- Kambing Saburai merupakan hasil persilangan antara Kambing Boer jantan dengan Peranakan Etawa [PE] betina.
- Saburai, umumnya berwarna putih dengan perpaduan coklat. Sang jantan memiliki tanduk melingkar bulat ke belakang. Untuk telinga, baik jantan maupun betina, bentuknya panjang menjuntai ke bawah.
- Saburai merupakan rumpun ternak lokal Indonesia yang sudah ditetapkan melalui SK Menteri Pertanian No. 359/Kpts/PK.040/6/2015 tanggal 8 Juni 2015. Artinya, jenis ini harus dilindungi dan dilestarikan.
- Sebaran asli geografis Saburai berada di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Pesawaran, Lampung.
Suara kambing mengembik terdengar di kandang koloni di Desa Gisting Atas, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Kambing ini merupakan jenis Saburai, rumpun lokal asal Lampung.
Saburai merupakan hasil persilangan antara Kambing Boer jantan dengan Peranakan Etawa [PE] betina. Umumnya, Saburai berwarna putih dengan perpaduan coklat. Sang jantan memiliki tanduk melingkar bulat ke belakang. Untuk telinga, baik jantan maupun betina, bentuknya panjang menjuntai ke bawah.
Di kelompok Mutiara Tani, kandang koloni itu berukuran 12×6 meter. Dibangun membentuk panggung dengan lantai bercelah, agar kotoran langsung jatuh ke tanah. Di tengah kandang, terdapat jarak satu meter sebagai jalan peternak memberi pakan.
Baca: Kopi Agroforestri, Cara Merawat Hutan Lampung Barat
Ketua kelompok Mutiara Tani, Semin [55] terlihat memberi pakan kambing-kambingnya berupa rumput odot dan kaliandra merah. Ada juga sisa hasil pertanian seperti daun dan batang singkong, serta daun ubi jalar.
Semin biasa memberi pakan dua kali sehari, pagi dan sore. Pakan yang ia bawa sepulang dari kebun.
“Pagi biasanya jam enam, sementara sore sekitar habis asar,” kata dia di kediamannya, Jumat [15/2/2021].
Kambing Saburai membuat pendapatan Semin dan masyarakat Gisting Atas meningkat. Hal ini dikarenakan harga jualnya yang lebih mahal dibanding jenis lain. Harga seekor berkisar antara 3-7 juta Rupiah, tergantung grade dan performa kambing.
Selain itu, kotorannya bisa dimanfaatkan sebagai pupuk padat, sementara urine dijadikan pupuk cair. “Warga di sini banyak petani, pupuknya sangat bermanfaat. Jadi sambil kita berternak kita juga bertani. Masyarakat juga mendirikan Koperasi Saburai Mandiri.”
Baca: Cinta Mati Herawati pada Kupu-kupu di Taman Gita Persada
Hal yang sama dirasakan Supri Edi [42], Ketua Kelompok Ternak Makmur Tani II. Berternak Saburai menjadi sumber penghasilan utama keluarganya.
“Boleh dibilang, dari luar Lampung pun melirik kelompok kami. Tahun 2017, ada warga Sawahlunto, Sumatera Barat, pernah ke sini pesan bibit Saburai sebanyak 15 ekor. Harga satu ekor Rp7 juta,” kata dia.
Sebelumnya, Supri Edi berternak kambing Rambon dan PE. Sebagai perbandingan, harga jualnya paling mahal Rp2 juta.
Saburai, menurut dia, memilik peminat cukup banyak. Terutama di daerah Jawa Timur, Sumatera Barat, Jambi, dan Palembang. Namun, ia menyayangkan, khusus pemesan dari Jawa Timur biasanya mereka tidak menggunakan nama Saburai, melainkan Cross Boer.
“Saya khawatir, nanti di Jawa Timur banyak disangka Cross Boer,” katanya.
Terkait pakan, Supri Edi menyiasatinya dengan membuat program yang ia sebut gemar menanam hijauan [GMH]. Lahan kosong yang ada di sela tanaman hortikultura milik anggota kelompok, ditanami tumbuhan pakan.
“Dulu sempat bikin pakan fermentasi, tapi pembeli tidak mau bila kabing diberi pakan itu. Jadi kami cari alternatif dengan program menanam hijauan,” katanya.
Sejak berternak Saburai, Kelompok Makmur Tani II kerap mendapatkan penghargaan. Baik tingkat kecamatan, kabupaten, maupun provinsi.
Ia juga berharap, pemerintah dapat mendorong kelompok lain untuk mengembangkan Saburai. Agar tetap lestari dan populasinya stabil.
“Bibit unggul harus terus dijaga dan dipelihara.”
Baca juga: Badak Sumatera: Ikon dan Inspirasi Kreatif Masyarakat Lampung
Ditetapkan sebagai rumpun ternak lokal
Kambing Saburai merupakan rumpun ternak lokal Indonesia yang sudah ditetapkan melalui SK Menteri Pertanian No. 359/Kpts/PK.040/6/2015 tanggal 8 Juni 2015. Artinya, Saburai yang sebaran asli geografisnya di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Pesawaran, Lampung, harus dilindungi dan dilestarikan
Dr. Kusuma Adhianto, Dosen Peternakan FP Universitas Lampung, mengatakan bahwa latar belakang penetapan tersebut guna melindungi sumber daya genetik ternak di Indonesia.
“Banyak sekali kekayaan plasma nutfah di Indonesia, tetapi tidak pernah dicatat sehingga waktu itu gencar isu negara tetangga yang ingin mematenkan. Pemerintah pusat bergerak cepat mengamankan aset nasional ini,” terangnya ditemui di kampus, Selasa [09/2/2021].
Kusuma mengungkapkan, sebelum mendapatkan pengakuan, timnya pernah gagal karena kekurangan data. Namun, kondisi itu tidak menyurutkan semangat timnya. Mereka mencoba lagi dan akhirnya berhasil dua tahun setelahnya.
“Tahun 2013 kami coba. Dalam proses penyusunan naskah itu dibutuhkan data yang akurat, dan kami gagal. Pada 2015, kami siapkan lagi informasi lebih lengkap dan akhirnya pemerintah pusat melalui Dirjen Peternakan setuju menetapkan Saburai sebagai kekayaan genetik lokal,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil riset, Saburai memiliki kekhasan dan keunggulan baik dari sisi produksi maupun reproduksi. Selain riset penelitian, Kusuma dan tim kerap melakukan pengabdian dan pendampingan dengan berbagai stakeholder. Tujuannya, berbagi ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Kalau pengabdian sifatnya lebih ke upaya peningkatan keterampilan dan pengetahuan para peternak. Sehingga, mereka memiliki pengetahuan teknologi komplit terkait budidaya Saburai.”
Menurut dia, Saburai memiliki potensi untuk dikembangkan di daerah lain, selain dari asalnya. Namun, khusus di Lampung populasi terbanyak sementara masih di Tanggamus.
“Di wilayah lain sudah ada peternak yang mengembangkan, tapi masih individu. Belum dalam bentuk kelompok, karena ini terkait kebijakan pemerintah tentang klasterisasi pengembangan komoditas ternak. Sejauh ini, arah arah pengembangannya masih di Pesawaran, Pringsewu, dan Tanggamus.”
Upaya Pemerintah Lampung
Lili Mawarti, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, mengungkapkan bahwa upaya Pemerintah Lampung dalam mempertahankan kelestarian Kambing Saburai adalah dengan menggandeng berbagai pihak, melakukan pembinaan.
“Sementara, penguatan pembibitan ternak Saburai di Tanggamus dulu. Pada 2015-2016, kami menggunakan APBN untuk pengebangan populasinya. Kami juga membina, memantau, dan mengevaluasi kelompok pembibitan dengan menggandeng berbagai pihak, seperti universitas, perbankan, dan Badan Pengkajian Teknologi Pertanian [BPTP],” jelas Lili di kantornya, Senin [15/2/2021].
Menurut dia, Saburai memiliki beberapa keunggulan sehingga masyarakat senang memelihara.
“Daya tahan tubuhnya kuat terhadap penyakit. Adaptasi pakannya lebih bagus dibanding kambing lokal lain, dan harga jualnya lebih mahal.”
Lili mengungkapkan, langkah pelestarian Saburai yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan tetap melakukan perkawinan silang dan memproduksi semen beku. “Saburai juga kami jaring dari kelompok-kelompok pembibit untuk mempertahankan dan mengantisipasi terjadinya pengiriman besar-besaran ke luar wilayah Lampung.”
Selain itu, saburai memiliki kontribusi besar terhadap pemenuhan produksi daging di Lampung.
“Harapan kami, Saburai tetap eksis. Jangan sampai hilang dan menyisakan cerita,” paparnya.
* Chairul Rahman Arif, Mahasiswa Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Tertarik menulis isu lingkungan, mendapatkan program liputan fellowship tahun 2020 yang diselenggarakan Mongabay Indonesia.