Mongabay.co.id

Seekor Duyung Penuh Luka Terdampar di Perairan Pulau Morotai

 

Warga pesisir Desa Sangowo Induk, Kecamatan Morotai Timur, Pulau Morotai, Maluku Utara hebuh, dan berbondong-bondong menuju pantai untuk melihat Duyung atau Dugong dugon yang terdampar di perairan desa tersebut, pada Jumat siang (18/2/2021).

Mamalia laut itu ditemukan pertama kali oleh Yanto Pinang dan Supardi Puputungan, pada pukul 10.30 WIT, dengan jarak dari garis pantai kurang lebih 35 meter. Saat itu, kondisi dugong dengan panjang kurang lebih 3,28 meter dan bobot sekira 7 kilogram lebih itu sudah dalam kondisi mati dan penuh luka.

Rusman Umar, warga Desa Sangowo Induk mengatakan, dugong dalam kondisi mati itu ditemukan saat Yanto dan Supardi, nelayan setempat yang baru saja pulang dari melaut.

“(Saat itu) Yanto dan Supardi baru saja pulang memancing ikan. Mereka lihat ikan duyung itu terdampar di pantai. Mereka berdua langsung mengangkat ke daratan untuk memastikan masih hidup atau sudah mati. Tapi (ternyata) ikan sudah mati,” kata Rusman.

baca : Duyung Terdampar di Perairan Morotai, Belum Setahun Lima Mati

 

Seekor dugong ditemukan mati penuh luka di perairan pesisir Desa Sangowo Induk, Kecamatan Morotai Timur, Pulau Morotai, Maluku Utara, Jumat (19/2/2021). Foto : istimewa

 

Dia melanjutkan bangkai dugong sudah dicek oleh petugas Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di Pulau Morotai.

“Terdapat luka-luka di badan duyung. Kemungkinan, ikan lain menyerang duyung itu, hingga mati dan terdampar di Pantai Desa Sangowo. Sementara, petugas dari PSDKP sudah turun (memeriksa kondisi dugong),” ungkap Rusman.

Sebelumnya, pada tahun 2017, Dinas Perikanan Pulau Morotai mencatat ada lima kasus dugong mati di pulau-pulau kecil di Kabupaten Pulau Morotai. Faktor penyebab duyung mati itu, mulai dari soal pengaruh suhu perairan, hingga perburuan. Bahkan, sebagian, warga di Morotai juga masih mengkonsumsi daging dugong.

Sedangkan Iki Tamanyira dari Komunitas Dodoku Dive Center mengatakan saat dia membawa tamu dalam trip ke Pulau Morotai pada 2016, mereka menemukan ada warga yang menangkap dua dugong dan mengikat dugong tersebut menggunakan tali.

“Saat itu, kami meminta warga di pulau itu, untuk melepas kedua dugong tersebut. Namun warga tidak mau,” ungkap Iki.

Setelah trip diving tersebut, komunitas ini pun mengkampanyekan kejadian tersebut. ”Hingga terdengar oleh ibu Susi, Menteri Kelautan dan Perikanan kala itu. Lalu aparat pun turun ke lokasi agar dugong itu dilepas,” ungkapnya.

baca juga : Nelayan Morotai Mau Pelihara Dugong, Begini Tindakan Petugas…

 

Seorang warga saat memeriksa kondisi dugong yang mati terdampar di perairan Desa Sangowo Induk, Pulau Morotai, Maluku Utara. Foto : istimewa

 

Iki bilang, memang di Morotai, masih ada warga yang tidak tahu kalau mamalia ini dilindungi. “Bahkan, ada warga yang bikin kandang dari jaring lalu mengurung dugong,” katanya.

Selain itu, kata Iki, Dugong juga sering di dapat di perairan Pulau Hiri, Kota Ternate. Ia bersyukur, karena warga di sekitar pulau Hiri memang sangat menjaga mamalia tersebut.

“Kami pun selalu bersosialisasi dengan warga di sekitar Kelurahan Tafraka, Pulau Hiri. Jika ada yang melaut dengan perahu, agar tidak dekat dengan lokasi yang banyak padang lamun, karena di sana dugong mencari makan. Sebab, ada kejadian dugong luka akibat tubuhnya kena baling-baling perahu,” ujarnya.

“Bahkan, warga Hiri ketika melaut dan ketemu dugong, mereka langsung menghindar, menjauh dari dugong,” lanjutnya.

Iki berharap, agar kampanye dan sosialisasi oleh pemerintah harus terus dilakukan, agar warga di pulau-pulau kecil, mendapat edukasi terkait mamalia yang dilindungi ini.

menarik dibaca : Kisah Mempertemukan Bayi Duyung dengan Induknya di Raja Ampat

 

Kondisi dukong mati penuh luka yang terdampar di peraran desa Sangowo Induk, Pulau Morotai. Foto : istimewa

 

Sementara Khismanto Koroy, Akademisi Fakultas Perikanan Universitas Pasifik Pulau Morotai mengatakan, pengaruh suhu perairan sangat berpengaruh terhadap lingkungan biota laut. Termasuk fenomena dugong terdampar.

“Biasanya ada perubahan suhu secara drastis. Untuk faktor secara khusus belum bisa dipastikan. Perlu kajian yang lebih rinci soal fenomena itu,” ucap Kismanto.

Secara umum, kata Khismanto, perubahan suhu dapat mempengaruhi biota maupun lamun yang menjadi makanan dari duyung.

“Fenomena dugong mati sudah terjadi sejak 2019 kemarin. Tepatnya di Galo-Galo, Morotai. Bisa jadi faktor antropogenik, yakni karena adanya perburuan,” kata Alumni IPB tersebut.

 

Exit mobile version