Mongabay.co.id

Petani Milenial di Sikka Kembangkan Teknologi Smart Farming. Apa Kelebihannya?

 

Hamparan bedeng tomat, lombok dan semangka menghiasi lahan seluas sekitar sehektare di pinggir barat Kota Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Di atas lahan kering kontrakan ini, pejabat pemerintah pernah datang silih berganti melihat teknologi irigasi tetes.

Bupati Sikka, Gubernur NTT hingga Menteri Koperasi pernah singgah di kebun dengan pondok sederhananya. Semuanya pun kagum melihat karya nyata penggunaan teknologi dalam bertani yang dikembangkan seorang petani milenial.

“Pada daerah lahan kering, kami sedang mengembangkan irigasi tetes secara digital untuk mengatur perairan dan injeksi pemupukan menggunakan HP Android, yang dikembangkan oleh salah satu petani milenial Yance Maring,” kata Bupati Sikka dalam sambutannya di hadapan Presiden Jokowi saat meresmikan Bendungan Napun Gete, Selasa (23/2/2021).

Yance Maring (31) alumni Arava International Center of Agriculture Training (AICAT) Israel ini pun mengaku kaget saat namanya disebut di depan presiden. Namun dirinya ingin bukan sekedar pengakuan, namun bantuan riil bagi petani kecil seperti dirinya.

Saat berbincang bersama Mongabay Indonesia di pondok sederhananya, Senin (8/3/2021) Yance Maring, mengaku sudah mengembangkan sebuah sistem yang lebih bagus. Sebelumnya, hanya dipergunakan untuk mengatur waktu pengairan dan pemukunan hanya menggunakan SMS dari telepon genggam.

“Bedanya kalau yang dulu hanya SMS dan sebatas menghidupkan dan mematikan air dan pemupukan. Sekarang saya ubah ke smart farming memakai sistem aplikasi android dan koneksi internet,” sebutnya.

baca : Ini Sistem Irigasi Tetes dan Penyiraman Tanaman Menggunakan Ponsel

 

Petani milenial di Kabupaten Sikka, NTT, Yance Maring yang mengembangkan sistim irigasi tetes Smart Farming hasil pengembangan dari metode SMS dalam penyiraman dan pemukuman tanaman. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Pantau Kondisi Tanah

Lewat aplikasi smart farming, petani bisa mengontrol pengairan, ada sensor NPK tanah, PH tanah, kelembaban tanah dan suhu.

Ada juga flow water untuk mengukur volume air yang digunakan dan water level untuk mengukur level air di tandon atau bak penampungan agar pengairan lebih terukur.

Yance katakan sensor NPK dan PH tanah penting karena hampir semua petani tidak mengetahui tingkat keasaman tanah. Pemantauan  kata dia, dilakukan sebelum tanam dan selama proses tanam.

Misalnya tingkat keasaman tanah tinggi maka perlu dinetralisir terlebih dahulu tingkat keasamannya agar tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

Lewat aplikasi ini, petani bisa pantau setiap saat tingkat keasaman tanah dan NPK tanah berapa sehingga pemberian pupuk tidak sembarangan. Pemberian pupuk dan penggunaan air bisa lebih hemat.

“Sistem ini pengembangan dari sebelumnya yang menggunakan wifi tapi jaraknya hanya terbatas. Sistem SMS hanya semacam remote control dalam radius terbatas dan tidak koneksi internet,” terangnya.

baca juga : Dengan Irigasi Tetes, Menjangkau Milenial Agar Tertarik Jadi Petani

 

Jaringan sistem irigasi tetes smart farming untuk mengontrol kondisi lahan pertanian terutama kondisi tanah dan penggunaan air serta pemupukan dalam bertani. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Direktur Wahana Tani Mandiri, Carolus Winfridus Keupung menjelaskan rata rata tingkat keasaman untuk lahan basah sangat tinggi sehingga perlu diolah lagi.

Sementara untuk lahan kering kata Win sapaannya,hampir sebagian besar normal tingkat keasaman tanahnya.

Win sebutkan, untuk lahan hortikultura memang menggunakan pupuk kimia sehingga tingkat keasamannya juga tinggi sehingga perlu diolah terlebih dahulu agar normal sebelum ditanam.

“Untuk mengukur apakah tanahnya subur atau tidak maka diperhatikan rumputnya apakah tumbuh subur atau tidak. Kalau tumbuh subur berarti lahannya subur dan bagus untuk ditanami,” terangnya.

Win katakan, tingkat kelembaban dan keasaman tanah serta penggunaan air untuk setiap jenis tanaman berbeda. Selain itu, tingkat elevasi mempengaruhi jenis tanaman yang bisa ditanami.

Menurutnya, kesuburan tanah tidak bisa diukur hanya dengan unsur hara yang ada di dalam tanah atau sering disebut kesuburan kimiawi. Ada juga kesuburan aerasi atau udara.Tanah dengan tingkat aerasinya tinggi memberi kesuburan baik.

“Tanah dengan kandungan nitrogen dan unsur kimianya tinggi tapi tingkat aerasinya rendah tidak akan subur tanamannya meskipun tanahnya subur,” ucapnya.

Prinsip utama pengolahan lahan kata Win, tergantung pada struktur dan tekstur tanah. Tanah belum tentu subur kalau tingkat aerasinya rendah. Tingkat aerasi dipengaruhi oleh struktur dan tekstur tanah.

perlu dibaca : Bangun Tujuh Bendungan di NTT, Apakah Bisa Menjawab Krisis Air?

 

Bedeng-bedeng tanaman hortikultura di pertanian lahan kering yang menggunakan sistem irigasi tetes smart farming di Kelurahan Wailiti, Kota Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Prioritas Lahan Kering

Aplikasi smart farming menggunakan koneksi internet sehingga kondisi lahan pertanian bisa dipantau dimana saja selama ada akses internet. Smart farming tidak menggunakan SMS tetapi ada fitur timernya dan bisa diset untuk  seminggu atau sebulan penyiraman dan pemupukan.

Apabila pulsa data di telepon genggam tidak ada, maka timernya disetting otomatis tetapi tidak bisa dipantau di telepon genggam.

“Aplikasinya bisa didownload namun untuk login, setiap alat yang dibuat memiliki sandi login sendiri. Kecuali yang memiliki email dan sandi loginnya baru bisa mengaksesnya. Kalau dijual petani maka kita akan beri aksesnya,membuat semua sistim irigasi tetesnya,” paparnya.

Smart farming dengan sistem irigasi tetes kreasi Yance bisa dipergunakan untuk lahan seluas 3 ha di luar ruangan dengan sekitar 30 keran air otomatis. Untuk hamparan luas ,keran otomatis atau selunoidnya ditambah.

Yance jelaskan sistem irigasi tetes versi manual seharga Rp30 juta. Bila ditambah aplikasi SMS ±Rp 40 juta sedangkan smart farming ± 50 juta.

“Beda antara menggunakan modul SMS dan smart farming hanya di modulnya. Selisih harganya hanya sekitar Rp5 juta bila hendak upgrade dari modul SMS ke smart farming,” jelasnya.

Yance mengakui sistem ini diprioritaskan untuk lahan kering. Menurutnya,bila tidak gunakan alat ini maka petani hanya bisa produksi di musim hujan akibat keterbatasan air.

“Sistem ini pun menurutnya belum dipergunakan dimanapun serta lebih hemat air dan tenaga. Kami menggunakan beberapa alat yang dirakit sendiri selain selang drip tape irigasi tetes,” paparnya.

baca juga : COVID-19 Berdampak pada Petani dan Ketahanan Pangan di NTT. Apa Solusinya?

 

Jaringan pipa di lahan pertanian hortikultura sistim irigasi tetes Smart Farming di Kelurahan Wailiti, Kota Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Banyak Pesanan

Yance mengaku sudah banyak mendapatkan tawaran kerjasama sehingga mendirikan PT Agro Mar Indonesia. Selain menata manajemen, pihaknya pun sudah mendaftarkan hak paten di Kemenkumham.

Untuk tahun 2021, pihaknya mendapat kerja sama dengan pengusaha di sektor pertanian di Manado, Sulawesi Utara. Bersama Yayasan Indonesian Foundation dan Kementerian Koperasi RI di Bekasi, Garut dan Yogyakarta.

Selain itu, perusahaannya juga bekerja sama dengan Koperasi Rumah Biru Sejahtera yang bergerak di sektor pertanian di Labuan Bajo, Manggarai Barat. Juga Yayasan Pelihara yang bergerak di sektor Pendidikan dan Pertanian di Nagekeo.

“Untuk NTT, sudah banyak permintaan untuk memasang peralatan ini di Kabupaten Manggarai Barat, Timor Tengah Utara, Sikka dan Kota Kupang,” ungkapnya.

Yance mengaku menjual sistem smart farming dengan jasa konsultasi. Juga membuka sebuah lahan untuk dijadikan tempat pembelajaran agar memudahkan petani saat mengaplikasikannya dalam bertani.

Diakuinya, sistem irigasi tetes smart farming ini dijual dengan harga yang murah untuk membantu petani. Umur ekonomis semua peralatan maksimal 5 tahun.

“Banyak petani tidak mau berinvestasi dengan nilai yang besar. Rata-rata mau investasinya kecil tapi untungnya besar. Padahal dengan alat ini, umur ekonomisnya 5 tahun dan sekali musim tanam sudah bisa kembali modal,” ucapnya.

Berkat kegigihannya, mantan kampusnya di Israel, AICAT memintanya mengajukan proposal bantuan business plan pengembangan teknologi sistem irigasi tetes.

Lembaga tersebut kata Yance, tertarik membantu sebab apa yang dia kembangkan lebih dari yang dikembangkan di Israel. Disana hanya menggunakan sistem otomatis dan timer.

“Saya disini sudah menggunakan aplikasi android dan ada sensor-sensornya sehingga membuat mereka tertarik memberikan bantuan. Saya mendapatkan ilmu di sana namun saya kembangkan lagi dengan belajar secara otodidak,” pungkasnya.

 

Exit mobile version