Mongabay.co.id

Sumber Air Masyarakat, Sudahkah Layak dan Aman?

Aktivis Ecoton, mengayuh sampan di tengah 'salju' di Sungai Tambak Wedi, Surabaya. Foto: dokumen Ecoton

 

 

 

 

“Akhirnya aku bisa menyentuh salju. Kabar gembira bagi masyarakat Surabaya, terutama Surabaya Utara yang selama ini belum kesampaian menyentuh salju putih. Kini, salju itu dapat dinikmati di Sungai Tambak Wedi. Mari berbondong menikmati fenomena salju tropika,” begitu ucapan Prigi Arisandi, Direktur Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) dalam laman Facebook-nya, 21 Maret lalu.

Prigi memperlihatkan foto-foto tujuh orang menaiki perahu tak bermesin. Mereka bak berselimut ’salju’ di sungai yang penuh dengan busa putih.

“#Say no to botol plastik.” “#Break free from plastic” “#Break free from sedotan.” Begitu antara lain spanduk yang mereka bawa. Para aktivis Ecoton ini protes dengan pencemaran yang terjadi di Sungai Tambak Wedi, Surabaya.

Belum lama ini di Kalimantan Utara, Sungai Malinau tercemar. Ikan-ikan sungai mati. Air keruh. Kolam limbah perusahaan batubara yang beroperasi di hulu ada yang jebol dan air limbah mengalir ke sungai.

Kasus air berbusa di Sungai Tambak Wedi maupun Sungai Malinau ini memperlihatkan sungai di Indonesia, dalam kondisi tercemar. Padahal, sungai-sungai masih jadi tumpuan warga untuk keperluan air sehari-hari, termasuk juga jadi sumber bahan baku ‘air bersih’ PDAM.

Pada 22 Maret ini, dunia memperingati sebagai Hari Air. Di Indonesia, sumber air bersih aman masih jadi persoalan besar.

 

Jejeran jeringen berisi air bersih yang dibeli warga Jakarta Utara. Sebagian warga Jakarta, belum terlayani air bersih hingga harus membeli dengan harga mahal. Foto: Andreas Harsono/ Mongabay Indonesia

 

Dalam diskusi USAID bersama Kementerian PPN/Bappenas menyebutkan, penyediaan air di Indonesia mulai layak tetapi jauh dari kata aman. Data menunjukkan hanya sekitar 6% lebih air Indonesia kategori aman.

Salah satu sorotan adalah penggunaan air minum isi ulang melalui depot yang belum ada pengawasan ketat. Dari mana sumber air bersihnya? Pemerintah diminta membuat aturan tegas soal perizinan air isi ulang yang jadi konsumsi masyarakat.

Ziadah Umami, Sanitarian Puskesmas Tebet Timur, Jakarta mengatakan, secara keseluruhan program pemerintah sangat bagus di tataran daerah. Namun, katanya, ada satu hal yang membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa, seperti soal perizinan depot air minum di komplek perumahan.

Sampai saat ini, dengan hanya modal, lahan dan pasar sudah bisa membuat depot air minum isi ulang. Padahal, katanya, ketika penelitian sumber air masih menemukan bakteri berbahaya di air yang kasat mata terlihat bersih. Apalagi katanya, depot isi ulang yang tidak memiliki izin keamanan kualitas air.

Puskesmas, katanya, lakukan edukasi, tetapi tidak bisa menindak hal-hal seperti itu. Untuk itu, katanya, pemerintah harus punya regulasi tegas terkait perizinan bisnis air bersih ini.

Dia mengatakan, penting mewujudkan akses air layak dan aman bagi masyarakat. Pemerintah, swasta dan masyarakat, katanya, harus saling bekerjasama. Salah satu misal, memberikan pemahaman kepada masyarakat berhenti buang air besar sembarangan termasuk di sungai. Dengan membuang kotoran ke sungai, berpotensi air tercemar bakteri.

Nur Aisyah Nasution, dari Direktorat Perumahan dan Permukiman Bappenas mengatakan, air aman adalah air yang sehat untuk diminum dan sudah melalui uji laboratorium resmi. “Air galon, itu tidak bisa disebut layak dan aman,” katanya.

Aisyah juga meragukan kualitas air isi ulang atau galon yang kebanyakan dikonsumsi masyarakat. Walau, katanya, beberapa galon isi ulang bermerek memang sudah teruji, tetapi banyak isi ulang dengan kualitas meragukan.

“Memang di tempat kios galon isi ulang ada lampu biru pembunuh mikroba, apakah itu memang betul atau tidak, atau sudah sesering apa galon isi ulang itu dibersihkan?” katanya.

Dia mengakui, pengawasan bisnis air galon masih belum cukup baik hingga kini.

Tri Dewi Vigiyanti, Direktur Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas mengatakan, kondisi di tengah masyarakat, banyak sumber air bersih berasal dari air isi ulang. Padahal, biaya lebih besar daripada air perpipaan PDAM. “Saya yakin kualitas PDAM lebih bagus,” katanya.

 

Krisis air pun terjadi seperti di Sumenep, Madura. Kala kemarau, mata air pun kering. Foto:: Moh Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Air tak aman

Matthew Burton, Direktur Kantor Lingkungan Hidup USAID Indonesia memaparkan kondisi terkini air di Indonesia. Di Indonesia, katanya, 89% rumah tangga yang memiliki akses air layak, namun baru 6,9% sumber air itu aman untuk konsumsi. “Kondisi itu tidak baik untuk anak-anak,” katanya.

Air, katanya, kebutuhan dasar manusia terlebih saat pandemi. Dia mengatakan, akses sanitasi air buruk menjadi penyebab balita meninggal. Kemudian, kondisi buruk sanitasi itu berkontribusi terhadap peningkatan stunting anak Indonesia, sekitar 28%.

Burton bilang, tantangan penyediaan air bersih saat ini adalah perubahan iklim. Dia sebutkan Indonesia mengalami defisit air baku 90 meter kubik per detik. Kebutuhan air di Indonesia makin tinggi, tetapi terjadi penurunan cadangan air baku.

“Salah satu penyebab, perubahan penggunaan lahan di daerah tangkap air yang mengakibatkan berkurangnya resapan air ke tanah.” Selain itu, katanya, perubahan iklim juga mengganggu ketersediaan air baku.

Menurut Burton, musim kemarau lebih panjang, musim hujan lebih singkat dengan intensitas lebih tinggi. “Mari kita memanfaatkan momentum Hari Air Sedunia ini untuk membangun kesadaran pentingnya air untuk manusia, terutama anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa.”

Dewi mengatakan, air minum aman sudah menjadi target pemerintah pada 2024, dengan 100% air layak, 30% jaringan perpipaan, dan 15% air minum aman. Saat ini, katanya, kualitas air aman di Indonesia baru 6,9%.

Untuk itu, katanya, penting punya kesadaran menjaga sumber air , salah satu cara menghargai air secara materil dengan membayar. Kalau non materil dengan menanam pohon, konservasi dan lain-lain. “Karena proses alamiah penyerapan air tanah sangat penting, agar air terus terpelihara,” kata Dewi.

Data Bappenas, kepemilikan akses berdasarkan sumber air minum utama di Indonesia: air minum dalam kemasan (AMDK) dan air isi ulang 39%, sumber air minum tidak layak 7%, air hujan 2%, mata air terlindungi 8%, sumur terlindungi 15%, sumur bor/pompa 19%, dan pipa (ledeng) 10%.

 

Dampak penggalian nikel di hutan dan tumpukan ore di jetty menyebabkan air sungai hingga mengalir ke laut berubah warna. Air tak lagi jernih tapi berwarna orange. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Untuk capaian akses air minum layak dan perpipaan dalam beberapa tahun terakhir (2017-2020), pada 2017 akses layak 88%, akses pipa 19, 79% dan pada 2020, akses layak 90%, akses pipa 20, 69%.

Pemerintah, katanya, juga menargetkan mencapai akses universal dan merata terhadap air minum aman dan terjangkau bagi semua pada 2030.

“Jika kita melihat capaian saat ini, 90% penduduk telah memiliki akses air minum layak, namun baru 20% yang memiliki akses air minum perpipaan. Padahal akses air minum perpipaan ini penting untuk memastikan akses air minum kita aman.”

“ Mengapa? Karena kita lebih mudah mengontrol teknologi produksi, perpipaan, dan titik-titik penggunaan,” kata Dewi dalam diskusi bertajuk “Apa arti air bagimu?”

Dia mengatakan, capaian akses air minum layak meningkat kurang lebih 1% per tahun, sedangkan laju pertumbuhan perpipaan tidak sampai 1% rentang waktu tiga tahun (2017-2019)

“Penyediaan air minum layak dan aman sudah jadi bagian dari target kami dalam perencanaan pembangunan jangka menengah, terutama saat ini, 2020-2024.” Ia juga jadi komitmen global lewat sustainable development goals (SDGs).

Air aman yang dia maksud adalah sumber air minum dari akses air minum layak, akses (aksebilitas) ke lokasi sumber air minum berada di dalam atau di halaman rumah (on premises), ketersediaan selalu ada, kualitas memenuhi standar kualitas fisik.

Sebagai refleksi Hari Air Sedunia ini dia menyerukan agar semua menghargai sumber air, infrastruktur air, dan layanan air. Terutama dalam kondisi pandemi yang memerlukan ketersediaan air minum untuk menjaga higienitas masyarakat. Juga air sebagai komponen dalam kegiatan sosial, ekonomi, dan produksi, serta menghargai air dalam aspek kultur-sosial.

Burton bilang, USAID Indonesia melalui USAID Plus mendukung pemerintah Indonesia meningkatkan akses air minum layak yang berkualitas melalui kemitraam dengan 35 pemerintah daerah. Juga membantu meningkatkan kinerja PDAM dan mengindentifikasi kerentanan mata air untuk penyediaan air baku di 13 kota dan kabupaten.

Dia ingin, Hari Air Sedunia kali ini jadi refleksi untuk membangun kesadaran dan aksi bersama mengenai arti penting air bagi manusia serta pentingnya akses air minum aman bagi masyarakat.

 

‘Salju’ tebal di Sungai Tambak Wedi. Foto: dokumen Ecoton

 

 

*****

Foto utama:Aktivis Ecoton, mengayuh sampan di tengah ‘salju’ di Sungai Tambak Wedi, Surabaya. Foto: dokumen Ecoton

Exit mobile version