Mongabay.co.id

Laut Indonesia dalam Ancaman Sampah Medis COVID-19

 

Indonesia menargetkan bisa membebaskan wilayah lautnya dari sampah plastik minimal 70 persen pada 2025 atau empat tahun lagi dari sekarang. Target tersebut sudah ditetapkan Pemerintah Indonesia bersama target jangka panjang pada 2040 sudah terbebas penuh dari sampah plastik.

Akan tetapi, saat target tersebut sedang berjalan, masalah lain muncul dan bisa berimbas pada rencana penanganan sampah plastik di laut. Masalah tersebut muncul karena pandemi COVID-19 yang sudah berjalan di Indonesia sejak Maret 2020.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kemudian sengaja melakukan penelitian tentang sampah, khususnya sampah plastik di laut selama pandemi berlangsung. Hasilnya, diketahui ada peningkatan signifikan sampah plastik yang didominasi oleh sampah medis.

Tim peneliti yang melakukan penelitian tersebut adalah dari Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) yang terdiri dari M Reza Cordova, Intan Suci Nurhati, dan Marindah Yulia Iswari. Kemudian, ada juga peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Etty Riani, dan Nurhasanah dari Universitas Terbuka.

Etty yang berasal dari Fakultas Perikanan dan Kelautan (FIPK) memiliki keahlian fisiologi Hewan Air, Ekotoksikologi, Ekofisiologi Hewan Air dan Teratologi (Ekotoksikologi). Sedangkan, Nurhasanah diketahui berasal dari Jurusan Magister Studi Lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Terbuka.

Dari hasil penelitian yang dilakukan para pakar tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa sampah medis yang ada di sekitar Jakarta dan mengalir melalui muara sungai mengalami peningkatan selama pandemi. Sungai yang dimaksud, adalah Marunda dan Cilincing yang ada di Jakarta Utara.

baca : Dampak Limbah Medis Saat Pandemi

 

Seorang aktivis OceansAsia memperlihatkan limbah masker medis di pesisir Hongkong. Foto : facebook Oceans Asia

 

Reza Cordova menerangkan, penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi tujuh tipe dan 19 kategori sampah yang ditemukan pada kedua sungai tersebut. Hasil penelitian tersebut sudah diterbitkan dalam jurnal Chemosphere dengan judul “Unprecedented plastic-made personal protective equipment (PPE) debris in river outlets into Jakarta Bay during COVID-19 pandemic”.

Dari kedua sungai tersebut, diketahui kalau sampah medis yang mengalir berakhir di Teluk Jakarta yang berlokasi di Laut Jawa. Dari sampah yang mengalir, yang mendominasi adalah alat pelindung diri (APD) seperti masker medis, sarung tangan, pakaian hazmat, pelindung wajah, jas hujan.

Sampah jenis tersebut, diketahui mengalami peningkatan setelah pandemi COVID-19 terjadi di Indoneisa. Bahkan, sampah plastik yang ada di kedua muara sungai tersebut diketahui mendominasi hingga 46-57 persen dari total semua sampah yang ditemukan.

“Jumlah sampah secara umum meningkat atau naik sebesar lima persen, namun mengalami penurunan berat sebesar 23-28 persen,” ungkap dia belum lama ini.

 

Sampah APD

Terjadinya peningkatan jumlah sampah medis, mengindikasikan kuatnya perubahan komposisi sampah yang muncul selama pandemi berlangsung. Dengan kata lain, sampah plastik yang memiliki massa lebih ringan menjadi produksi yang paling cepat meningkat dalam sembilan bulan terakhir ini.

Dari hasil penelitian yang dilakukan tersebut, diketahui kalau sampah APD menyumbang produksi sampah di kedua sungai tersebut hingga 15-16 persen atau mencapai jumlah 780 item sampah setiap harinya. Dengan jumlah produksi setiap harinya mencapai 0,13 ton.

baca juga : Menyoal Penanganan Limbah Medis

 

Seorang petugas sedang membuang limbah medis. Foto : waste for change

 

Keluarnya hasil penelitian tersebut, semakin menegaskan bahwa ancaman pencemaran lingkungan akan semakin tinggi setelah pandemi COVID-19 berlangsung di Indonesia. Tanpa ada campur tangan semua pihak, ancaman tersebut akan merusak ekosistem laut dan pesisir di sekitar Teluk Jakarta.

Untuk itu, Reza mengharapkan ada perhatian dari semua pihak terkait dengan terus meningkatkan perbaikan pengelolaan sampah medis yang bersumber dari rumah tangga. Jika terus dibiarkan tanpa ada perbaikan, maka sampah APD dipastikan akan meningkatkan beban pencemaran lingkungan.

“Tidak menutup kemungkinan sampah tersebut menjadi tempat ‘penempelan’ mikroorganisme patogen dan bahan berbahaya bagi ekosistem perairan, serta melepas bahan aditif lainnya,” terang dia.

Sementara, Intan Suci Nurhati mengatakan bahwa riset yang sudah dilakukan oleh tim LIPI dan perguruan tinggi, bertujuan untuk mengajak masyarakat agar bisa ikut berperan dalam menjaga kesehatan lingkungan.

“Menjaga kesehatan lingkungan, diri, dan keluarga sangat baik untuk dijadikan salah satu resolusi kita di tahun 2021,” ucap dia.

Di sisi lain, terus meningkatnya produksi sampah medis selama masa pandemi COVID-19, juga mendorong LIPI untuk mencarikan solusi yang tepat agar sampah yang dihasilkan tidak menambah masalah lingkungan bagi Indonesia.

Di antara solusi yang sedang dikembangkan oleh LIPI sekarang, adalah melalui metode kristalisasi yang memiliki kemudahan untuk diterapkan melaksanakan proses daur ulang berbagai jenis sampah plastik yang muncul selama masa pandemi COVID-19.

Sampah-sampah tersebut berasal dari limbah APD yang berbahan baku plasti seperti polipropilena, polietilena, polistirena, dan polivinil klorida. Dengan metode kristalisasi, kualitas produk hasil daur ulang tetap terjamin tinggi kualitasnya.

“Itu karena tidak terdegradasi oleh pemanasan,” ungkap Deputi bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Agus Haryono pekan lalu di Jakarta.

baca juga : Meninjau Aturan dan Pengelolaan Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga Era COVID-19

 

Sistem yang jelas mengenai penanganan limbah medis yang belum ada hingga banyak sampah-sampah medis terbuang sembarangan. Masa pandemi corona ini, membuat kondisi makin mengkhawatirkan karena bukan mustahil penyebaran virus malah melalui limbah-limbah medis yang tak tertangani dengan baik ini. Foto: Adi Renaldi/ Mongabay Indonesia

 

Melalui metode kristalisasi, pengurangan sampah plastik juga diharapkan akan terjadi, meski produksi sampah jenis tersebut di saat yang sama mengalami peningkatan di Indonesia. Dengan demikian, itu akan bisa mengurangi potensi peningkatan sampah mikroplastik di perairan dan laut.

“Semenjak masa pandemi, penggunaan masker medis pada masyarakat umum semakin meningkat, sehingga perlu antisipasi terhadap limbah masker medis,” tutur dia.

 

Limbah Infeksius

Sebelumnya, dia juga mengatakan bahwa limbah medis yang terus meningkat, bisa membahayakan lingkungan sekitarnya. Terutama, limbah medis infeksius yang bisa menularkan penyakit yang dapat mengganggu pelayanan kesehatan masyarakat.

Dia menyebutkan, limbah infeksius ada yang berasal dari pusat pelayanan medis dan juga dari rumah tangga. Untuk sampah masker dan sarung tangan sekali pakai, itu tidak hanya akan mencemari lingkungan saja, namun juga dapat mengancam para petugas pembersihan sampah dan pemulung.

Tentang daur ulang sampah melalui metode kristalisasi, kemudian dijelaskan peneliti Pusat Penelitian Kimia LIPI Sunit Suhendra. Menurut dia, metode pengolahan sampah plastik yang selama ini ada meliputi pembakaran daur ulang, dengan cara pelelehan kembali utnuk membentuk granula atau pelet.

Metode tersebut, terkendala proses pengumpulan dan pra pemilahan yang tidak mudah, serta kemungkinan karena ada persyaratan sterilisasi sebelum dilakukan langkah-langkah pendaur ulangan. Namun, tidak demikian jika daur ulang dilakukan dengan metode kristalisasi.

“Metode kristalisasi memungkinkan terjadinya degradasi yang sangat rendah karena tidak adanya shear dan stress seperti pada proses daur ulang biasa. Hal ini menghasilkan plastik kristal yang dapat digunakan lagi dengan kualitas sangat baik,” jelas dia.

Adapun, bahan sampah medis sulit untuk didaur ulang adalah bahan yang sangat ringan, karena mengandung lebih dari satu bahan platik atau polimer. Kesulitan itu bisa terjadi, disebabkan metode daur ulang yang ada masih sangat minim.

baca juga : Bagaimana Pengelolaan Limbah Penanganan Corona? Ini Aturannya

 

Limbah rumah tangga yang bercampur dengan limbah medis. Sampah dan limbah potensial sebagai pembawa infeksi

 

Di sisi lain, hampir semua jenis plastik seperti Polyethylene (PE), Polypropylene (PP), Polyvinyl Chloride (PVC), dan Polystyrene (PS) bisa didaur ulang dengan mudah melalui metode kristalisasi. Bukan hanya itu saja, masih ada keunggulan lain yang akan didapatkan jika daur ulang menggunakan metode kristalisasi.

Keunggulan tersebut di antaranya menghasilkan plastik daur ulang berupa serbuk, minim kerusakan struktur dan memiliki kemurnian produk daur ulang yang tinggi sehingga dapat digunakan lagi untuk keperluan yang sama.

“Serta dapat dikembangkan, sehingga sterilisasinya dapat dilakukan in-situ dalam rangkaian proses daur ulang,” jelas dia.

Detailnya, proses daur ulang metode kristalisasi, meliputi pemotongan plastik bila diperlukan, pelarutan plastik, pengendapan pada antipelarut, dan penyaringan untuk menghasilkan suatu plastik murni tanpa degradasi.

Hasil dari penyaringan tersebut memiliki manfaat ataupun fungsi yang bisa digunakan kembali sebagai plastik untuk tujuan medis, dan memiliki dengan kualitas yang serupa. Hasil penelitian tersebut diharapkan bisa menyelesaikan masalah sampah medis akibat pandemi COVID-19.

 

Exit mobile version