Mongabay.co.id

Walhi Menangkan Gugatan di MA: Rencana Eksploitasi Mantimin Mining di Meratus Batal

Kampung Batutangga yang berada di lemban Pegunungan Karst Meratus, yang terancam hilang dan tergusur jika aktivitas pertambangan dilakukan PT Mantimin Coal Mining. Foto :Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Kabar baik bagi para pegiat lingkungan hidup, kawasan karst di Pegunungan Meratus dan keselamatan masyarakat. Mahkamah Agung memenangkan Walhi atas gugatan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan perusahaan batubara, PT Mantimin Coal Mining (MCM). Pada 4 Februari 2021, Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali MCM, sebuah perusahaan dengan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) di Kalimantan Selatan.

“Ini kabar baik di tengah bencana ekologis yang terjadi di Kalimantan Selatan. Putusan ini dinantikan rakyat Kalsel setelah melalui proses panjang dan dua kali gagal dalam gugatan awal di PTUN Jakarta dan di tingkat banding di Pengadilan Tinggi, akhirnya suara rakyat Kalsel dimenangkan,” kata Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Walhi Kalsel, dalam diskusi daring baru-baru ini.

Sebelumnya, pada 28 Februari 2018, Walhi bersama kuasa hukum yang tergabung dalam tim advokasi pengabdi lingkungan hidup mendaftarkan gugatan terhadap Menteri ESDM, Ignasius Jonan yang mengeluarkan SK Menteri ESDM Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan MCM jadi tahap operasi produksi.

SK yang keluar 4 Desember 2017 berada pada tiga kabupaten yaitu Kabupaten Tabalong, Balangan dan Hulu Sungai Tengah seluas 5.908 hektar.

“Walhi berterimakasih kepada semua pihak dan seluruh elemen masyarakat yang mendukung gugatan. Ini berita baik di tengah terjangan bencana ekologis. Untuk pihak tergugat yaitu KESDM dan MCM kami mendesak harus menjalankan putusan MA ini,” katanya.

Perjuangan penyelamatan Pegunungan Meratus, katanya, sudah sejak tahun 1980-90-an sampai sekarang. Ia meliputi perjuangan menyelamatkan hutan dari industri tambang dan ekstraktif lain, juga upaya dapatkan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat.

 

 

Baca juga: Mahkamah Agung Kabulkan Kasasi Walhi, Cabut Izin Tambang Batubara di Meratus

Walhi, sebetulnya telah memenangkan gugatan di tingkat Kasasi MA melalui Putusan Kasasi MA Nomor 369 K/TUN/LH/2019, pada 15 Oktober 2019. Amar putusan Kasasi MA menyebutkan, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya dan menyatakan batal atau tidak sah SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017. Putusan ini juga mewajibkan tergugat (Menteri ESDM) mencabut SK itu.

Pertimbangan hukum majelis hakim kasasi MA lebih kepada fakta dan kondisi di Kalsel yang punya kawasan karst harus dilindungi. Hakim menilai sebagian areal tambang MCM berada di kawasan karst merupakan kawasan lindung geologi. Apabila kawasan ini tereksploitasi, berpotensi merusak fungsi aquifer air alami yang berfungsi sebagai penampung dan penyalur air bagi wilayah di sekitarnya.

“Sangat tepat Majelis Hakim Kasasi MA menyebutkan, tindakan hukum Menteri ESDM mengeluarkan SK itu melanggar  asas-asas umum pemerintahan yang baik, yakni asas kehati-hatian precautionary (precautionary principle),” kata Kis.

Melalui putusan PK-MA ini, Walhi desak Menteri ESDM patuh menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan.

“Tidak ada lagi alasan menunda dan tidak melaksanakan putusan pengadilan.”

Walhi juga meminta, Presiden Joko Widodo segera melakukan evaluasi dan mencabut izin-izin yang bermasalah di Kalsel, mengingat bencana ekologis merupakan potret muram krisis iklim dan krisis lingkungan di wilayah itu.

Catatan Walhi, dengan luas wilayah Kalsel sekitar 3,7 juta hektar, hampir 50% sudah terbebani izin pertambangan dan perkebunan sawit, perkebunan kayu dan HPH. Beban perizinan tambang batubara paling besar.

Beban lingkungan di Kalsel, kata Kis, bisa terlihat dari perizinan industri ekstraktif yaitu izin usaha pertambangan (IUP) minerba 628.708 hektar, dengan rincian mineral 81.825 hektar, mineral bukan logam 33.741 hektar, batubara 489.483 hektar, dan batubara Pulau Laut 23.659 hektar.

Di sektor hutan, izin usaha kehutanan seluas 743.078 hektar yakni HPH 197.167 hektar, HTI 539.882 hektar, dan izin perkebunan 811.115 hektar. Luas HGU mencapai 503.704 hektar dan izin lokasi seluas 307.411 hektar.

Dalam konteks Pegunungan Meratus, tercatat ada sekitar 4.301,78 hektar lahan terbuka pertambangan dan 10.148,29 hektar berupa perkebunan. Dari sisi perizinan untuk korporasi di Pegunungan Meratus sekitar 6.228, 36 hektar HGU 51.644,80 hektar minerba, dan 95.201,47 hektar HTI.

Nur Hidayati, Direktur Walhi Eksekutif Nasional, mengatakan, izin KESDM untuk MCM bertentangan dengan rencana tata ruang dan wilayah Hulu Sungai Tengah. Sayangnya, kehadiran omnibus law UU Cipta Kerja, kata Yaya, sapaan akrabnya, membuat pemerintah daerah tak bisa mengatur tata ruang wilayah dengan optimal dalam mencegah kerusakan lingkungan hidup masa mendatang.

“UU Cipta Kerja dan UU Minerba yang baru memberikan keleluasaan luar biasa kepada perusahaan tambang,” katanya.

 

Baca juga: Pengadilan Tolak Gugatan Walhi soal Kasus Tambang di Meratus

Sungai di Desa Nateh untuk irigasi dan kehidupan warga desa di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalsel. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Komitmen daerah

Pemerintah daerah dan DPRD HST hendaknya bisa menindaklanjuti putusan MA ini dengan kebijakan yang melindungi kawasan ekosistem esensial Meratus sebagai sumber air bagi masyarakat dalam jangka panjang. HST, katanya, satu-satunya kabupaten di Kalsel yang tak punya industri batubara.

Yazid Fahmi, anggota DPRD HST, mengatakan, komitmen ini telah disampaikan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) demi menghindari konflik sosial dan menjaga lingkungan hidup.

Komitmen dalam RPJMD ini menjadi penting, kata Yazid, karena saat ini juga ada indikasi penebangan kayu liar yang mengancam Pegunungan Meratus.

“Sementara tak ada izin penebangan kayu di sini,” katanya.

Senada dengan Yazid, Wakil Bupati HST, Berry Nahdian Forqan—sebelum serah terima dengan wakil bupati terpilih—mengatakan, pemerintah daerah sangat menyadari daerah ini rawan bencana karena akumulasi perubahan tata guna lahan dampak eksploitasi masa lalu dan saat ini.

“Kawasan Meratus ini sangat rawan. Kalau hujan lebat berdampak pada longsor dan banjir bandang karena jika disusuri sepanjang Sungai Parabay sampai ke atas itu relatif sudah tidak ada tutupan hutan,” katanya.

Berry bilang, tak ada jalan lain selain komitmen menyelamatkan Pegunungan Meratus dengan eksplisit menyebut dalam RPJMD bahwa pemerintah daerah menolak ada perkebunan dan tambang skala besar atau praktik lain yang merusak seperti pembalakan liar.

Berry mengingatkan, upaya ini perlu dukungan semua pihak, karena selain masa jabatannya yang akan berakhir, ancaman tak hanya datang dari MCM, tetapi banyak perusahaan lain bisa datang untuk mengeksploitasi kawasan ini.

Pemerintah daerah saat ini, katanya, telah memberikan rekomendasi kepada pimpinan selanjutnya agar melanjutkan program #SaveMeratus agar tak tereksploitasi dalam bentuk apapun. Juga merekomendasikan penghijauan kembali agar Meratus menjadi kawasan penyerap air dan konservasi.

Pemerintah daerah juga menyurati KESDM agar mencabut izin MCM secara keseluruhan. Pemerintah HST juga meminta KESDM evaluasi izin perusahaan lain di HST.

Kuasa hukum Walhi Judianto Simanjuntak mengingatkan KESDM agar tak mengabaikan putusan MA ini karena ini sudah final dan mengikat.

“Ini momentum bagi KESDM evaluasi kebijakan yang tidak berpihak pada lingkungan. Ini pelajaran bagi KESDM bahwa lingkungan dan sumber air sudah harusnya dilindungi demi masa depan masyarakat Kalsel.”

 

Keindahan alam di Lembah Pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalsel, yang terancam tambang batubara PT.MCM. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

 

*****

Foto utama: Putusan MA memenangkan Walhi. Bagi pegiat lingkungan, jadi angin segar bagi penyelamatan kawasan karst Meratus di Kalimantan Selatan. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version