Mongabay.co.id

Peran Penting Penjaga Ketertiban dan Pengamanan Laut

 

Keamanan dan keselamatan kapal ikan saat melakukan pelayaran untuk menangkap ikan, menjadi bagian sangat penting yang selalu diharapkan oleh semua orang yang terlibat di dalamnya. Bagi kru kapal dan nakhoda, poin tersebut harus bisa diwujudkan dengan cara apa pun.

Salah satu peran yang bisa didorong untuk mewujudkan keamanan dan keselamatan pelayaran kapal ikan, adalah syahbandar dan pelabuhan perikanan yang ada di seluruh Nusantara. Kedua pihak tersebut, menjadi garda terdepan keselamatan dan keamanan pelayaran.

Agar peran tersebut bisa berjalan maksimal, maka semua pihak yang terlibat harus bisa taat menjalankan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan di Bidang Kelautan dan Perikanan.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (PT KKP) Muhammad Zaini, penguatan fungsi syahbandar dan pelabuhan perikanan menjadi kunci untuk memberikan jaminan keselamatan dan keamanan pelayaran kepada kapal ikan.

“Tugas dan fungsi syahbandar di pelabuhan perikanan sangat penting dalam bertanggung jawab mengeluarkan administrasi bagi kapal perikanan. Mereka harus memastikan keamanan dan keselamatan operasional bagi kapal perikanan,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta.

baca : Mengganggu Aktivitas, Puluhan Bangkai Kapal Dibersihkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong

 

Petugas melakukan pengecekan kapal nelayan. Foto : KKP

 

Dia mengatakan, peran syahbandar sangat penting di pelabuhan karena memiliki wewenang untuk mengeluarkan persetujuan berlayar (PB) jika kapal perikanan dinilai sudah memenuhi syarat laik laut, laik tangkap, dan laik simpan.

Selain untuk keamanan dan keselamatan pelayaran, dokumen PB juga menjadi salah satu bentuk upaya untuk mengendalikan sumber daya perikanan dengan mencegah aktivitas penangkapan ikan secara ilegal, tak dilaporkan, dan tidak sesuai dengan regulasi (IUUF).

Tak cuma itu, di mata Muhammad Zaini, syahbandar juga berperan penting untuk memberikan perlindungan kepada awak kapal perikanan (AKP). Caranya, adalah dengan mengawal penerbitan perjanjian kerja laut (PKL) antara AKP dengan pemilik kapal perikanan.

Peran tersebut sangat penting untuk dijalankan, karena bisa mengawal hak dan kewajiban AKP bisa terpenuhi sebelum, saat, dan setelah kapal melakukan aktivitas penangkapan ikan di laut. Hak dan kewajiban itu termasuk di dalamnya adalah jaminan sosial dan asuransi.

 

Penjaga Laut

Untuk saat ini, jumlah syahbandar di pelabuhan perikanan mencapai 114 orang dan ditempatkan di 121 pelabuhan perikanan di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut, diakui masih sedikit, karena pelabuhan perikanan yang ada saat ini jumlahnya mencapai 538 lokasi.

Data terserbut merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6 Tahun 2018 tentang tentang Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasonal. Untuk itu, diperlukan adanya penambahan syahbandar hingga mencapai jumlah ideal menyesuaikan dengan jumlah pelabuhan perikanan.

baca juga : Kala Tol Laut dan Pelabuhan Peti Kemas Depapre Mulai Operasi

 

Petugas melakukan pengecekan perizinan kapal nelayan. Foto : KKP

 

Muhammad Zaini menyebutkan, penambahan personel kesyahbandaran perikanan pada tahap awal akan dilakukan untuk operasional 260 pelabuhan perikanan. Itu artinya, dengan jumlah yang sudah ada sekarang, diperlukan sedikitnya 146 orang untuk mengisi posisi syahbandar.

“Syahbandar di pelabuhan perikanan akan banyak berperan di pelabuhan perikanan,” tegas dia.

Berkaitan dengan keamanan wilayah perairan, Kementerian Perhubungan RI juga sudah berkomitmen untuk menjaganya dengan kekuatan penuh. Termasuk, dengan menetapkan lima pangkalan penjagaan laut dan pantai (PLP) yang ada di Indonesia sebagai basis pengamanan perairan Indonesia.

Kelima pangkalan tersebut, adalah Pangkalan PLP Kelas 1 Tanjung Priok (Jakarta), Pangkalan PLP Kelas II Tanjung Uban (Bintan, Kepulauan Riau), Pangkalan PLP Kelas II Tanjung Perak (Surabaya, Jawa Timur), Pangkalan PLP Kelas II Bitung (Sulawesi Utara), dan Pangkalan PLP kelas II Tual (Maluku).

Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Kemenhub RI Ahmad menjelaskan, kehadiran lima Pangkalan PLP tersebut akan mendukung penguatan upaya untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.

“Juga perlindungan lingkungan maritim di wilayah perairan Indonesia,” ucap dia.

baca juga : Bekerja sebagai Nelayan, Berarti Siap Bertaruh Nyawa

 

Petugas melakukan pengecekan kelengkapan kapal nelayan. Foto : KKP

 

Sebelum berganti nama menjadi Pangkalan PLP, dulunya institusi tersebut bernama Armada Penjagaan Laut dan Pantai dan berdiri pada 26 Februari 1988 melalui Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor 18 Tahun 1988 tentang Organisasi dan Tata Kerja Armada Penjagaan Laut dan Pantai.

Empat belas tahun kemudian, tepatnya pada 2002, Armada Penjagaan Laut dan Pantai berubah menjadi Pangkalan PLP melalui Kepmen Hub RI Nomor 65 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai.

Ahmad menerangkan, tugas utama dari Pangkalan PLP adalah berpatroli untuk melaksanakan penegakan hukum di laut, teruama kepada kapal-kapal yang memasuki wilayah perairan Indonesia. Patroli itu dilakukan kepada kapal berbendera Indonesia ataupun asing.

 

Pengawas Perairan

Salah satu yang mengemban peran penting itu adalah Pangkalan PLP Tanjung Priok yang markas besarnya ada di bagian utara Jakarta. Sebagai penjaga keamanan wilayah perairan laut, Pangkalan PLP juga bertugas untuk menyusun rencana, program, evaluasi, melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana pelayaran.

Rinciannya, Pangkalan PLP bertugas untuk mengawasi dan menertibkan kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air, penyelaman, instalasi eksplorasi dan eksploitasi, bangunan di atas dan di bawah air. Kemudian, memberikan bantuan dan pencarian pertolongan musibah di laut, dan penanggulangan kebakaran.

Salvage adalah pekerjaan untuk memberikan pertolongan terhadap kapal dan atau muatannya yang mengalami kecelakaan kapal atau dalam keadaan bahaya di perairan, termasuk mengangkat kerangka kapal atau rintangan bawah air atau benda lainnya.

“Selain itu, sebagai pelaksana pengamanan dan pengawasan sarana bantu navigasi pelayaran serta penanggulangan pencemaran di perairan. Pelaksanaan pelatihan pengawakan kapal dan instalasi, serta pelaksanaan pengadaan, pemeliharaan, perbaikan dan dukungan logistik,” papar dia.

perlu dibaca : Negara Harus Telusuri Kapal Ikan Tak Berizin

 

Petugas melakukan pengecekan ukuran dan kondisi mesin kapal nelayan. Foto : KKP

 

Secara administrasi, batas wilayah kerja Pangkalan PLP Tanjung Priok mencakup wilayah perairan sebelah barat Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Barat, seluruh perairan Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Bangka, Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan sekitarnya.

Bagi Kemenhub RI, penjagaan wilayah perairan laut Nusantara menjadi momen krusial yang harus senantiasa dilakukan oleh masing-masing instansi yang sudah ditugaskan. Penjagaan laut juga berperan penting untuk membatasi berbagai aktivitas ilegal yang bisa muncul kapan saja di laut.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub RI Agus H Purnomo mengatakan, untuk bisa memaksimalkan pengawasan dan penjagaan wilayah perairan laut, pihaknya melakukan revisi sejumlah regulasi yang saat ini, seperti Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 61 Tahun 2019 Kelaiklautan Kapal Penumpang Kecepatan Tinggi Berbendera Indonesia.

“Revisi kami lakukan agar penerapan di lapangan lebih tegas dan menggigit,” jelas dia.

Selain revisi, penjagan dilakukan dengan melakukan koordinasi bersama instansi lain yang terlibat, seperti TNI Angkata Laut, Kepolisian RI (Polri), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan pihak terkait lain untuk mencegah terjadinya pelanggaran yang terjadi di perairan.

Bentuk pelanggaran yang terjadi, contohnya adalah pelanggaran batas kecepatan kapal untuk jenis high speed craft, Unity off Effort, penegakan penerapan Automatic Identification System (AIS), kegiatan ship to ship secara ilegal oleh kapal asing, dan pengawasan pelabuhan ilegal /tikus.

Contoh bentuk pelanggaran, dilakukan oleh kapal berbendera Iran, MT Hourse dan berbendera Panama, MT Freya pada Januari 2021. Keduanya diduga melanggar karena melakukan kegiatan ship to ship secara ilegal di perairan Pontianak, Kalimantan Barat.

 

Exit mobile version