- Kawasan laut Kabupaten Pulau Taliabu, Provinsi Maluku Utara merupakan kawasan dengan potensi perikanan yang melimpah dan perairan terbuka yang bisa diakses oleh masyarakat dari beberapa provinsi di timur Indonesia
- Akan tetapi ada kelompok nelayan yang menangkap ikan secara merusak misalnya dengan menggunakan bom ikan. Aparat penegak hukum berhasil menangkap tersangka pengebom ikan di Pelabuhan Tamping Desa Talo Kecamatan Taliabu Barat Kabupaten Pulau Taliabu, Jum’at (25/02/2021)
- Wilayah perairan Maluku Utara yang didominasi oleh laut tidak diimbangi oleh pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Malut karena keterbatasan personil dan infrastruktur. Oleh karena itu, diharapkan peran serta masyarakat melalui Kelompok Masyarakat Pengawasan (Pokmaswas) untuk membantu memberikan informasi jika ada aktivitas illegal fishing terjadi di lapangan.
- Penggunaan bom ikan dan potassium berdampak buruk bagi ekosistem laut, dengan rusaknya terumbu karang, ikan-ikan dan biota laut lainnya. Ikan hasil pengeboman ikan juga berbahaya bagi manusia bila dikonsumsi karena mengandung zat-zat berbahaya
Kawasan laut Kabupaten Pulau Taliabu, Provinsi Maluku Utara yang terbuka dan bisa diakses oleh masyarakat beberapa provinsi di timur Indonesia, ternyata menjadi kawasan aktivitas illegal fishing.
Menangkap ikan dengan cara merusak menjadi masalah serius. Bahkan sulit dikontrol. Setiap saat selalu ada laporan terjadi aksi menggunakan bom ikan. Bahan-bahan pembuatan bom turut dipasok dari luar daerah.
Salah satunya, polisi berhasil menangkap pelaku dugaan illegal fishing yang menggunakan bahan peledak atau bom di Pelabuhan Tamping Desa Talo Kecamatan Taliabu Barat Kabupaten Pulau Taliabu, Jum’at (25/02/2021) lalu sekira pukul 16.30 WIT. Penangkapan dilakukan oleh personil gabungan Satuan Polisi Air dan Udara (Polairud) Polres Kepulauan Sula bersama personil Polsek Taliabu Barat.
Informasi yang dihimpun Mongabay menyebutkan, para pelaku yang ditangkap diketahui sudah berulangkali melakukan aksinya penangkapan ikan menggunakan bahan peledak terutama di perairan Kabupaten Pulau Taliabu.
Proses penangkapan ini juga berawal dari laporan masyarakat pesisir pulau Taliabu. Dari informasi ini kemudian dilakukan pengembangan dengan pemantauan.
Kepala Satuan (Kasat) Polairud Polres Kepulauan Sula Ipda M. Sofyan mengatakan dari informasi masyarakat itu, kemudian memerintahkan personilnya mem-back up personil Polsek Taliabu Barat dengan melakukan pemantauan selama beberapa hari.
baca : Pelaku Pengeboman Ikan di Perairan NTT Kembali Ditangkap. Kenapa Masih Terjadi?
Dari pemantauan itu mereka berhasil mengamankan tiga tersangka berinisial S, D dan W. Ketiganya adalah warga dari Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. “Mereka adalah warga Desa Monsongan Banggai Tengah,” jelas Sofyan.
Dia bilang lagi, dari informasi tiga orang yang telah diamankan itu, kemudian personil Sat Polairud Polres Kepulauan Sula melakukan pengembangan dan mengamankan seorang ibu rumah tangga berinisial SSK dari Desa Wayo Kecamatan Taliabu Barat Pulau Taliabu. SSK ini diketahui memiliki peran penting sebagai distributor bahan baku bom dan pengepul hasil ikan yang dibom para pelaku.
Karena itu saat SSK ditangkap polisi, turut diamankan juga barang barang bukti yakni satu unit long boat, satu unit mesin yamaha 15 PK dan satu unit mesin tohatsu ok 18, satu unit mesin kompresor, satu detonator aktif, satu boks ikan jenis campuran dan sembilan kg pupuk cap matahari/cantik.
Para tersangka diduga melanggar pasal 84 ayat 1, ayat 2 sub pasal 85 dari UU No.31/2004 tentang Perikanan jo pasal 55 KUH Pidana. “Tersangka beserta barang bukti tersebut diamankan di Polsek Taliabu Barat Jumat (26/02/2021) lalu dan besoknya dibawa ke Mako Sat Polairud Polres Kepulauan Sula untuk diproses lebih lanjut sesuai perundang-undangan yang berlaku,” jelas Sofyan.
baca juga : Beragam Tantangan Jaga Kekayaan Laut Maluku Utara
Wilayah Luas, Fasilitas dan Personil Minim
Wilayah Maluku Utara yang didominasi oleh laut tidak diimbangi oleh pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Malut karena keterbatasan personil dan infrastruktur.
Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Daerah (BKKD) Maluku Utara Safrudin Turuy mengaku kawasan laut terutama Kepulauan Sula dan Taliabu memang rawan aktivitas illegal fishing. Untuk menyiasati keterbatasan fasilitas dan personil yang minim, pihaknya berharap kepada Kelompok Masyarakat Pengawasan (Pokmaswas) untuk membantu memberikan informasi jika ada aktivitas illegal fishing terjadi di lapangan. “Jika ada laporan dari Pokmaswas akan dilanjutkan kepada aparat berwenang terutama SatPolairud untuk megambil tindakan,” jelas Syafrudin.
Tetapi Pokmaswas terkadang belum berfungsi baik dalam membantu pengawasan karena belum banyak dibentuk Pokmaswas. Wilayah laut yang luas dengan dengan tempat jauh dari pusat pusat pemantauan menjadi masalah paling krusial.
Apalagi sekarang ini kewenangan pengawasan berada di bawah kewenangan Pemprov. “Saat ini sudah ada kerjasama dengan aparat. Karena itu jika ada petugas Pokmaswas yang menelpon memberitahukan ada warga melakukan illegal fishing maka segera dihubungkan dengan polisi membantu melakukan penangkapan. Jika ada kasus pengawas perikanan juga tidak bisa berbuat banyak karena di dinas juga tidak ada penyidik. Sehingga dalam kasus seperti ini tetap diserahkan kepada polisi,” katanya.
baca juga : Perlu Cara Tak Biasa untuk Berantas IUU Fishing, Bagaimana?
Syafrudin mengakui kasus bom ikan di Taliabu dan Kepulauan Sula termasuk tinggi karena kondisi wilayahnya yang terbuka dan diakses siapa saja termasuk masyarakat provinsi lain. Selain itu kawasan tersebut memiliki potensi luar biasa terutama perikanan dan kelautan untuk ditangkap, termasuk dengan cara ilegal.
“Taliabu itu bisa diakses dari Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Sering kali terjadi kasus illegal fishing melibatkan orang-orang yang datang dari sana. Sudah begitu sangat jauh dari akses pengawasan,” jelas Syafrudin. Ditambah lagi ada masyarakat yang kurang peduli dengan aktivitas illegal fishing dan membiarkannya atau tidak melaporkan kepada pihak berwajib,” lanjutnya.
Usaha maksimal, katanya, dengan membentuk Pokmaswas, meski pembentukannya bukan diinisiasi pemerintah, tetapi digerakan oleh masyarakat atau komunitas agar tetap eksis. “Kita berharap lembaga atau komunitas lahir dan digerakkan dari bawah sehingga bisa tetap eksis,” ujarnya.
Dia lantas menghimbau masyarakat bersama-sama menjaga kelestarian sumberdaya alam perikanan demi masa depan hingga anak cucu.
Sedangkan M Janib Ahmad, Dekan Fakultas Perikanan Universitas Khairun Ternate mengatakan dampak bom dan potassium sangat serius bagi ekosistem laut. Dalam satu kali pengeboman ikan, bisa merusak terumbu karang sekitar 500 meter persegi. Ikan dan biota laut juga ikut mati dan hancur.
Selain merusak ekosistem perairan termasuk biota laut, bahan seperti potasium dalam racun ikan juga berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsi ikan. “Ikan mengandung zat- berbahaya, akan berbahaya bagi tubuh. Di mana residu dari potassium itu akan berpindah ke tubuh manusia, ” tambahnya.