Mongabay.co.id

Sampah di Laut Dampak Kegagalan Penanganan di Darat

 

Kota Bogor di Jabar dan Kota Banjarmasin di Kalimantan Selatan dinilai menjadi dua daerah yang cukup konsisten melakukan pengurangan sampah plastik dari larangan pemberian kantong kresek. Walau daerah lain juga memiliki regulasi yang sama, penegakan hukum dan konsistensi adalah kunci.

Hermawan Some, Dewan Pengarah Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) dan Koordinator Nol Sampah Surabaya dalam diskusi online “Menelusuri Gempuran Sampah Laut” pada Sabtu (13/2/2021) yang diselenggarakan BaleBengong dan Warmadewa Research Centre mengingatkan sumber sampah di laut adalah sampah di darat yang tak terkelola.

Pada 2009-2015, Komunitas Nol Sampah di Surabaya giat menggelar aksi “rampok kresek” di sepanjang car free day. Mereka mengajak warga untuk menukarkan kantong kresek dengan tas kain. Komunitas ini juga bekerja bersama nelayan untuk isu sampah. Hermawan mendorong kampanye ekonomi sirkular sebagai solusi penanganan sampah jangka panjang.

Saat ini komunitas ini bagian dari jejaring AZWI yang terdiri dari sedikitnya sembilan organisasi garis depan lingkungan seperti Greenpeace, PPLH Bali, Ecoton, Walhi, Nexus, dan lainnya.

baca : Riset: Jenis Sampah Di Pesisir Jadi Potret Kondisi Daratan

 

senja bersampah di Pantai Kedonganan, Kuta, Bali pada Februari 2021. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
di pantai kedonganan-feb 2021

 

AZWI baru-baru ini memantau efektivitas Perda Larangan Plastik Sekali Pakai di Bali bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK). Namun, tak sulit mendapatkan kantong plastik, sedotan, dan styrofoam. Tiga hal yang dilarang untuk menggunakan, diproduksi, dan didistribusikan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No.97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai (PSP). Data-data volume sampah juga menunjukkan peningkatan timbulan sampah PSP di Bali pada semester kedua pasca pemberlakukan Pergub ini.

Secara teori, tiap orang menghasilkan sampah. Warga di kota kecil memproduksi sampah sekitar 0,4 kg, kota sedang 0,6 kg, dan kota besar 1 kg per hari. Sampah di Indonesia sekitar 67 juta ton. “Penelitian di Surabaya, sampah plastik naik sampai 21% selama pandemi,” sebut Hermawan.

Ada sejumlah penyebab polusi sampah di laut. Dari sistem Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang masih banyak berpraktik open dumping, penumpukan sampah saja. Padahal menurut UU terkait persampahan hanya ditoleransi sampai 2008. Sungai pun masih jadi tempat sampah terpanjang di dunia.

UU Sampah di Indonesia menurutnya sudah cukup. Semua daerah di Bali juga sudah semua sudah memiliki Perda pengelolaan sampah sejak 2013. Bahkan ada aturan turunan, seperti Pergub dan Perbup. “Jadi, Bali sudah bagus dari sisi aturan,” urainya. Namun, pengelolaan sampah idealnya di tingkat kawasan, bukan oleh pihak ketiga.

baca juga : Sampah dan Refleksi Peradaban Kita

 

Warga memulung sampah di aliran Sungai Citarum, di daerah Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Kondisi sungai yang memburuk memudahkan terjadinya banjir setiap musim penghujan tiba. Foto: Djoko Subinarto

 

Konsistensi larangan kresek saat belanja di pertokoan Banjarmasin dan Bogor menurut Hermawan Some karena memang ada tokoh di Dinas Lingkungan Hidup yang serius dan konsisten mengawal regulasi. Tetapi dorongan komunitas juga dinilai penting. “Dulu di Surabaya pada 1988 ada sidang justisi untuk yang bawa kantong plastik. Di Sidoarjo juga begitu,” contohnya.

Kampanye publik juga penting untuk perubahan perilaku, misalnya terkait dampak pada kesehatan. Ada risiko keracunan dari penggunaan botol air kemasan yang digunakan kembali. Cara lain dengan menunjukkan hitung-hitungan ekonomi. Misalnya dampak sampah pada kurangnya turis.

Dulu, Hermawan mengingatkan banyak orang belajar di Bali seperti TPST di Sanur, unit pengelolaan sampah Jimbaran Lestari, dan lainnya. Skala komunitas menurutnya lebih baik dan efektif. Contohnya di Surabaya ada kampanye pembuatan magot dan manfaatnya sebagai pakan ternak bernutrisi jika berhasil mengolah sampah organik.

Sampah baru jadi perhatian setiap kali menerjang pantai-pantai di Bali, terutama area wisata. Namun fokus penanganan di hilir, bukan hulu. Peningkatan volume sampah plastik pun terjadi saat pandemi ini, walau aktivitas usaha berkurang. Bali Partnership, sebuah kolaborasi riset menyebutkan hanya sekitar 48% timbulan sampah di Bali yang telah dikelola baik, didaur ulang maupun diangkut ke TPA. Sementara sisanya ada yang dibakar, dibuang ke lingkungan, saluran air, dan berakhir di laut.

Riset kolaboratif ini menyebut ada 33.000 ton sampah plastik dari Bali berakhir di laut setiap tahun. Jika didistribusikan ke sekitar 4,3 juta penduduk Bali, tiap orang membuang 20 gram sampah plastik secara konsisten tiap hari selama satu tahun. Jumlah yang besar.

perlu dibaca : Sungai Masih jadi Tempat Buang Sampah Plastik, Belajar dari Pengelolaan di Australia

 

Pencemaran yang terjadi menyebabkan penurunan kualitas lingkungan pesisir dan laut. Akibatnya, kelangsungan hidup biota di laut menjadi terganggu. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Masalah sampah di Indonesia

Diskusi ini merangkum sejumlah data masalah dan tantangan penanganan sampah di Indonesia yang disampaikan Hermawan Some. Pada 2015/2016, hanya 194 dari 355 kabupaten/kota (55%) yang TPA dipantau tidak melakukan praktik open dumping. Jadi, sebagian masih melanggar ketentuan UU pengelolaan sampah. Pada 2019 baru mencapai 60% dari yang dipantau.

Sampah di Sungai Ciliwung (sepanjang 119 km dan 23 Anak Sungai) mencapai 7.000 ton per hari. Dari jumlah itu, sekitar 8% (180 ton) mengendap dan mencemari Kali Ciliwung. Sebagian besar bermuara ke laut (KLHK, 2017).

Data World Resource Institute (WRI), ada empat sungai di Jawa yang turut mencemari lautan, yaitu sungai Bengawan Solo, Sungai Brantas (Jawa Timur), Sungai Serayu (Jawa Tengah) dan sungai Progo (Yogyakarta).

Aspek pembiayaan sering disebut jadi kendala penanganan sampah. Walau sudah ada sejumlah regulasi seperti UU No.18/2008 dan PP No.81/2012. Namun menurut Hermawan, masih ada Perda masih ada yang belum mengacu pada PP No.81/2012.

Tantangannya lain adalah aspek kelembagaan, dulu ada Dinas Kebersihan, sekarang gabung di DLH. Sementara di sisi aspek teknis, ada daerah pilih teknologi pembakaran sampah menggunakan insinerator.

baca juga : Sampah, Dampaknya ke Lingkungan, dan Melihat Program Reduksi Plastik di Negara Lain

 

Anak-anak bermain diantara tumpukan sampah di pesisir Pantai Muncar, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jatim, pada akhir Juni 2019. Sampah mulai bertebaran dan menumpuk pasca banjir besar dari Sungai Wagut dan bermuara di pesisir pantai Tratas pada 2004. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Perda Pengolahan Sampah Propinsi Bali adalah Perda Nomor 5 tahun 2011. Menurutnya perlu direvisi mengacu pada PP No.81/2012. Termasuk Perda di tingkat kabupaten dan kota.

Ada dua regulasi turunannya yakni Peraturan Gubernur No.97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dan Peraturan Gubernur No.47/2019 Pengolahan Sampah Berbasis Sumber.

Di Kota Denpasar ada Perda Kota Denpasar No.3/2015 tentang Pengolahan Sampah dan turunannya Peraturan Walikota Denpasar No.36/2018 Pengurangan Penggunaan Kantung Plastik.

Isinya, setiap orang wajib melakukan pengolahan sampah dari sumber. Misalnya pengolahan sampah di rumah tangga, skala banjar atau lingkungan, bisa berupa komposter, takakura, biopori, bank sampah, TPS3R atau Rumah Kompos sehingga yang dibuang ke TPA hanya residu.

Pengolahan sampah kawasan (perumahan, hotel, perkantoran) wajib melakukan pengolahan sampah sehingga yang dibuang ke TPA hanya residu. Ada juga terkait tanggungjawab produsen terhadap kemasan. Wajib menarik kembali kemasan dan wajib menggunakan bahan yang bisa didaur ulang.

Solusinya adalah mendorong partisipasi masyarakat untuk memilah sampah dari sumber untuk pengurangan timbulan sampah ke TPA.

baca juga : Laut Indonesia dalam Ancaman Sampah Medis COVID-19

 

Onggokan sampah di Pantai Kedonganan, Kuta, Bali pada Februari 2021. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Kabupaten Klungkung disebut sedang memprioritaskan pengelolaan sampah dengan pendirian unit pengolahan sampah skala desa. Saat ini sudah ada 26 TPST dan 19 bank sampah. Pada 2020 ini sampah plastik yang tercatat sampai Oktober hampir 17 ton. Bupati Klungkung meluncurkan Gerakan Bersama Puputan Sampah Plastik.

Sementara di Kota Denpasar, rata-rata jumlah sampah per hari mencapai 850 ton. Sekitar 22 persen diklaim sudah pengolahaan langsung di sumber sampah, baik itu dari metode komposting dan 128 bank sampah yang ada di Kota Denpasar.

Pengurangan sampah juga makin krusial karena kemasan sekali pakai tak mudah didaur ulang. Menurut IBIS World, sekitar 6 miliar botol plastik dibuang setiap tahunnya. hanya 30% yang didaur ulang.

Laporan dari Greenpeace, enam perusahaan pembuat soft drink terbesar di dunia mengatakan bahwa hanya 6,6% dari keseluruhan botol mereka dibuat dari plastik daur ulang.

Jenna Jambeck dari Universitas Georgia juga menyebutkan dari 9,1 miliar ton plastik yang diproduksi, sekitar 7 miliar ton sudah tidak digunakan lagi. Hanya 9 persen yang didaur ulang dan 12 persen lainnya dibakar dan 5,5 miliar ton sampah plastik menumpuk di darat dan air.

Laporan World Economic Forum pun menyebut hanya 5% dari plastik didaur ulang dengan efektif, sementara 40% berakhir di TPA sampah, dan sisanya berakhir di ekosistem seperti lautan.

baca : Siasat Sungai Watch Menghadang Sampah 

 

Aktivitas nelayan di tengah sampah laut di Kedonganan, Badung, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Jika larangan pemberian kantong belanja plastik berjalan konsisten, akan berdampak. Akibat kebijakan ini, sampah plastik di Bogor disebut berkurang 41 ton. Sementara di Banjarmasin, kebijakan larangan kantong plastik untuk toko modern mengurangi sampah plastik hingga 55% atau 52 juta kresek. Hemat Rp563 juta/bulannya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor plastik pada April 2016 sebesar US$570,4 juta atau turun US$11,03 juta dari bulan sebelumnya. Dari sisi volume juga turun menjadi 340.552 ton.

Solusi lain adalah kebijakan dan kampanye pengurangan sampah sisa makanan karena sebagian sampah organik yang dihasilkan adalah sisa makanan. “Gerakan habiskan makanan bisa jadi solusi,” sebut Hermawan. Sampah sisa makanan bisa diolah di sumber dengan cara composting atau budi daya maggot BSF.

Solusi lain untuk mengurangi cemaran sampah di laut adalah memasang trash barier yang mampu merangkap sampah di aliran air. Hal ini dilakukan di Bali oleh Sungai Watch, bagian dari kampanye Make A Change World yang dirintis anak muda ekspatriat, Gary Bencheghib dan saudaranya. Gary populer saat membuat kano dari sampah botol minuman mengarungi kepadatan sampah Sungai Citarum dengan saudaranya, Sam.

Ada tiga jenis trash barriers yang sudah dipasang, trash blocker yang dibuat dari rangkaian besi galvanis tanpa pipa mengapung. Diletakkan di saluran irigasi sawah yang ukurannya menyesuaikan lebar saluran.

Ada juga jenis trash walker, pengahadang sampah berukuran lebih besar untuk ditempatkan di sungai dengan lebar lebih dari 5 meter. Dinamakan trash walker, karena bisa dilalui orang seperti jembatan. Bisa juga digunakan untuk tempat duduk saat mancing.

 

Exit mobile version