, Laut Natuna dan Selat Karimata, Secara geografis perairan laut Kalimantan Barat terletak pada 020 LU – 030 LS dan 1060 BT – 1100 BT.

Penangkapan ikan di Laut dilakukan oleh seluruh rumah tangga perikanan laut dan perusahaan perikanan yang berdomisili di Kabupaten Ketapang, Sambas, Singkawang, Bengkayang, Kabupaten Mempawah, Kota Pontianak, Kayong Utara dan Kubu Raya.

Dari areal penangkapan ikanyang berada di WPP 7II, potensi tangkap mencapai ± 1.143.341 ton. Komoditinya terdiri atas pelagis besar 198.994 ton, pelagis Kecil 395.451 ton, demersal 400.517 ton, ikan karang 24.300 ton, udang penaeid :78.005 ton, lobster :979 ton, kepiting 502 ton, rajungan 9.437 ton dan cumi-cumi 35.155 ton.

“Nah, potensi perikanan tangkap di wilayah ini selain dimanfaatkan oleh nelayan Kalimantan Barat juga dimanfaatkan oleh nelayan dari Provinsi Riau, Jambi, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah,” kata Herti. Bahkan seringkali nelayan asing yang secara illegal memanfaatkan potensi sumberdaya ikan di wilayah ini.

Untuk armada penangkapan ikan, dominan yang dimiliki nelayan Kalbar adalah kapal motor yang berukuran sampai dengan 5 GT.

Artinya sumber daya ikan yang dimanfaatkan sebagian besar oleh nelayan Kalbar adalah sumberdaya perikanan pantai. Belum banyak nelayan Kalbar yang memanfaatkan sumberdaya perikanan laut lepas pantai dan zona ekonomi eksklusif.

Sehingga, masih terbuka peluang bagi nelayan untuk menambah jumlah armada maupun alat tangkap untuk melakukan penangkapan di daerah lepas pantai dan Zona Ekonomi Eksklusif.

Dari alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan, mayoritas nelayan Kalbar menggunakan alat tangkap dengan tujuan menangkap ikan demersal. “Sasaran tangkap dominan adalah udang, karena udang ini memiliki nilai ekonomi yang relatif lebih tinggi dari pada ikan,” katanya.

Keuntungannya, udang di Kalbar tidak mengenal musim, ada sepanjang tahun. Untuk itu, nelayan dominan menggunakan jenis alat tangkap udang antara lain adalah trawl, lampara dasar, trammel net dan gillnet dasar.

 

Udang merah, salah satu hasil tangkap nelayan di pesisir pantai Kalbar. Foto : Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Untuk menangkap jenis ikan pelagis, nelayan Kalbar menggunakan gillnet dan mini purse seine. Ikan yang sering ditangkap nelayan dalam jumlah banyak adalah kembung, tetapi ikan ini bersifat musiman.

Produksi ikan tangkapan laut berfluktuatif dari tahun ke tahun, tetapi cenderung untuk meningkat walaupun peningkatannya kecil. Kata Herti, peningkatan tersebut searah dengan perbaikan fasilitas penangkapan misalnya penambahan armada, perubahan alat tangkap dan motorisasi nelayan serta peningkatan mutu sumberdaya dan keahlian nelayan.

Besarnya potensi sumber daya kelautan, serta wilayah perairan yang banyak belum tergali menyebabkan celah yang dimanfaatkan kapal-kapal yang mengambil ikan secara ilegal. Baik dari sisi alat tangkap, maupun perizinan.

Tahun lalu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kalimantan Barat telah melaporkan aktivitas penangkapan oleh kapal ikan cantrang di perairan Kalbar yang diduga kuat dari Pulau Jawa.

Terkait hal ini, antisipasi yang dilakukan DKP bersama pihak penegak hukum dengan melakukan patroli. Di lokasi, petugas menemukan kapal cantrang yang memasuki perairan Kalbar yang berada di sekitar lokasi perairan karang cina dan perairan Pulau Datok, Kabupaten Mempawah.

“Untuk kapal yang berada sekitaran karang cina tidak bermasalah karena berada 30 mil di laut lepas, sedangkan untuk kapal yang memasuki perairan Pulau Datok kami data. Kami berikan pembinaan mengingat mereka juga nelayan kita, serta meminta nelayan untuk membuat surat peryataan bahwa tidak akan mengulangi tindakan tersebut,” lanjutnya.

Sebagai efek jera, dilakukan pula penyitaan alat tangkap nelayan yang melanggar aturan tersebut jika kapal yang sama terjaring patroli kedua kalinya. Dia mengimbau agar nelayan menghidupkan alat navigasi kapal sehingga pengawas lebih mudah memantau dan memperingatkan kapal jika memasuki zona perairan dangkal.

 

Exit mobile version