Mongabay.co.id

Siasat Sungai Watch Menghadang Sampah 

 

Seorang pria lanjut usia memimpin pembersihan sampah di sungai yang melalui Banjar Batugaing Kelod, Desa Beraban, lokasi objek wisata Tanah Lot yang populer di Bali.

Nyoman Mudita, pria ini dengan cekatan masuk ke sungai dan membersihkan sampah organik dan anorganik. Sampah dihadang sebuah alat dari pipa yang mengapung dengan landasan besi galvanis di bawahnya. Alat ini disebut trash floater, salah satu jenis trash barrier atau penangkal sampah di aliran air.

Besi galvanis dibuat berlubang untuk aliran air dan ikan-ikan. Pipa-pipa disusun agar bisa mengapung dan bergerak fleksibel, termasuk ketika aliran air sungai meningkat saat musim hujan. Tiap ujung rangkaian pipa ini diikat agar tak mudah terseret air dan desakan sampah.

Ratusan plastik terlihat menyangkut di akar-akar pohon di pinggir sungai Yeh Puyung ini memperlihatkan batas tinggi air saat mencapai ketinggian optimalnya. Setinggi orang dewasa.

Mudita yang mengenakan tambahan baju pencegah basah dan sepatu boot masuk ke sungai dengan santai dan memunguti sampah. Ia mengatakan salah satu tersulit adalah makin banyak permen yang kerap jadi bagian dari sesajen persembahyangan. Ketika orang buang sampah canangnya, maka permen-permen dengan kemasan plastik ini turut serta.

“Saya sudah minta warga agar tidak mengisi canang dengan permen terbungkus plastik. Susah sekali mengambilnya di sungai karena kecil,” pintanya sambil menunjukkan permen-permen yang dikumpulkan. Permen ini kerap ditambahkan di canang atau sesajen yang biasanya bisa terurai. Namun karena permen tak diambil lagi atau dilungsur, ia kerap terbuang bersama rangkaian canang dari bunga, daun, dan janur.

baca : Tahun Baru 2021, Panen Sampah Laut Lagi di Bali

 

Trash walker berukuran besar, bisa jadi jembatan dan tempat mancing. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sungai indah namun jadi halaman belakang tak terawat ini akan dikelola menjadi lokasi memancing dan rekreasi warga sekitar. Mudita menyebut berencana melakukan pembersihan dan penataan sekitar 100 meter sepanjang area banjarnya bersama warga. Aliran sungai kecil ini bermuara di laut dekat Pura Tanah Lot yang sakral dan indah, serta lapangan golf dan resor yang hendak dikelola perusahaan milik mantan presiden Amerika, Donald Trump.

Ajung, anak muda dari banjar setempat mengaku tertantang ikut bantu dalam pembersihan sungai ini karena melihat semangat orang tua seperti Mudita. Apalagi anak-anak muda yang terkumpul dalam Komunitas Batugaing Baik ini sudah menunjukkan inisiatifnya mengurangi cemaran sampah dengan menjadi tukang sapu jalan tiap kali ada parade ritual di desanya.

Mereka kini membantu gerakan Sungai Watch yang sudah memasang 25 trash barriers di Kabupaten Badung dan Tabanan, seperti sungai dan aliran irigasi sawah. Komunitas Sungai Watch ini bagian dari kampanye Make A Change World yang dirintis anak muda, Gary Bencheghib dan saudaranya. Gary populer saat membuat kano dari sampah botol minuman mengarungi kepadatan sampah Sungai Citarum dengan saudaranya, Sam. Inilah yang menambah semangatnya untuk menghadang sampah agar tak sampai ke laut.

Ada tiga jenis trash barriers yang sudah dipasang, trash blocker yang dibuat dari rangkaian besi galvanis tanpa pipa mengapung. Diletakkan di saluran irigasi sawah yang ukurannya menyesuaikan lebar saluran.

Pada Jumat (29/01/2021), Gary dan Rayandi dari tim Sungai Watch membersihkan sampah di trash block di daerah Kaba-Kaba, Badung. Lebar saluran sekitar satu meter, trash block nampak melintang dan mampu menghadang sampah organik dan anorganik, termasuk bangkai binatang yang sering dibuang sembarangan.

“Kita minta izin dan koordinasi dengan desa dan pekaseh (pengatur irigasi) subak,” kata Gary. Untuk mencegah dampak buruk misalnya petani yang marah karena air meluap saat banjir karena sampah menumpuk. Selain itu, tim Sungai Watch melakukan pemungutan sampah dua kali sehari di tiap titik untuk menghindari luapan.

Ada juga jenis trash walker, penghadang sampah yang mirip trash blocker karena mengapung. Tapi desain berbeda dan ukuran lebih besar untuk ditempatkan di sungai berukuran besar, lebih dari 5 meter. Dinamakan trash walker, karena bisa dilalui orang seperti jembatan. Bisa juga digunakan untuk tempat duduk saat mancing.

Namun risiko kerusakan juga tinggi jika curah hujan tinggi, saat air sungai penuh sampah. Sebuah trash walker yang dipasang di sungai daerah Canggu terhempas dan rusak karena besi penyambungnya patah. Pada Jumat itu, Gary, Cedric tim engineering Sungai Watch dan timnya juga memperbaiki dan memperkuat trash walker ini.

baca juga : Darurat Pengelolaan Sampah di Bali, Rentan sebabkan Konflik Sosial dan Ekonomi. Seperti Apa?

 

Trash floater dipasang di sungai ukuran kecil sampai sedang, bisa mengapung dengan lubang-lubang besi di bawahnya untuk ikan dan air. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Gary yang besar dan mukim di Bali ini menargetkan 100 trash barriers terpasang di seluruh Bali, namun pandemi menghambat. Kegiatan pembersihan sampah yang mengundang publik tiap pekan di titik trash barriers juga kini diundur sejak Bali memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat saat kasus Covid-19 meroket.

Rayandi, Development Manager Sungai Watch mengatakan sebelum instalasi trash barrier, ada sejumlah pemetaan dan koordinasi. Misalnya observasi sungai seperti cek lebar, kedalaman di hari biasa dan hujan deras, debit air, sempadan, dan bertanya pada warga sekitar.

Sebuah desa di Tabanan berinisiatif mempraktikkan trash barrier dan pengelolaan sampah dan saat ini sedang dimatangkan. Rayandi bertugas untuk melakukan koordinasi pihak ketiga, partnership, dan kampanye publik. Di akun media sosialnya Sungai Watch memperlihatkan titik lokasi dan proses pengelolaan sampah dari volume yang diangkut.

Sebuah gudang di Tabanan menjadi stasiun pemilahan sampah. Di area ini terlihat aktivitas pemilahan sampah dari yang bisa didaur ulang dan residunya. Seorang perempuan muda memilah sampah yang sebagian terlihat terkoyak atau hancur karena saking lamanya di sungai.

Karung-karung sampah yang tak bisa didaur ulang atau residu ini tertumpuk di pojok halaman untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA). Sementara di sisi lain ada seorang perempuan sedang mencuci kresek yang direndam deterjen dan air.

Pekerjaan yang perlu ketelatenan ini dinilai paling rumit karena kresek harus dicuci bersih, dikeringkan, lalu dikelompokkan berdasar warna. Setelah itu baru dibawa ke rekanan yang membawanya ke lokasi daur ulang di luar Bali.

baca juga : Inilah Data dan Sumber Sampah Terbaru di Bali

 

Mencuci tas kresek. Bagian dari pengolahan sampah untuk siap didaur ulang ini memerlukan cukup air dan ketekunan karena sampai mengeringkan. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Selain kresek dipilah lagi lebih rigid menjadi kelompok sampah plastik kemasan yang bisa didaur ulang, yang tak bisa didaur ulang seperti kemasan mengandung lapisan alumnium foil, botol, sticker botol, tutup botol, plastik cincin di tutupnya, sedotan, sandal, dan banyak lagi. Selain itu dipisahkan lagi menurut merek produsennya.

Semuanya dijejer dalam wadah-wadah anyaman bambu, karung dan keranjang. Data sampah inilah yang jadi bagian laporan plastik sungai yang dipublikasikan pada awal Januari 2021 ini.

Namun, dari seluruh sampah, 65% adalah residu dari limbah tekstil, limbah konstruksi, limbah sanitasi, dan limbah organik. Hampir 30% dari semua limbah ini terdiri dari pasir dan tanah. Tak heran karena sudah tertanam di tepi sungai bertahun-tahun sebelum hanyut oleh hujan.

Gary mengatakan penghadang sampah ini bukan solusi tunggal karena perlu diintegrasikan dalam manajemen pengelolaan sampah. “Sungai itu daerah yang disucikan juga, tapi dari sinilah sampah mengalir ke laut. Saya kembali dari studi di New York untuk ikut cari solusi masalah laut di rumah masa kecil saya,” ujarnya. Sungai Watch diluncurkan di Forum Ekonomi Dunia di Davos.

 

Dua bulan, 5 ton sampah plastik

Dari laporan yang dipublikasikan di website Sungai Watch, trash barriers sederhana diyakini dapat berfungsi sebagai cara untuk menghentikan kebocoran polusi plastik ke laut. Menyampaikan data dari lapangan seperti brand audit ini dinilai bagian dari mendorong tanggung jawab produsen, distributor, pemerintah, dan konsumen.

Laporan Plastik Sungai pertama ini merangkum data Agustus dan September 2020, dari 5,2 ton plastik yang dikumpulkan. Mencakup data dari 9 pembersihan di 8 lokasi dengan total 512 relawan yang terlibat.

Jenis plastik terbesar yang ditemukan di sungai Bali adalah kantong plastik, yang mewakili 18,5% dari semua sampah yang terkumpul.

Ada 6 jenis limbah anorganik bermerek dari botol plastik, gelas plastik, logam, dan gelas. Inilah yang disebut Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Barang yang dibuat untuk dikonsumsi secara instan yang memiliki kemasan plastik sekali pakai.

Tim ini menganalisis lebih dari 400 merek, mewakili lebih dari 100 perusahaan induk. Ada struktur merek dan perusahaan yang berbeda. Perusahaan seperti Unilever memiliki lebih dari 400 merek individu yang berbeda. Perusahaan pencemar terbesar dalam laporan ini adalah Danone Aqua dengan 2.834 buah plastik, disusul Wings Corp dengan 1.928 buah, dan Unilever 1.625 buah.

perlu dibaca : Ini Merek Sampah Terbanyak Beberapa Sekolah di Bali

 

Tim memilah sampah, mengelompokkan brand, dan menyortir bagian yang berbeda cara penanganannya. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Gelas plastik dianggap sebagai salah satu jenis polusi plastik yang paling parah. Gelas sekali pakai terdiri dari plastik Polypropylene sebagai komponen utama atau “PP” dalam istilah daur ulang, serta jenis plastik lain di bagian atas, dan sering ditambah dengan sedotan plastik.

Jenis lainnya adalah botol 600ml, disusul botol 350ml. Minuman es teh menduduki peringkat ke-2 dalam laporan ini tentang botol plastik bermerek. Hal menarik adalah temuan bagaimana sebuah perusahaan dapat menjual 3 jenis botol yang berbeda 250ml, 350ml dan 480ml mereka dengan perbedaan harga yang sangat kecil. Bahkan, setelah melakukan beberapa penelitian tambahan, bentuk paling kecil lebih mahal dari botol berukuran sedang.

Musuh terburuk pendaur ulang adalah sachet. Terdiri dari beberapa lapisan kemasan dan seringkali tidak dapat didaur ulang. Pada gelombang pertama ini, tim Sungai Watch menyortir total 15.856 sachet individu. Bisa jadi sachet ini adalah kemasan kopi instan atau snack yang kita konsumsi setiap hari.

 

Exit mobile version