Mongabay.co.id

Pembaruan Regulasi Jamin Keberlanjutan Ekosistem Laut dan Pesisir?

 

Jaminan keberlanjutan ekosistem laut menjadi salah satu substansi yang ada dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan di Bidang Kelautan dan Perikanan. Regulasi tersebut menjadi turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Substansi tersebut ada bersama lima substansi lainnya yang diharapkan bisa mengawal pengembangan sektor kelautan dan perikanan. Jika berjalan baik, maka kehadiran regulasi turunan UU tersebut akan menjadi pendorong kemajuan sektor KP di masa mendatang.

Menteri Kelautan dan Perikanan Saktu Wahyu Trenggono menjelaskan, dalam PP 27/2021 disebutkan bahwa dalam pemanfaatan ruang laut diatur kewajiban untuk melindungi sumber daya kelautan dan perikanan. Misalnya, tidak merusak terumbu karang agar bisa tetap terjaga dan lestari sumber daya kelautan dan perikanan.

“Dengan adanya PP ini, maka akan terwujud keterpaduan, keserasian, dan keselarasan pengelolaan ruang darat dan laut,” ucap dia belum lama ini di Jakarta.

Substansi tersebut diharapkan bisa menuntun sektor kelautan dan perikan untuk bisa berperan sebagai salah satu pihak yang ikut melaksanakan pemulihan ekonomi nasional, setelah sebelumnya terganggu karena pandemi COVID-19 yang melanda dunia.

baca : Perlukan Rancangan Peraturan Pemerintah Dibuat sebagai Turunan UU Cipta Kerja?

 

Penjual ikan melakukan transaksi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan, Jatim. Dampak yang ditimbulkan dari wabah virus COVID-19 ini yaitu harga ikan turun drastis. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Bagi dia, kehadiran PP 27/2021 diyakini akan bisa menjadi solusi bagi permasalahan yang tumpang tindih dan menghambat investasi nasional, utamanya pada sektor kelautan dan perikanan. Semua itu, karena dalam PP tersebut tak hanya ada satu substansi saja, namun juga banyak.

Selain keberlanjutan ekosistem, substansi berikutnya yang juga ada dalam PP tersebut, adalah tentang subsektor perikanan tangkap. Sebelum ada PP 27/2021, segala perizinan yang berkaitan dengan kapal perikanan, dilakukan melalui sejumlah kementerian dan instansi.

Namun kini, setelah PP 27/2021 ada, segala perizinan dipusatkan menjadi satu pintu di bawah KKP saja. Penyatuan tersebut dihaapkan bisa mempermudah masyarakat yang ingin berusaha dan mempercepat transformasi ekonomi, khususnya di bidang kelautan dan perikanan.

“Reformasi perizinan ini sesuai dengan amanah dari Presiden RI Joko Widodo,” tegas Trenggono.

 

Subtansi

Kemudian, substansi berikutnya yang bisa dijumpai dalam PP 27/2021 dan berkaitan dengan subsektor perikanan tangkap, adalah adanya jaminan sosial bagi awak kapal perikanan (AKP). Dalam artian, pemilik dan/atau operator kapal perikanan, atau nakhoda harus bisa memberi jaminan sosial terhadap AKP.

Jaminan tersebut meliputi kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan jaminan kehilangan pekerjaan. Semua jaminan tersebut, mengacu pada PP 27/2021 yang diterbitkan pada Februari 2021, harus bisa dilaksanakan oleh para pemilik/operator kapal perikanan yang beroperasi di Indonesia.

baca juga : Tantangan UU Cipta Kerja dalam Menguji Kepatuhan Pelaku Usaha Perikanan

 

Kapal Pole and Line (Huhate) milik nelayan desa Pemana kecamatan Alok Timur kabupaten Sikka yang berbobot 30 GT ke atas. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Substansi berikutnya yang juga ada dalam PP 27/2021, adalah berkaitan dengan impor komoditas perikanan dan pergaraman, khususnya yang digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong industri. Untuk kepentingan tersebut, setiap rencana importasi harus mempertimbangkan neraca komoditas terkait.

Neraca komoditas tersebut disusun oleh Menteri KP dan kemudian disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI. Jadi, jika kebijakan importasi komoditas perikanan dan pergaraman akan ditetapkan, maka neraca keduanya harus dipertimbangkan lebih dulu.

“Dengan demikian, penyerapan garam produksi dalam negeri bisa lebih maksimal,” terang Trenggono.

Substansi berikutnya yang juga ada dalam PP 27/2021, adalah berkaitan dengan pengawasan dan sanksi, di mana sudah terjadi perubahan paradigma dalam penegakan hukum pada bidang kelautan dan perikanan.

Menurut Sakti Wahyu Trenggono, jika selama ini pengawasan dan sanksi masih berorientasi pada pemidanaan, maka kini metode tersebut sudah berubah. Saat ini, pengawasan dan sanksi dilakukan dengan menggunakan dan mengedepankan sanksi administratif.

“Pendekatan pembinaan terhadap pelaku pelanggaran, utamanya yang tidak memiliki niat jahat (mens rea) merupakan upaya agar pemidanaan kembali pada khittah-nya sebagai ultimum remedium dan hanya diterapkan sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum,” tegas dia.

perlu dibaca : UU Cipta Kerja Makin Mengancam Petani dan Nelayan

 

 

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini pada kesempatan terpisah mengatakan bahwa pelaksanaan tata kelola subsektor perikanan tangkap diyakini akan semakin positif setelah PP 27/2021 diterbitkan.

“Akan membawa kemudahan berusaha, salah satunya perizinan perikanan tangkap. Proses perizinan kapal yang semula menjadi wewenang Kementerian Perhubungan RI, kini terintegrasi di KKP,” ungkap dia.

Perubahan tersebut membuat KKP memiliki wewenang untuk mengendalikan izin persetujuan nama, pengukuran dan kelaikan kapal perikanan, dan tata kelola pengawakan kapal perikanan. Dengan demikian, proses perizinan menjadi lebih singkat, namun verifikasi data tetap berjalan akurat.

Muhammad Zaini meyakini, perpindahan wewenangan tersebut juga akan mendorong subsektor perikanan tangkap bisa lebih maju lagi dan efisien dibandingkan sekarang. Pada prosesnya, pelaku usaha akan semakin mendapat kemudahan untuk mengurus izin kapal perikanan milik mereka.

“Mulai dari kapal diusulkan untuk dibangun, hingga sertifikasi awak kapal perikanannya, semuanya terintegrasi di KKP,” jelas dia.

 

Persetujuan

Berkaitan dengan pembangunan, modifikasi, dan impor kapal perikanan, pelaku usaha wajib untuk memperoleh persetujuan lebih dulu dari Menteri Perdagangan RI. Namun, perizinan tersebut akan dimudahkan, jika industri galangan kapal di dalam negeri dinyatakan tidak mampu untuk melaksanakan produksi sesuai persyaratan teknis yang dibutuhkan.

“Persetujuan tersebut diberikan juga melihat ketersedian sumber daya ikan, usia kapal perikanan, ukuran kapal perikanan dan yang paling penting tidak tercantum dalam kapal perikanan yang melakukan kegiatan IUU fishing,” jelasnya.

baca juga : Banyak Sorotan dari Pemerhati, Menteri KKP Sukacita Sambut UU Cipta Kerja

 

Petugas melakukan pengecekan perizinan kapal nelayan. Foto : KKP

 

Sementara terkait pengawakan kapal perikanan, Ditjen Perikanan Tangkap akan berkolaborasi dengan Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP) yang mencakup pendidikan, pelatihan hingga sertifikasi.

“Kita akan pastikan awak kapal perikanan mendapatkan perlindungan kerja sebelum, saat dan setelah bekerja. Tidak hanya dari aspek hukum namun juga jaminan sosialnya. Kita akan dorong ini nantinya ke dalam peraturan menteri untuk penjelasan lebih rinci,” papar dia.

Selain perikanan tangkap, subsektor perikanan budi daya juga akan mendapatkan manfaat dari PP 27/2021 yang menjadi turunan dari UU Cipta Kerja. Kehadiran PP tersebut juga menghadirkan sejumlah subtansi bagi industri perikanan budi daya.

Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto mengatakan, ada tiga poin pokok yang tercantum dalam PP tersebut. Di antaranya, sebagai penyangga keseimbangan stok sumber daya ikan; dan memperkuat manajemen resiko melalui efektifitas sistem peringatan dini dalam pengendalian wabah penyakit ikan.

“Juga untuk perlindungan lingkungan dan kawasan budi daya melalui pengaturan potensi dan alokasi lahan pembudidayaan ikan,” sebut dia.

Ketiga poin pokok tersebut diharapkan bisa ikut mendorong subsektor perikanan budi daya menyesuaikan dengan target yang ditetapkan Pemerintah Indonesia. Sekaligus juga, menjadi pendorong utama untuk proses pemulihan ekonomi nasional yang terganggu akibat pandemi COVID-19.

Contohnya saja, untuk poin pertama itu adalah tentang pemulihan dan pengkayaan stok sumber daya ikan di lingkugan perairan umum. Poin tersebut mengatur tentang prosedur penebaran ikan hasil budi daya di perairan umum, yang berfungsi sebagai penjaga stok dan untuk ekonomi masyarakat.

Lalu, untuk poin yang kedua, tentang sistem peringatan dini, itu adalah untuk melindungi komoditas budi daya, ekosistem, dan sumber daya ikan. Poin tersebut mengatur pengendalian penyakit dan wabah penyakit ikan melalui upaya pencegahan berbasis wilayah, penetapan penyakit ikan berpotensi menjadi wabah, dan penanganan wabah serta pengendalian penyakit.

 

Exit mobile version