Mongabay.co.id

Lumbung Ikan Nasional Manjakan Industri Skala Besar?

 

Program Lumbung Ikan Nasional (LIN) yang sudah diluncurkan Pemerintah Indonesia dan akan dibangun di Provinsi Maluku, hanya akan melegalisasi upaya untuk menyingkirkan nelayan tradisional dan skala kecil yang selama ini mendominasi di provinsi tersebut.

Penilaian tersebut diungkapkan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyikapi penunjukkan Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah sebagai bakal lokasi pembangunan LIN di Maluku. Program tersebut dilakukan untuk menggenjot potensi perikanan di provinsi tersebut.

Menurut Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati, jika program LIN di Maluku terus dijalankan, maka setidaknya akan ada sebanyak 198.385 nelayan tradisional atau nelayan skala kecil di provinsi Maluku dan Maluku Utara yang akan terkena dampaknya.

Rinciannya, sebanyak 163.441 orang adalah nelayan tradisional dan skala kecil yang ada di Maluku dan 34.944 orang adalah yang beroperasi di wilayah perairan Maluku Utara. Mereka semua, saat ini sedang dalam ancaman kehilangan mata pencaharian, jika LIN jadi dibangun di Maluku Tengah.

“Proyek LIN ini diperuntukkan untuk industrialisasi perikanan skala besar yang akan meminggirkan nelayan tradisional atau nelayan skala kecil. Kami menilai, proyek LIN akan menjadikan nelayan tradisional dan nelayan skala kecil akan menjadi tamu di tanah dan lautnya sendiri,” jelas dia belum lama ini di Jakarta.

baca : Pusat Ekonomi Baru dari Lumbung Ikan Nasional Maluku

 

Dari kiri : Gubernur Maluku Murad Ismail, Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Ladahalia mengunjungi kawasan Pelabuhan Terpadu sebagai pengembangan Lumbung Ikan Nasional di Desa Liang dan Waai Kabupaten Maluku Tengah, Jumat (5/2/2021). Foto: KKP

 

Sebagai proyek yang akan fokus pada industri perikanan skala besar, LIN di Maluku dibuat dengan tujuan untuk melayani investasi asing pada sektor perikanan di Indonesia. Adapun, investor yang diperkirakan masuk, adalah dua negara raksasa perikanan, yakni Jepang dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Kedua negara tersebut, saat ini mendominasi sektor perikanan di dalam dan luar negeri. Bahkan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat pada 2020 sektor perikanan nasional didominasi oleh investor asing hingga 70 persen di Maluku dan Papua.

Susan menerangkan, fakta bahwa LIN fokus untuk pengembangan industri perikanan skala besar, didasarkan pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50 Tahun 2017 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

 

Skala Besar

Dari regulasi tersebut, dijelaskan bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 714, 715, dan 718 statusnya beragam. Untuk 714, status pemanfaatan didominasi fully and over-exploited. Selain itu, dua komoditas di 714 saat ini berstatus moderate, empat komoditas fully-exploited, dan tiga komoditas over-exploited.

Kemudian, untuk WPP-NRI 715 saat ini status pemanfaatan didominasi fully and over-exploited, dengan dua komoditasnya sudah berstatus moderate, empat komoditas fully-exploited, dan tiga komoditas over-exploited. Sedangkan, WPP-NRI 718, statusnya fully dan over-exploited.

“Dengan tujuh komoditas berstatus fully-exploited dan dua komoditas over-exploited,” jelas dia.

baca juga : Presiden Jokowi Targetkan Program LIN Maluku Beroperasi 2023

 

Bongkar muat ikan cakalang dari kapal ikan ke mobil pick up, di Pelabuhan Tulehu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Foto: Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia

 

Bagi Susan, data dan fakta di atas semakin memperkuat bahwa LIN adalah proyek perikanan skala besar yang bukan untuk masyarakat, khususnya nelayan tradisional atau nelayan skala kecil. Dan bahkan, di masa yang akan datang, eksploitasi sumber daya perikanan akan semakin sulit dikendalikan.

Dia menambahkan, program LIN dilaksanakan di Maluku, karena potensi perikanan di wilayah perairan provinsi tersebut sangatlah besar. Dari tiga WPP-NRI yang masuk dalam wilayah perairan Maluku, terdapat potensi perikanan hingga sebesar 4 juta ton di Laut Banda, Laut Seram, dan Laut Arafura.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada kesempatan berbeda mengungkapkan bahwa pembangunan LIN di Kabupaten Maluku Tengah akan membawa banyak dampak positif. Utamanya, karena bisa menggenjot seluruh potensi perikanan yang ada sekarang di Timur Indonesia.

Salah satu yang akan memicu dampak positif, adalah karena kehadiran pelabuhan terpadu di Desa Waai. Infrastruktur tersebut akan menghadirkan sedikitnya 55 industri pengolahan ikan yang pastinya akan bisa menyerap tenaga kerja dengan jumlah tidak sedikit.

“Tujuan pembangunan pelabuhan terpadu ini memang untuk mengintegrasikan proses yang ada dari hulu dengan hilir,” ucap dia.

Selain industri pengolahan ikan, kehadiran pelabuhan terpadu juga akan memicu hadirnya industri galangan kapal yang diperkirakan jumlahnya minimal ada empat. Dari situ, daya serap tenaga kerja diperkirakan meliputi 20 ribu nelayan atau awak kapal perikanan (AKP), 500 petugas pelabuhan perikanan, 2.000 pedagang ikan, dan 11 ribu pekerja industri perikanan.

baca juga : Support LIN, Maluku Harus Cerdas dan Bijak Kelola Kekayaan Lautnya 

 

Wahyu Sakti Trenggono menjelaskan, dari tiga WPP-NRI yang masuk Maluku, potensi yang bisa dimanfaatkan jumlahnya sangat banyak. Contohnya saja peluang yang belum dimanfaatkan pada 2019 jumlahnya mencapai 2,315 juta ton.

Maka, jika bisa memanfaatkan 25 persen dari jumlah tersebut atau sekitar 579 ribu ton, diperkirakan perputaran ekonomi per hari di bisa mencapai Rp31 miliar. Namun, angka tersebut diketahui masih bersumber dari produksi perikanan tangkap, sementara dari perikanan budi daya belum ada.

Di luar potensi yang sudah disebut di atas, Pemerintah juga berharap akan ada potensi lain yang bisa dikembangkan dan bermanfaat untuk perekonomian masyarakat sekitar LIN. Potensi tersebut, tidak lain adalah pembangunan pabrik tepung ikan yang berperan besar untuk pembuatan pakan ikan.

“Pembangunan ini penting untuk meminimalisir impor produk yang menjadi bahan baku pembuatan pakan ikan tersebut,” sebut dia.

 

Estimasi Potensi

Terpisah, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pembangunan pelabuhan terpadu sebagai infrastruktur dasar program LIN diharapkan bisa segera dilakukan. Dia meyakini, program tersebut akan membangun sumber ekonomi baru di lautan dan daratan Maluku.

“Pembangunan pelabuhan sendiri akan dilakukan oleh Kementerian Perhubungan bersama dengan KKP,” tutur dia.

Pembangunan pelabuhan secara terpadu dilakukan, karena Pemerintah Pusat menginginkan semua pemrosesan hasil perikanan bisa dilakukan di darat, agar upaya pemantauan bisa dilakukan dengan baik. Dengan demikian, pendapatan untuk Negara dan juga daerah di saat yang sama bisa dipantau.

“Itu menciptakan kawasan pertumbuhan ekonomi baru, menciptakan lapangan kerja baru, dan membangun ekosistem ekonomi yang ada di darat,” tambah dia.

perlu dibaca : Program Lumbung Ikan Malut, Pemerintah Diminta Prioritaskan Nelayan Kecil

 

Seorang remaja di Pulau Buru, Maluku, memperlihatkan potongan ikan tuna yang baru diturunkan dari perahu. Sejak program fair trade Yayasan MDPI dipraktikkan, nelayan kecil mulai merasakan dampak positifnya bagi mereka. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Di atas kawasan pelabuhan terpadu, selain pelabuhan perikanan, akan dibangun juga dermaga, gudang beku (cold storage), pabrik es, gedung laboratorium, tempat pemasaran ikan modern, pusat kuliner, kawasan industri pengolahan perikanan ikan, dan industri galangan kapal.

Pada kesempatan lain, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan bahwa pembangunan LIN di Maluku memiliki tujuan untuk bisa mengembangkan pembangunan sektor perikanan di dua provinsi, Maluku dan Maluku Utara.

Menurut dia, pembangunan LIN dilakukan, karena Pemerintah ingin menjadikan Maluku sebagai kawasan produksi ikan yang nantinya bisa melaksanakan ekspor secara langsung ke berbagai negara di Eropa, Asia, Timur Tengah, Amerika, dan Australia.

“Kita perlu percepat infrastruktur pembangunannya, supaya bisa cepat juga kita gunakan,” tegas dia.

Adapun, infrastruktur yang dibutuhkan ini adalah pelabuhan perikanan bertaraf internasional, yaitu pelabuhan baru Ambon. Nantinya, pelabuhan di dalamnya akan diisi oleh terminal peti kemas internasional dan domestik, kawasan industri dan logistik, serta terminal LNG dan pembangkit listrik.

Di kawasan Maluku dan sekitarnya, potensi perikanan yang ada pada WPP-NRI 714, 715, dan 718 jumlahnya diketahui sangat besar. Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), potensi perikanan yang bisa dimanfaatkan jumlahnya mencapai 950 ribu ton per tahun.

 

Exit mobile version