Mongabay.co.id

Biogas yang Membuat Peternak Sapi di Lampung Selatan Mandiri Energi

 

 

Sekitar seratus meter dari pintu masuk Koperasi Produksi Ternak [KPT] Maju Sejahtera, Desa Wawasan, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan, Lampung, terlihat sebuah alat yang menarik perhatian.

Warnanya biru langit, bentuknya parabola. Di atasnya ada sebuah pipa paralon berfungsi menyalurkan gas. Alat ini adalah digester biogas.

Suhadi [42], Ketua KPT Maju Sejahtera, mengatakan bahwa digester sengaja ditempatkan di ujung kandang agar pengisian kotoran sapi lebih mudah dilakukan. Selain tentunya mempermudah membersihkan kandang.

“Di sini kandang komunal, setiap hari pasti banyak kotoran sapi,” terangnya, Rabu, 10 Maret 2021.

Menurut dia, hal paling sulit membuat biogas adalah saat pengisian awal. Alasannya, digester perlu diisi kotoran sapi dan air hingga penuh serta ditambahkan bioaktivator agar fermentasi cepat terjadi. Setelah semua tercampur, digester dibiarkan kedap udara. Dari fermentasi inilah dihasilkan biogas.

”Informasi awal, fermentasinya tujuh hari, tapi tiga hari juga sudah ada biogas. Untuk harian, dibutuhkan sekitar lima sampai sepuluh gerobak angkong kotoran sapi untuk memenuhi tabungnya.”

Hadirnya biogas, berdampak positif pada bahan bakar, lebi hemat. Suhadi tidak bingung ketika gas LPG mengalami kelangkaan. “Biogas mulai menghasilkan api sejak Desember 2020 dan hingga Maret ini, saya belum beli lagi tabung gas,” ungkapnya.

Biasanya, dalam satu bulan, dia menggunakan empat sampai lima tabung LPG tiga kilo. “Kalau ada banyak kebutuhan, baru gas ‘melon’ digunakan. Kalau tidak, ya full biogas untuk masak, rebus air, dan goreng-goreng.”

Kotoran sapi dari sisa biogas pun tidak dibuang, tetapi dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Tidak perlu fermentasi, karena sudah terjadi dalam digester. “Hanya dikeringkan saja, setelah itu dikemas. Kalau ingin menambahkan kandungan hanya diberikan arang sekam.”

Baca: Inilah Kambing Saburai, Kekayaan Genetik Asli Lampung

 

Ilustrasi. Kompor berbahan bakar biogas yang telah dimodifikasi oleh pegiat biogas Sri Wahyuni di Cikoneng, Ciomas, Bogor. Biogas ini menghasilkan api yang sama baiknya dengan LPG dan juga tidak berbau. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Digester di KPT Maju Sejahtera memiliki kapasitas 17 meter kubik. Ada lima digester yang dibangun. Tiap digester, bisa dimanfaatkan untuk lima sampai sepuluh rumah.

Namun, jarak antara instalasi biogas dengan rumah warga yang jauh kerap menjadi kendala. Sehingga, pemanfaatannya baru bisa dinikmati rumah yang dekat intalasi saja. “Warga yang ingin mendapatkan manfaat biogas hanya beli pipa saja,” kata Suhadi.

 

Ternak sapi di kandang koloni KPT Maju Sejahtera yang jumlanya sebanyak 228 ekor. Foto: Chairul Rahman Arif

 

Kendala jarak ternyata tidak menyurutkan niat Agustinus [46] untuk mendapatkan biogas, meski jarak rumahnya dengan digester sekitar dua kilometer. Dia menampung biogas dalam balon dengan volume satu meter kubik. Di balon itu, disimpan biogas untuk penggunaan selama dua sampai tiga hari. Jika habis, ia akan kembali mengisi ulang.

“Ada sumber energi yang tinggal dimanfaatkan, tidak masalah sedikit repot,” kata Agustinus, yang juga Sekertaris KPT Maju Sejahtera, Rabu, 10 Maret 2021.

Sebelumnya, dalam seminggu dia biasa menghabiskan satu sampai dua tabung gas LPG ukuran tiga kilogram. Namun, pengeluaran itu bisa ditekan dengan adanya biogas.

“Semua kegiatan harian kami pakai biogas. Apinya juga biru.”

Baca: Kopi Agroforestri, Cara Merawat Hutan Lampung Barat

 

Kotoran sapi di KPT Maju Sejahtera diolah menjadi biogas melalui digester ini. Foto: Chairul Rahman Arif

 

Perawatan instalasi

Dr. Sandy Asmara, Dosen Teknik Pertanian Universitas Lampung [Unila], mengungkapkan pentingnya melakukan perawatan instalasi. Hal ini dikarenakan dapat menambah umur digester.

“Masyarakat biasanya hanya menggunakan, menambah kotoran, tapi lupa kalau kotoran tidak terpakai bisa mengeras dan menggumpal. Lama-lama, dapat menutupi saluran. Kalau sudah rusak maleas membetulkan lagi,” kata Sandy yang juga Ketua Jurusan Teknik Pertanian Unila.

Selain itu, menurutnya, investasi yang besar untuk pengadaan instalasi membuat masyarakat enggan menggunakan biogas. “Ada juga biogas sederhana menggunakan penutup plastik, namun berbahaya karena risiko kecelakannya besar.”

Padahal, potensi pemanfaatan biogas cukup bagus, untuk memasak, menghidupkan lampu, dan menjadi penggerak generator. “Apalagi kalau sudah bisa menghidupkan generator itu bisa untuk apa saja.”

Dia menjelaskan, dalam biogas terdapat gas metana, CO2, kadar air, sulfida, dan kandungan lain. Untuk menghasilkan pembakaran maksimal, perlu dilakukan pemurnian dengan mengeluarkan kadar air, CO2, dan sulfidanya.

“Nilai pembakaran biogas sekitar 6000 Kkal/m3. Untuk mencapai pemurnian maksimal perlu dikeluarkan kandungan-kandungan yang mengganggu.”

Menurut Sandy pemurnian biogas di masyarakat sering tidak dilakukan. Ini disebabkan karena mereka sudah merasa cukup dengan biogas tanpa pemurnian.

“Pemanfaatan biogas sangat baik. Selama ada hewan ternak potensinya sangat besar untuk dikembangkan.”

Baca juga: Cinta Mati Herawati pada Kupu-kupu di Taman Gita Persada

 

Pupuk kompos yang dihasilkan dari sisa kotoran sapi hasil penggunaan biogas. Foto: Chairul Rahman Arif

 

Potensi di Lampung

Berdasarkan data BPS 2018-2020, jumlah populasi sapi potong di Provinsi Lampung mencapai 864.213 ekor. Jumah terbanyak berada di Lampung Timur, Lampung Tengah, dan Lampung Selatan.

Biogas di KPT Maju Sejahtera, Desa Wawasan, Lampung Selatan merupakan inisiasi dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan [PKH] Kementerian Pertanian [Kementan]. Biogas satu paket dengan program 1.000 Desa Sapi.

Liasari, Kepala Seksi Alat dan Mesin Peternakan Dinas PKH Provinsi Lampung, mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan dinas di daerah terkait untuk mengetahui apa yang dibutuhkan peternak.

“Silakan saja ajukan program ke dinas yang nantinya akan disalurkan,” katanya, Kamis [18/3/2021].

Menurut dia, untuk pengembangan biogas, sementara diarahkan ke daerah dengan populasi sapi yang banyak dahulu.

“Kalau bukan sentra pengembangan sapi, kotoran yang mau diolah juga kan sedikit.”

Ia mengungkapkan, Lampung memiliki potensi cukup besar untuk pengembangan biogas. Namun, pemerintah masih fokus pada peningkatan populasi ternak. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan pembinaan ke peternak.

“Bila ternak bertambah, semua aspek akan menjadi perhatian. Artinya, kedepan ada biogas juga. Bila dalam satu wilayah ada ternaknya kemudian mereka berkelompok membuat biogas makan akan membuat wilayah tersebut mandiri energi,” paparnya.

 

* Chairul Rahman ArifMahasiswa Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Tertarik menulis isu lingkungan, mendapatkan program liputan fellowship tahun 2020 yang diselenggarakan Mongabay Indonesia.

 

 

Exit mobile version