Mongabay.co.id

KKP Amankan Kapal Penangkap Ikan Sulut yang Beroperasi di Laut Halmahera Malut

 

Para nelayan Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, sudah lama mengeluhkan “pencaplokan” wilayah tangkap perikanan oleh kapal ikan dari luar Maluku Utara (Malut). Aktivitas yang terjadi sepanjang tahun itu sangat merugikan para nelayan setempat.

Penangkapan ikan oleh nelayan dari luar wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 715 itu masuk sampai ke laut Halmahera. WPP 715 sendiri meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau. Kawasan ini tersebar di enam provinsi masing- masing Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat.

“Hal ini meresahkan nelayan dan pemerintah selama ini, akibat adanya aktivitas kapal ikan di atas 10 GT yang menggunakan alat tangkap jaring dan hand line. Para nelayan luar Malut itu kadang masuk sampai ke area nelayan lokal,” jelas Mufti Murhum Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Halmahera Tengah saat dihubungi Kamis (4/3/2021).

Sebelumnya, Kapal Pengawas Perikanan Hiu 013 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap tiga kapal asal Sulawesi Utara yang melakukan pelanggaran Daerah Penangkapan Ikan (DPI) di perairan  Laut Halmahera Tengah Jumat (26/02/2021).

baca : Kaya Tapi Miskin, Potret Potensi Perikanan Maluku yang Belum Optimal, Kenapa?

 

Kawasan pesisir dan laut di kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara ini terbilang rawan karena terbuka bisa didatangi kapal penangkap ikan dari luar Maluku Utara. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

Mufti mengatakan penangkapan tiga kapal itu menunjukkan keberadaaan kapal-kapal dari luar wilayah Malut yang melanggar DPI dengan menangkap ikan di perairan Halmahera Tengah. “Adanya penangkapan kapal itu, menjadi bukti kapal kapal melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal,” katanya.

Dia menjelaskan apabila kapal-kapal tersebut memiliki izin dari KKP dan lewat Pelabuhan Perikanan Bitung atau pelabuhan perikanan Ternate, maka mereka diwajibkan melaporkan hasil tangkapannya kepada pemerintah setempat atau pelabuhan di mana cek point-nya.

Biasanya kapal-kapal ini memiliki tiga cek point di Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Tobelo dan Pelabuhan Weda. Hanya saja sepanjang tahun mereka beroperasi tidak pernah melaporkan hasil tangkapan mereka. Hal ini sangat merugikan nelayan dan Pemkab Halmahera Tengah.

Mufti menjelaskan walaupun Undang-undang No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur soal kewenangan pengelolaan perikanan untuk pemerintah provinsi dan pusat, tapi kabupaten punya wilayah dan nelayan yang semestinya memanfaatkan potensi itu. Kenyataanya potensi dimanfaatkan nelayan dari luar Maluku Utara.

“Mereka seharusnya memiliki izin cek point di Weda, Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) sehingga bisa diketahui berapa produksi ikan yang mereka tangkap. Jika mereka melapor hasil tangkapan maka ada surat hasil penangkapan dikeluarkan dari Halteng. Ternyata tidak. Potensi ini seharusnya dimanfaatkan oleh nelayan lokal,”tambahnya.

baca juga : Laut Pulau Taliabu Paling Rawan Perikanan Ilegal, Pelaku Bom Ikan Diamankan

 

Petugas Kapal Pengawas Perikanan Hiu 013 sedang mengawasi tiga kapal asal Sulawesi Utara yang melakukan pelanggaran Daerah Penangkapan Ikan (DPI) di perairan Laut Halmahera Tengah, Jumat (26/02/2021). Foto : Ditjen PSDKP KKP

 

Adanya penangkapan oleh kapal ikan luar Malut ini, menunjukan potensi perikanan di Halteng yang banyak dimanfaatkan oleh nelayan luar Halteng.

Dia berharap adanya penegakan hukum terhadap nelayan penangkap ikan di laut Halmahera tanpa izin oleh aparat penegak hukum pemerintah pusat seperti Polairud, TNI Angkatan Laut, dan PPNS KKP yang berfungsi melakukan pengawasan.

“Kami minta isu illegal fishing yang sudah puluhan tahun dikeluhkan ini ditindaklanjuti dengan dibentuknya UPT (unit pelaksana teknis) pengawasan di Patani Halmaera Tengah,” harapnya.

Karena fungsi pengawasan perairan saat ini sudah dialihkan ke pemerintah provinsi maka dia meminta ada UPT di Patani agar bisa dilakukan pengawasan dan pembinaan kepada nelayan di daerah itu.

Wilayah Halteng terdiri dari 73 persen laut dengan 53 desa pesisir, dengan potensi untuk peningkatan produksi perikanan tangkap di Maluku Utara. Apalagi saat ini Pemkab Halmahera Tengah mendorong nelayan lokal dengan fasilitas tangkap 2,5 GT sampai 5 GT yang akan direalisasikan sebanyak 253 armada tangkap pada 2021.

Pemkab Halmahera Tengah melalui dokumen rencana pembangunan jangka menengah dan panjang (RPJMD) akan mengembangkan kawasan terpadu perikanan di kecamatan Patani Halmahera Tengah, untuk memanfaatkan potensi perikanan di wilayahnya. “Saat ini telah disiapkan lahannya dan sudah berkoordinsi dengan pusat dan provinsi. Diharapkan terealisasi tahun ini,” tambah Mufti.

perlu dibaca : Pusat Ekonomi Baru dari Lumbung Ikan Nasional Maluku

 

Satu dari tiga kapal penangkap ikan asal Sulawesi Utara yang diamakan oleh Kapal Pengawas Perikanan Hiu 013 karena melanggar daerah penangkapan ikan (DPI) di perairan Laut Halmahera Tengah, Jumat (26/02/2021). Foto : Ditjen PSDKP KKP

 

Penertiban Kapal oleh KKP

Sebelumnya, Kapal Pengawas Perikanan Hiu 013 milik KKP menangkap tiga kapal asal Sulawesi Utara yang melakukan pelanggaran Daerah Penangkapan Ikan (DPI) di perairan  Laut Halmahera Tengah, Jumat (26/02/2021).

Penangkapan merupakan tindak lanjut KKP menanggapi keluhan nelayan dan masyarakat Maluku Utara tentang pengawasan wilayah perairan dan penertiban terhadap kapal ikan yang beroperasi tidak sesuai ketentuan. Penangkapan kapal-kapal tersebut sekaligus menampik isu terkait adanya kapal kapal asing di Halmahera Tengah.

“Tiga kapal dari Sulawesi Utara diamankan karena melanggar ketentuan terkait daerah penangkapan ikan (fishing ground)”, ujar Antam Novambar, Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP dalam siaran pers KKP, Rabu (03/03/2021).

Antam menjelaskan tiga kapal yang diamankan yaitu KM. Berkat Abadi 08 (30 GT), KM. Reinbow (29 GT) dan KM. Nafiri (28 GT).

“Kapal tersebut kami ad hoc ke Satwas SDKP (satuan pengawas sumber daya kelautan dan perikanan) Bacan Halmahera Selatan untuk proses hukum lebih lanjut”, ujar Antam.

Informasi yang dihimpun di lapangan menyebutkan, saat ini para nelayan asal Bitung itu telah dimintai keterangannya di Bacan. Dari tiga kapal itu masin-masing memiliki 15 awak. Kapal ikan dengan alat tangkap hand line atau pancing ulur tersebut, digiring ke Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Panamboang Bacan Halmahera Selatan Sabtu akhir pekan lalu dari Weda Halmahera Tengah.

baca juga : Nelayan Maluku Utara Minta Pemerintah Cabut Aturan Diperbolehkannya Cantrang

 

Kapal yang diamankan oleh KKP dan sandar di Pelabuhan pendaratan ikan (PPI) Panamboang Bacan,Halmahera Selatan, Maluku Utara. Foto : Ditjen PSDKP KKP

 

Antam mengatakan pengamanan tiga kapal di Halmahera Tengah ini juga menampik berbagai isu dan pemberitaan di media sosial yang menyatakan keberadaan kapal asing di wilayah Halmahera Tengah tepatnya di Patani.

Sedangkan Direktur Pemantauan dan Operasi Armada KKP, Pung Nugroho Saksono menjelaskan berdasarkan hasil pemeriksaan, kapal-kapal tersebut merupakan kapal nelayan Sulawesi utara.

“Tidak benar bahwa kapal-kapal asing berada di Halmahera Tengah. Itu hanya sebutan yang biasa dipakai warga setempat untuk kapal yang berasal dari luar daerah mereka”, jelas Ipunk, sapaan akrab Pung Nugroho.

 

Nelayan Andon

Terkait adanya praktik penangkapan ikan antar daerah yang berbeda wilayah pengelolaan, Ipunk menghimbau agar Pemerintah Daerah yang memiliki nelayan andon agar melakukan perjanjian antar daerah agar tidak menimbulkan masalah hukum maupun masalah sosial.

“Sebaiknya Pemerintah Daerah melakukan kerja sama melalui skema nelayan andon”, ujar Ipunk.

KKP juga akan mengingatkan pemerintah daerah yang memiliki wewenang untuk melakukan pembinaan nelayan andon. Pembinaan nelayan andon dapat berupa pelatihan, bimbingan ataupun sosialisasi sesuai tercantum pada Permen KP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Andon Penangkapan Ikan.

“Menangkap ikan harus sesuai yang tercantum di SIPI (surat izin penangkapan ikan). Kalau tidak, SIPI andonnya bisa dibekukan. Karena menangkap ikan di daerah lain harus sama-sama saling menghormati kearifan lokal budaya setempat karena tiap daerah memiliki aturan dan kewenangannya masing-masing,” jelasnya.

baca juga : Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Nasional Tidak Beres?

 

Sebuah perahu penangkap ikan milik nelayan di Halmahera Tengah, Maluku Utara. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

KKP pada era Menteri Wahyu Sakti Trenggono terus melakukan langkah tegas baik terhadap kapal asing maupun kapal Indonesia yang melakukan pelanggaran.

Untuk diketahui, selama tahun 2021, Ditjen PSDKP KKP telah menangkap 27 kapal perikanan yang terdiri dari 7 kapal ikan asing berbendera Malaysia dan 20 kapal ikan berbendera Indonesia.

 

Exit mobile version