Mongabay.co.id

Pengelolaan Stok Tuna Berkelanjutan Berbuah Sertifikat MSC

 

Perjuangan selama tujuh tahun untuk mendapatkan sertifikat standar global perikanan berkelanjutan dari organisasi lingkungan nirlaba Marine Stewardship Council (MSC) akhirnya berbuah manis di awal 2021. Sertifikat MSC tersebut menjadi penanda bahwa produk perikanan Tuna Indonesia sudah berkelanjutan.

Adalah Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI) yang berhasil mewujudkan impian tersebut melalui perjuangan yang tidak mudah. Organisasi tersebut mendapatkannya untuk produk perikanan Tuna Sirip Kuning (yellowfin) dan Cakalang (skipjack).

Keberhasilan AP2HI mendapatkan sertifikat MSC, menjadikan Indonesia sebagai negara yang sukses memiliki sertifikasi 11.000 ton Tuna Sirip Kuning dan Cakalang untuk dipasarkan di Amerika Serikat dan Eropa. Capaian tersebut menjadi yang ketiga kali bagi Indonesia.

Sebelumnya, sertifikasi serupa sudah diraih PT Citra Raja Ampat Canning pada November 2018 dan kemudian North Buru and Maluku Trade Fishing Associations, serta Indonesian Handline Yellowfin Tuna pada Mei 2020. Ketiganya menjadi pembuka jalan bagi Indonesia untuk mendapatkan sertifikat MSC.

baca : Pertama di Dunia, Ratusan Nelayan Tuna Pulau Buru Maluku Raih Sertifikat Ekolabel MSC

 

Bongkar muat ikan cakalang dari kapal ikan ke mobil pick up, di Pelabuhan Tulehu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Foto: Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia

 

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPT KKP) M Zaini menjelaskan, keberhasilan AP2HI mendapatkan sertifikat MSC tak bisa dilepaskan dari peran KKP dan juga International Pole and Line Foundation (IPNLF).

Dalam prosesnya, sertifikasi melibatkan 380 kapal penangkap ikan yang tersebar luas di kepulauan Indonesia, mulai dari Sulawesi Utara, dan Maluku Utara, hingga ke Laut Banda, Flores Timur, dan Flores Barat. Semua itu menjadi bagian dari komitmen kerja sama antara KKP dengan MSC.

“Itu menegaskan komitmen bersama untuk memperkuat kolaborasi tentang penangkap ikan yang berkelanjutan. Adanya sertifikasi ini, menunjukkan komitmen kita terhadap penangkapan Tuna yang berkelanjutan di Indonesia pada dunia,” ucap dia belum lama ini di Jakarta.

Zaini mengungkapkan, sebagai salah satu penghasil Tuna terbesar di dunia, Indonesia memiliki kepentingan untuk terus menjaga keberlanjutan Tuna dan pemanfaatannya. Untuk itu, Indonesia mendukung proses perolehan sertifikasi melalui program perbaikan perikanan

“Agar segala sektor perikanan bisa tumbuh secara berkelanjutan sembari memberikan jaminan mata pencaharian di masa depan,” terangnya.

Dengan kata lain, sertifikasi akan menentukan penangkapan ikan tetap berada pada tingkat praktik terbaik global dengan pengelolaan stok yang baik. Semua itu, akan terus berjalan selama lima tahun dan harus terus dijaga agar sertifikat tetap bisa dipertahahankan.

baca juga : Diluncurkan Program Perbaikan Perikanan Tuna Longline Demi Sustainable Fisheries

 

Ikan tuna sirip kuning (yellow fin tuna) yang ditangkap dengan jaring ikan purse seine di Lautan Atlantik pada Mei 1999. Foto : Hélène Petit/WWF

 

Perikanan Berkelanjutan

Bagi Zaini, mewujudkan perikanan Tuna skala kecil akan selalu memerlukan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, agar percepatan proses menuju keberlanjutan bisa terus berjalan. Terlebih, karena Indonesia masih menjadi perikanan Tuna terbesar ketiga di di dunia yang memenuhi standar keberlanjutan perikanan yang tinggi.

Untuk bisa menghasilkan sertifikat MSC, maka proses penilaian harus dilakukan oleh penilai yang independen, seperti SAI Global yang melakukan penilaian untuk sertifikasi MSC. Kemudian, diikuti dengan penilaian terperinci dan konsultasi parapihak oleh Western and Central Pacific (WCPFC).

Direktur Pengelolaan Sumber daya Ikan KKP Trian Yunanda menambahkan, keberhasilan AP2HI mendapatkan sertifikast AP2HI menjadi penanda bahwa Indonesia berhasil menunjukkan komitmen kepada dunia untuk menerapkan penangkapan Tuna yang berkelanjutan.

“Indonesia sekarang boleh berbangga sebab kita sudah memiliki perikanan ketiga yang telah berhasil memenuhi standar keberlanjutan perikanan tertinggi,” tutur dia.

Sedangkan Ketua AP2HI Janti Djuari pada kesempatan terpisah menjelaskan, dengan diraihnya sertifikat MSC yang sudah ditunggu selama tujuh tahun, maka itu artinya perikanan Tuna harus menunjukkan stok yang sehat, meminimalkan dampak terhadap lingkungan, dan memiliki pengelolaan yang efektif.

Sertifikat MSC sendiri bisa diraih oleh AP2HI, dengan bantuan dari IPNLF yang berperan sebagai inisiator awal untuk mendorong perikanan yang berkelanjutan, terutama perikanan Tuna Sirip Kuning dan Cakalang skala kecil.

“Bekerja bersama menuju perikanan yang berkelanjutan sudah menjadi komitmen kami sejak tahun 2012,” tutur dia.

perlu dibaca : Ini Buah Manis Penerapan Prinsip Berkelanjutan pada Perikanan Tuna

 

Ikan tuna hasil tangkapan nelayan di Pelabuhan Lampulo, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Menurut dia, sertifikasi asosiasi sendiri merupakan sebuah sinergi dari industri kolektif dengan dukungan dari KKP, perusahaan, IPNLF, dan pemangku kepentingan lainnya. Semua itu memberikan nilai tambah pada pengelolaan stok Tuna Sirip Kuning dan Cakalang yang berkelanjutan.

Bagi Janti, momen tersebut menjadi hal yang positif di tengah dampak bisnis Tuna di Indonesia yang diakibatkan pandemi COVID-19 yang terjadi sepanjang 2020. Lantaran hal tersebut, sertifikat MSC dinilai menjadi awal yang baru, karena itu melawan semua hal yang negatif.

“Kami yakin sertifikasi ini mendorong anggota asosiasi perikanan lainnya untuk terus mengembangkan praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan dan ketertelusuran,” tambah dia.

Dengan adanya sertifikasi ini, diharapkan perikanan skala kecil dan industri yang bekerja secara bersama bisa terus ada dalam waktu yang panjang. Dalam hal ini, AP2HI bersama IPNLF juga akan terus menjalankan proyek perbaikan perikanan (fisheries improvement project) sampai perikanan tuna di Indonesia bisa dikelola secara berkelanjutan.

 

Delapan Perikanan

Lebih detail, Janti menjelaskan bahwa sekitar 60 persen dari 11.000 ton Tuna adalah jenis Sirip Kuning yang didistribusikan sebagai loin, poke, dan saku. Sedangkan, Cakalang yang bersertifikat akan dijual sebagai produk beku dan kaleng ke pasar ekspor.

Adapun, sertifikasi tersebut melibatkan delapan wilayah perikanan, terdiri dari 380 kapal penangkap ikan—yang tersebar di beberapa lokasi di Indonesia, mulai dari Sulawesi Utara dan Maluku Utara hingga ke Laut Banda, dan Flores Timur dan Barat.

Diketahui, pada 2018, AP2HI dan DJPT KKP menandatangani perjanjian kerja sama yang berisi tentang bagaimana industri dan pemerintah akan saling bekerja sama untuk melakukan perbaikan perikanan, khususnya perikanan tuna dan cakalang dengan alat tangkap pole and line dan handline.

baca juga : Menjadikan Sulawesi Utara sebagai Provinsi Tuna, Bagaimana Caranya?

 

Proses pengolahan ikan tuna di Morotai, Maluku Utara. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Melihat kinerja yang baik dari Indonesia, Direktur Asia Pasifik MSC Patrick Caleo merasa optimis kalau sertifikat yang sudah diraih akan bisa dipertahankan selama lima tahun mendatang. Tidak hanya itu, dengan komitmen yang kuat, dia yakin Indonesia akan bisa meningkatkan kinerjanya lebih baik lagi.

Menurut Patrick, program ekolabel dan sertifikasi MSC tersebut mengakui dan menghargai praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan. Selain itu, juga membantu untuk menciptakan pasar makanan laut yang lebih berkelanjutan agar dapat diakui secara global.

Sementara, Direktur IPNLF Asia Tenggara Jeremy Crawford memberikan apresiasinya kepada Indonesia yang sudah berhasil mendapatkan sertifikat MSC dengan bantuan dari KKP. Dia menyebutkan, IPNLF menjadi bagian dari proses membangun nilai dalam rantai pasok Tuna lokal dalam program One by One Tuna Fisheries.

Dengan dukungan KKP, IPNLF juga mampu merealisasikan peningkatan yang signifikan dalam operasi perikanan, tata kelola, dan dalam upaya mengamankan mata pencaharian. Selain, dengan dukungan anggota IPNLF dan mitra rantai pasok seperti AP2HI, itu juga ikut berperan selama ini.

“Itu memastikan bahwa pilar berkelanjutan, manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi berada di garis depan operasi kami. Ini cara untuk memastikan komunitas yang rentan ini mempertahankan akses ke keamanan pangan dan kesejahteraan ekonomi dalam jangka panjang,” tegas dia.

Sementara Direktur Utama PT Nutrindo Fresfood Internasional Hartono Tjandrason menyatakan bahwa sertifikasi MSC merupakan perwujudan dari pengakuan dunia bahwa Indonesia mengimplementasikan pemanfaatan sumber daya alam dengan cara yang ramah lingkungan.

“Harapan kami, bukan hanya berakhir di pengakuan saja, namun hasil perikanan kita juga lebih dihargai sehingga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan-nelayan Indonesia,” pungkas dia.

 

Exit mobile version