Mongabay.co.id

Profesi Tidak Biasa Sarwani Sabi, Pawang Harimau Sumatera

 

 

Dia tidak muda lagi. Tahun ini, usianya genap 84 tahun. Namun, kecintaannya pada harimau sumatera tidak surut. Alasan kuat yang membuat lelaki ini selalu berusaha menjelajahi perkampungan di Provinsi Aceh, bahkan hingga ke sejumlah wilayah Pulau Sumatera, untuk menjembatani komunikasi antara sang kucing besar dengan manusia.

Sarwani Sabi, pria yang lahir tahun 1937 di Desa Peunia, Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat, memang cukup lama jatuh hati pada harimau sumatera. Sejak kecil, sebelum Indonesia merdeka, dia mengikuti jejak ayahnya membantu menyelesaikan konflik yang terjadi antara masyarakat dengan harimau.

Baca: Jerat yang Lagi-lagi Lukai Harimau Sumatera

 

Sarwani Sabi yang selalu hadir setiap kali terjadi konflik masyarakat dengan harimau sumatera di Aceh. Foto: Forum Konservasi Leuser/Istafan Najmi

 

Ayahnya, Nyak Sabi, sesungguhnya tidak ingin Sarwani mengikuti profesinya sebagai pawang harimau. Namun, sejak kecil Sarwani selalu mengikuti ayahnya, mengusir harimau yang masuk permukiman penduduk.

Meskipun sedang sekolah di Sekolah Rakyat [SR], Sarwani tetap memaksa ikut ayahnya bila ada warga yang minta tolong, karena ada harimau berkeliaran.

“Sesungguhnya, ayah meminta saya fokus sekolah dan tidak menjadi seperti dia,” ujarnya, Senin [08/2/2021].

Namun usaha ayahnya untuk melarang Sarwani, meski dengan berbagai cara, tidak berhasil. Lelaki yang tinggal di Desa Blang Sibatong, Kecamatan Bubon, Kabupaten Aceh Barat, itu telah memantapkan hatinya untuk menjaga harimau tetap hidup di alam liar. Akhirnya, Sarwani tidak sempat menyelesaikan sekolah.

“Meskipun tidak diizinkan, saya bersikeras ikut bila ayah dipanggil masyarakat untuk mengusir harimau, agar kembali ke hutan. Saya sangat sayang dan sangat ingin menyelamatkan harimau agar tidak dilukai, terlebih dibunuh oleh masyarakat yang merasa terganggu,” paparnya.

Baca: Malelang Jaya Sudah Kembali ke Habitat Alaminya

 

Sarwani Sabi yang keahliannya sebagai pawang harimau sumatera belum ada yang menggantikan. Foto: Forum Konservasi Leuser/Istafan Najmi

 

Dipercaya

Meningkatnya konflik harimau sumatera dengan masyarakat setiap tahun, menyebakan Sarwani semakin sibuk. Dia terus diminta masyarakat untuk menghalau harimau kembali ke habitatnya.

“Saya tidak bisa menolak, ini adalah salah satu cara agar harimau atau masyarakat tidak terbunuh,” ungkapnya.

Sejak 2007 hingga sekarang, Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh mengontrak Sarwani sebagai Pawang Harimau. Menjadi bagian dari lembaga negara yang bertugas menjaga agar satwa dilindungi itu tidak ditangkap apalagi dibunuh, Sarwani pun bergerak ke sejumlah pelosok yang ada konfliknya.

“Saya sudah tua, sebenarnya sudah tidak sanggup lagi berjalan. Tapi, tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan untuk menyelamatkan si raja rimba ini. Kadang, saya harus dipapah atau dibonceng sepeda motor agar bisa mencapai lokasi.”

Baca: 3 Tahun Penjara, Hukuman untuk Penjual Kulit Harimau Sumatera di Aceh Timur

 

Semangat Sarwani untuk melindungi harimau sumatera tidak surut meski usianya sudah 84 tahun. Foto: Forum Konservasi Leuser/Istafan Najmi

 

Tahun 2018, Sarwani dilibatkan dalam pencarian harimau Bonita dan Boni di Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Provinsi Riau. Satu dari dua harimau itu yang bernama Bonita, telah menyerang seorang warga bernama Jumiati, saat bekerja di kebun sawit PT. Tabung Haji Indo Plantation.

Di lokasi konflik, biasanya Sarwani akan membaca doa dan dengan beberapa ritual lainnya, dia meminta agar harimau kembali ke hutan.

“Saya baca hanya ayat Al-Qur’an dan meminta kepada yang kuasa agar harimau kembali ke rumahnya. Tidak lagi berkeliaran di permukiman masyarakat,” katanya.

Baca: Harimau Sumatera Mati di Aceh Selatan, BKSDA: Keracunan Setelah Mangsa Kambing

 

Kehadiran Sarwani setiap kali terjadi konflik harimau sangat dinantikan, meski kadang ia harus dipapah atau dibonceng sepeda motor menuju lokasi. Foto: Forum Konservasi Leuser/Istafan Najmi

 

Sarwani menambahkan, tugas manusia adalah berdoa dengan ikhlas dan hati yang bersih, untuk kebaikan sesama makhluk Tuhan. Selain itu, pastikan juga habitat harimau tidak diganggu atau dirusak, dengan begitu konflik tidak akan terjadi.

“Saya masih ingat di Kabupaten Aceh Selatan, ada harimau yang kakinya terluka akibat jerat. Karena sudah tidak bisa berburu di hutan, akhirnya harimau itu mencari mangsa ternak masyarakat.”

Jika harimau tersebut tidak mau kembali ke hutan, pilihan terakhir adalah ditangkap dan dipindahkan ke tempat lain.

“Saya hanya berharap harimau dijaga dan hutan yang menjadi rumahnya baik-baik saja. Harimau tidak akan mengganggu jika memang tidak diusik,” tegas lelaki yang biasa dipanggil Carwani.

Baca: Perburuan Harimau Sumatera di Aceh Tidak Pernah Berhenti

 

Setiap kali mengawali kegiatan, Sarwani selalu mengajak masyarakat untuk berdoa bersama agar konflik harimau bisa diatasi. Foto: BKSDA Aceh

 

Komitmen kuat

Kepala BKSDA Aceh, Agus Irianto mengatakan, meskipun sudah sepuh, komitmen Sarwani untuk menyelamatkan harimau sumatera sangat kuat. Bahkan, kakek 37 cucu ini bersedia berangkat kapan saja.

“Pak Sarwani menjadi teladan kita, bekerja menyelamatkan kekayaan hayati Indonesia tidak ada batasan usia.”

Agus mengatakan, Sarwani juga telah berusaha menyampaikan kepada semua orang, bahwa kearifan lokal sangat penting dalam menyelamatkan dan menjaga harimau sumatera dari kepunahan.

“Hal-hal seperti ini harus dijaga dan dipertahankan,” ujar Agus.

Baca juga: Ditangkap, Tiga Penjual Organ dan Kulit Harimau Sumatera di Bengkulu

 

Begini kondisi harimau yang kena jerat pada 22 Januari 2021 di Kecamatan Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara. Kaki kanan depannya terluka. Setelah dilakukan perawatan intensif, harimau yang diberi nama Danau Putra ini telah dilepasliarkan pada 30 Januari 2021 oleh BKSDA Aceh dan tim gabungan. Foto: Dok. Forum Konservasi Leuser

 

Aceh merupakan provinsi di Sumatera yang masih memiliki populasi harimau sumatera [Panthera tigris Sumatrae]. Dengan luas kawasan hutan yang mencapai 3,5 juta hektar, wilayah ini menjadi habitat penting bagi sebanyak 150-200 individu harimau yang tersebar di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] dan hutan Ulu Masen.

Namun, tingginya kegiatan perburuan dan pengrusakan habitat, menyebabkan kehidupan harimau terancam. Akibatnya, pertikaian dengan masyarakat tidak bisa dihindari.

Data BKSDA Aceh menunjukkan, tahun 2017, jumlah konflik harimau sumatera dengan masyarakat sebanyak 10 kasus. Pada 2018 [8 kasus], 2019 [18 kasus], dan 2020 [35 kasus]. Pada 2020 tercatat pula satu individu harimau mati akibat konflik dengan masyarakat, sementara tiga individu terpaksa dipindahkan.

 

Malelang Jaya telah dikembalikan ke hutan Terangun, Gayo Lues, Aceh, pada 9 November 2020. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

International Union for Conservation of Nature [IUCN] menetapkan harimau sumatera berstatus Kritis [Critically Endangered/CR], atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, harimau sumatera merupakan jenis satwa dilindungi.

 

 

Exit mobile version