Mongabay.co.id

OTT Gubernur Sulsel, Walhi Minta KPK Dalami Kasus Tambang Pasir Laut dan Proyek MNP

 

Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu, (27/2/2021), atas dugaan tindak pidana korupsi sejumlah proyek infrastruktur di Sulsel.

Melalui konferensi pers, Minggu dini hari (28/2/2021), Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan kronologis OTT tersebut, dimana Tim KPK telah mengamankan enam orang di tiga tempat yang berbeda, yaitu NA (Nurdin Abdullah) Gubernur Sulsel, AS (Agung Sucipto) Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, ER (Edy Rahmat) yang merupakan Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulsel. Tiga orang lainnya adalah NY (Nuryadi) merupakan sopir AS, SB (Samsul Bahri) yang merupakan ajudan NA, dan IF (Irfan) yang merupakan sopir keluarga ER.

Nurdin Abdullah disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

baca : Nasib Nelayan Kala Perusahaan Tambang Keruk Pasir di Perairan Sangkarrang

 

Melalui konferensi pers, Minggu dini hari (28/2/2021), Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan kronologis OTT tersebut, dimanah Tim KPK telah mengamankan 6 orang di 3 tempat yang berbeda. Foto: Chanel Youtube KPK

 

Menanggapi OTT ini, Direktur Eksekutif Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin menyatakan rasa syukur dan apresiasi kepada KPK, karena penangkapan tersebut seakan menjawab doa-doa masyarakat Pulau Kodingareng yang selama ini terdampak tambang pasir laut dan tak mendapat perhatian dari pemerintah.

“Melihat betapa besarnya penderitaan nelayan, dan lemahnya penegakan hukum di Sulsel, dan betapa mereka kebal hukum selama ini, penangkapan ini merupakan jawaban atas doa-doa dan harapan kita semua. Kita berharap ada perubahan yang mendasar, perubahan kepemimpinan dan model pengelolaan pemerintahan di Sulsel di masa yang akan datang,” ungkap Amin dalam konferensi pers via daring, Sabtu (27/2/2021).

Amin berharap KPK nantinya tidak hanya menyidik kasus dugaan tindak korupsi terkait aliran dana Rp2 miliar yang disangkakan saat ini, tapi juga mengembangkan dan memeriksa keterkaitan Nurdin Abdullah dalam kasus tambang pasir laut di Pulau Kodingareng dan proyek reklamasi Makassar New Port (MNP).

“Kami juga mendesak KPK untuk mengembangkan dan memeriksa sejumlah nama yang pernah kami laporkan ke KPPU. Ada beberapa nama seperti pemilik PT Banteng Laut Indonesia, PT Nugraha Indonesia Timur, kiranya turut diperiksa yang menjadi bagian dari tambang pasir di Pulau Kodingareng dan proyek reklamasi MNP,” ujarnya.

baca juga : Aksi Penolakan Nelayan dan Sengkarut Tambang Pasir Laut di Makassar

 

Barang bukti berupa uang tunai Rp2 miliar yang berhasil diamankan KPK dalam operasi OTT. Foto: Chanel Youtube KPK

 

Amin juga meminta agar dilakukan penegakan hukum atas seluruh perusahaan tambang yang beroperasi di Pulau Kodingareng dan segera dilakukan pemulihan kerusakan sosial-ekologis yang sudah terjadi

“Evaluasi dan hentikan aktivitas proyek reklamasi MNP dan evaluasi seluruh proyek strategis nasional yang rentan menjadi bancakan oleh elit politik lokal-nasional untuk keuntungan diri dan kroni-kroninya.”

Menurut Amin, aktivitas penambangan pasir di Pulau Kodingareng tidak hanya berdampak secara ekologis tetapi juga berdampak buruk bagi ribuan nelayan yang menggantungkan sumber perekonomiannya dari laut. Di antaranya, nelayan kehilangan wilayah tangkap, morfologi bawah laut berubah, karang laut hancur, dan air mengalami kekeruhan.

Hilangnya ruang produksi perikanan berakibat pada krisis pangan warga, dimana hasil tangkapan berkurang, pendapatan menurun. Warga pun kesusahan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga, biaya pendidikan, kesehatan, hingga sebagian warga harus berhutang ke warga yang lain.

“Bukti adanya krisis ini beberapa nelayan menghubungi saya untuk meminjam uang karena sejak penambangan ini mereka tidak mendapat penghasilan lagi,” katanya.

Selain itu, kehilangan ruang produksi ini memaksa sebagian warga untuk mencari sumber penghidupan lain, semisal keluar dari pulau untuk merantau ke wilayah lain, di antaranya ke Papua, NTT, Banggai, dll.

perlu dibaca : Rugikan Nelayan, Walhi Sulsel Tuntut Penghentian Tambang Pasir dan Pembangunan Makassar New Port

 

Aksi nelayan dari Pulau Kodingareng Makassar melakukan aksi pengadangan kapal Boskalis di laut perairan Spermonde. Foto : Walhi Sulsel

 

Tak hanya itu, dampak buruk lainnya adalah sebanyak 32 warga Kodingareng dikriminalisasi, sebagian lainnya mengalami kekerasan dan intimidasi, baik oleh oknum aparat keamanan maupun para preman.

“Situasi itu membuat anak-anak pulau trauma, mengalami gangguan psikologis akibat aparat yang keluar masuk pulau, dan konflik sosial yang tak berkesudahan.”

Sementara di kawasan proyek reklamasi MNP, telah terjadi sedimentasi laut di wilayah tangkap nelayan akibat material timbunan proyek reklamasi. Di saat yang sama, akses nelayan terhadap wilayah tangkapnya terganggu, dan terpaksa mengeluarkan ongkos yang lebih besar untuk bisa melaut di area tangkap yang lebih jauh.

Merah Johansyah, Direktur Jatam dan Kordinator Koalisi Selamatkan Laut Indonesia, juga berharap OTT ini juga menyasar kasus tambang pasir laut dan proyek MNP, karena antara satu kasus dengan kasus lainnya saling kait terkait.

“Pengungkapan kasus korupsi ini juga menunjukkan puncak gunung es dari banyak kasus-kasus korupsi lainnya yang melibatkan oligarki, dinasti politik dan kolega gubernur,” katanya.

Menurut Merah, dimensi kerugian warga dan kerusakan lingkungan hidup bisa digunakan KPK untuk mengembangkan proses kasus ini.

“Harapan kami KPK tetap kuat, harus sungguh-sungguh memberantas korupsi ini, memeriksa semua pihak yang terkait dan alirannya ke partai-partai politik, itu harus diperiksa, karena ini ada hubungan dengan ijon politik. Kalau ini tidak dilakukan maka menjadi cermin dari demokrasi Indonesia bagaimana politik Indonesia justru digunakan untuk menghancurkan lingkungan hidup dan memiskinkan warganya,” tambah Merah.

baca juga : Penambangan Pasir Laut di Spermonde Datang, Ikan Tenggiri Menghilang

 

Puluhan nelayan Pulau Kodingareng menggelar aksi di laut di dekat Kapal Queens of The Netherlands, pada Agustus 2020. Nelayan menolak penambangan pasir yang dilakukan PT. Royal Boskali karena merusak wilayah tangkap ikan nelayan. Foto : WALHI

 

Pengaruh NA di Perizinan Tambang Pasir laut

Sebagaimana diketahui, terdapat 15 izin usaha pertambangan di wilayah tangkap nelayan Kodingareng yang mendapat izin dari Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah. Dari 14 IUP itu, empat perusahaan di antaranya berstatus operasi produksi, antara lain PT Banteng Laut Indonesia, PT Alefu Karya Makmur, PT Nugraha Indonesia Timur, dan PT Berkah Bumi Utama.

Dari empat perusahaan di atas, dua perusahaan, yakni PT Banteng Laut Indonesia dan PT Alefu Karya Makmur ditetapkan sebagai pemenang tender untuk penyediaan pasir laut bagi proyek reklamasi Makassar New Port.

Perusahaan pemenang tender itu ditentukan oleh PT Pelindo IV, dan kuat dugaan terdapat pengaruh dari Gubernur Sulsel. Dugaan ini beralasan, sebab, pemilik, pemegang saham, dan pengurus dari PT Banteng Laut Indonesia adalah orang-orang terdekat sang gubernur.

Akbar Nugraha (Direktur Utama), Abil Iksan (Direktur), dan Fahmi Islami (Pemegang Saham) ada dalam jajaran pengurus PT Banteng Laut Indonesia merupakan mantan tim pemenangan pasangan Nurdin Abdullah – Sudirman Sulaiman pada Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan pada 2018 lalu. Saat itu, pasangan Nurdin – Sulaiman diusung Partai PDI Perjuangan, PAN, dan PKS, serta didukung PSI.

Dalam kaitan dengan proyek reklamasi Makassar New Port, Nurdin Abdullah diduga mengambil keuntungan proyek strategis nasional itu, melalui perusahaan koleganya, PT Banteng Laut Indonesia.

 

Aksi nelayan Pulau Kodingareng Makassar mendatangi lokasi pembangunan Makassar Newport (MNP) yang menjadi ‘biang’ penambangan pasir laut di peraiaran Sangkarrang Makassar. Foto: Walhi Sulsel

 

Terkait kasus tambang pasir laut dan proyek MNP ini, Walhi Sulsel melalui Koalisi Selamatkan Laut Indonesia telah melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, dan Komnas HAM pada Juli – Oktober 2020 lalu.

Menurut Amin, laporan itu telah diterima dan ditindaklanjuti oleh KPPU Sulsel dengan memanggil Gubernur Nurdin Abdullah dan pihak terlapor lainnya. Namun menurut KPPU Sulsel, Nurdin Abdullah tak memenuhi panggilan tersebut.

Komnas HAM pun telah menindaklanjuti laporan Koalisi Selamatkan Laut Indonesia dengan mengunjungi warga di Pulau Kodingareng. Namun, saat di Makassar Nurdin Abdullah tidak berhasil ditemui pihak Komnas HAM.

 

Exit mobile version