Mongabay.co.id

Dua Anak Kucing Hutan Diselamatkan Petani di Lamongan

 

Seorang petani tidak sengaja menemukan dua ekor anak kucing hutan (Prionailurus bengalensis) di Dusun Mencorek, Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Dua anak kucing hutan tersebut ditemukan saat Masroin sedang mencari rumput untuk pakan sapi di kebun dekat perkampungan warga. Mendapati hal tersebut warga kemudian penasaran dan ramai-ramai melihat dua ekor anak kucing liar yang mungil ini.

Bapak empat anak ini menceritakan, disaat mencari rumput di kebun itu dia melihat semak-semak yang bergoyang. Dugaanya itu merupakan ulah tikus. Ia pun penasaran, begitu didekati ternyata ada ular sendok (Naja) dan indukan kucing hutan ini sedang berkelahi.

“Begitu melihat saya mereka kemudian lari,” jelas laki-laki bertubuh kurus ini, Senin sore hari (15/02/2021). Dia pun tiba-tiba kaget ketika mau balik arah kakinya menginjak dua ekor anak kucing yang lucu. Karena ditinggal induknya, dia merasa kasihan dan ingin merawatnya di rumah.

baca : Kucing Bakau Terpantau di Hutan Mangrove Wonorejo, Bagaimana Perlindungan Habitatnya?

 

Dua ekor anak kucing hutan ditemukan seorang petani di Dusun Mencorek, Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa timur. Foto : Rohmad Avi Hidayat

 

Sesampai di kediaman dia akhirnya melihatkan penemuannya itu ke anak laki-lakinya bernama Yusuf Fadhil Arrojabi yang juga mempunyai ketertarikan memelihara hewan. Merasa seneng, dia lalu berbagi informasi melalui whatsapp grup keluarga.

Dari situ kemudian ada keluarga yang merespon dan memberi tahu bahwa kucing yang ditemukan itu merupakan jenis kucing yang status konservasinya terancam atau populasinya menurun, sehingga termasuk jenis satwa liar mamalia yang dilindungi.

“Saya jadi takut nanti dikira memelihara, makanya lebih baik saya serahkan saja ke pihak berwenang,” kata pria 40 tahun ini.

Keesokan harinya petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Wilayah III Surabaya mendatangi lokasi dan mengamankan satwa yang masa reproduksi sepanjang tahun dengan masa kehamilan sekitar 70 hari ini.

Sebenarnya dia juga merasa berat hati karena disisi lain anak laki-lakinya sangat senang dan ingin merawat kucing hutan tersebut. “Tapi kata anak saya yawes tidak apa-apa, Insya Allah dapat pahala bisa menyelamatkan kucing hutan yang dilindungi,” pungkasnya.

baca juga : Sedih, Kucing Emas yang Kena Jerat Babi Itu Mati

 

Yusuf Fadhil Arrojabi (10) menunjukkan anak kucing hutan yang ditemukan ayahnya di kebun. Foto : Rohmad Avi Hidayat

 

Melakukan Inventarisasi

Kepala Seksi BBKSDA wilayah III Surabaya, Dodit Ari Guntoro mengatakan setelah ditemukannya kucing hutan yang merupakan satwa dilindungi itu pihaknya akan melakukan beberapa upaya. Salah satunya menginventarisir lokasi ditemukannya kucing hutan tersebut. Apalagi ini merupakan temuan yang kedua setelah ditemukan ular sanca kembang (Python reticulatus) pada tahun 2020 lalu.

“Berdasarkan keterangan warga yang menemukan itu kan dia menemukan ketika indukannya sedang bertengkar dengan ular. Artinya anak kucing hutan ini kan dalam kondisi terancam,” jelas Dodit saat dihubungi pada, Selasa (16/02/2021).

Ia menjelaskan, kucing hutan jenis Prionailurus bengalensis itu termasuk masuk kategori satwa dilindungi sesuai  Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018.

Dalam PP No.7 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, kucing hutan Prionailurus bengalensis masih ditulis dengan nama ilmiah Felis bengalensis.

menarik dibaca : Kucing Merah Itu Terekam Kamera di Hutan Kalimantan Tengah

 

Kucing hutan (Prionailurus bengalensis) berstatus dilindungi ini ditemukan saat warga sedang mencari rumput di kebun. Foto : Rohmad Avi Hidayat

 

Lebih lanjut dia mengatakan jika dilihat dari habitatnya, kucing hutan ini untuk persebarannya memang luas. Sebelumnya pihaknya akan melihat peta terlebih dahulu bagaimana keadaan lingkungan sekitar ditemukan kucing hutan itu. Dia menduga bisa jadi kucing hutan ini berasal dari kawasan hutan produksi milik Perhutani yang pada akhirnya berpindah ke kebun warga yang tidak jauh dari pemukiman.

“Dalam waktu dekat kita akan mencoba untuk berkoordinasi dengan teman-teman Perhutani bahwa potensi keanekaragaman hayati di kawasan tersebut itu lumayan banyak, bahkan beberapa yang ditemukan warga itu juga termasuk satwa yang dilindungi,” jelasnya.

Selain penting untuk produksi kayu, lanjut Dodit, kawasan hutan yang dikelola Perhutani memang berpotensi memiliki keanekaragaman hayati. Dan pihak BBKSDA wilayah III Surabaya juga sedang melakukan kegiatan untuk inventarisasi keanekaragaman hayatinya.

Artinya jika masih banyak terdapat satwa yang dilindungi, katanya, bisa diusulkan ditetapkan sebagai kawasan hutan bernilai keanekaragaman hayati yang tinggi.

Berikutnya pihaknya akan terus melakukan sosialisasi dan menghimbau kepada warga agar lebih peduli dengan satwa yang dilindungi. “Kami mengharapkan agar warga melapor atau menyuarakan juga apa yang menjadi nilai-nilai konservasi, bahwa satwa liar itu seharusnya tidak dipelihara. Akan lebih baik dibiarkan lepas di alam,” jelasnya.

baca juga : Kucing Liar Terkecil di Dunia Ini Suaranya Mirip Kicauan Burung

 

Dua anak kucing hutan ini kemudian diserahkan ke petugas BBKSDA Surabaya. Foto : Nasrudin Abdul Rozaq

 

Dirawat Sementara

Dodit bilang, saat ini bayi kucing hutan yang diduga berjenis kelamin jantan dan betina tersebut diamankan di BBKSDA Surabaya. Karena kondisinya yang masih bayi jadi perlu perawatan yang intensif.

Dia juga belum bisa memastikan kapan akan dilakukan pelepasliaran di alam. Untuk tahap awal pihaknya akan merawat dan melihat perkembangan kondisi kesehatannya. Untuk melepasliarkan juga ada tahapan-tahapan yang harus dilalui, misalnya harus dinilai perilakunya terlebih dahulu, liar atau tidak. Berikutnya kemudian akan menentukan rencana untuk pelepasliaran.

Jika dilihat dari literatur, kata Dodit, kucing hutan ini untuk pola persebarannya luas dari Sumatra dan Jawa. “Tentu kita juga akan mencari lokasi yang aman buat mereka. Jika akan dikembalikan ke lokasi penemuan sepertinya tidak aman, karena hutan sudah banyak jadi kebun maupun persawahan. Dekat juga dengan pemukiman masyarakat,” pungkasnya.

 

Exit mobile version