Mongabay.co.id

Paus Mati dan Lumba-lumba Luka Terdampar di Perairan Natuna, Apa Penyebabnya?

Bangkai paus yang ditemukan di Perairan Natuna. Warga di Natuna menduga itu bangkai gajah mine, satwa besar laut yang dipercaya ada oleh warga Natuna. Foto: Yogi ES/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Warga Kepulauan Riau heboh dengan temuan bangkai binatang laut di perairan Pantai Desa Kelanga, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, 20 Maret lalu. Seorang warga merekam dan menyebarkan ke di media sosial.

Dalam video terlihat jelas bangkai binatang laut membusuk mengapung di perairan Desa Kelanga dengan panjang sekitar 10 meter. Bagian ekor tersisa tulang seperti paus biasa. Bagian badan tersisa daging membusuk menyerupai bulu.

Bagian depan binatang ini membuat spekulasi berbagai macam dari masyarakat. Karena, ada dua tulang melengkung keluar dari bagian mulut bangkai hewan itu menyerupai belalai gajah. Warga menduga itu binatang yang biasa mereka sebut gajah mina-masyarakat lokal menyebut gajah mine .

“Jadi kalau melihat taring seperti gajah. Artinya itu gajah mine,” kata warga Desa Kelanga. Gajah mina adalah ada satwa laut besar di perairan Kepulauan Riau yang dipercaya warga Natuna memiliki kepala seperti gajah.

Selain tak berbentuk lagi, bau busuk sudah menusuk bahkan sampai 300 meter dari pinggir pantai. Beberapa keterangan warga menyebutkan, bangkai binatang ini awalnya ditemukan dua. Yang berhasil mereka ikat dan bawa ke tepi pantai hanya satu.

Spekulasi beberapa warga Kepulauan Riau berbeda soal temuan bangkai ini. Ada yang menyebut “gajah mine,” ada juga yang menerka paus biru. “Kalau hasil diskusi masyarakat menduga ini baus biru,” kata Asmuri, Kepala Desa Kelanga, Natuna, belum lama ini.

Asmuri mengatakan, bangkai binatang ini pertama kali ditemukan M Yusuf, warga Kelanga, pada pukul 07.00 Wib pagi, 20 Maret. “Sedangkan taring yang seperti gading gajah itu adalah tulang rahang,” kata Asmuri.

Setelah temuan itu, katanya, warga menarik bangkai binatang ke tepi pantai berjarak sekitar 100 meter dari bibir pantai.

 

Baca juga : Penyu dan Hiu Paus Mati Terdampar di Jembrana

Proses penguburan bangkai paus di Perairan Natuna. Foto: Yogi ES/Mongabay Indonesia

 

Pemerintah daerah memutuskan menguburkan hewan ini karena sangat busuk dan khawatir membahayakan kesehatan masyarakat. “Karena sudah tersebar kemana-mana dan bau menyengat malam hari, langsung evakuasi sampai subuh.”

Evakuasi perlahan pakai eksavator berukuran besar. “Tempat kuburan sengaja di dekat jalan, karena nanti kalau sudah lama kita gali pengambilan tulang untuk disimpan di museum,”

Sekar Mira, peneliti mamalia laut di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), mengatakan, masyarakat memang sangat erat dengan mitologi-mitologi, salah satu gajah mina.

“Kebetulan memang paus ini punya rahang jika dilihat seperti gading gajah. Padahal. itu rahang bawah dari seekor paus,” katanya saat dihubungi Mongabay, dari Batam.

Paus yang ditemukan warga merupakan paus jenis tidak bergigi atau masuk dalam golongan paus mysticeti. Ciri khas paus jenis ini memiliki dua rahang yang tak bersambung, kemudian berbentuk seperti gading gajah besar.

“Karena paus besar maka seperti gading gajah, dikaitkan dengan mitos gajah mina,” kata Mira.

Mira bilang, belum terdapat ilmu biologis ada evolusi gajah mina yang disampaikan warga Natuna. “Lebih spesifik jika dilihat dari bentuk bangkai, ini adalah paus baleen,” ujar Mira.

Perairan Natuna adalah tempat migrasi mamalia laut karena perairan dalam. “Ini perlu penelitian lagi, apalagi soal penyebab kematiannya.”

Kalau lihat dari ukuran bangkai paus, mamalia satu ini berada di laut dalam dan bergerak secara global. “Melihat tekstur bangkai, mati sudah lebih dari seminggu,” katanya.

Fenomena mamalia laut terdampar sangat bisa dimanfaatkan untuk ilmu pengetahuan. “Apalagi ke depan temuan seperti ini sangat diperlukan,” katanya.

Hal serupa disampaikan Danielle Kreb, Scientific Program Manager Yayasan Konservasi RASI. Dia memastikan, paus yang terdampar itu paus baleen (baleen whales). “Memang sulit diidentifikasi, tetapi itu menurut saya paus baleen,” katanya.

Dia bilang, gigi paus jenis ini seperti rambut, menggantung di rahang atas paus. Gigi sudah hilang dan membusuk hingga tinggal rahang yang membentuk gading gajah.

Dia tidak bisa memastikan habitat asli paus di Natuna atau sedang migrasi di perairan Natuna. “Biasa Baleen migrasi ke ke daerah tropis, saya beberapa kali sering ketemu paus baleen,” kata Danielle.

 

Baca juga : Kurang dari Dua Bulan, Empat Hiu Paus Terdampar di Jember

Lumba-lumba terluka dan terdampar di laut Kepri/ Foto: warga

 

Lumba-lumba terluka

Perairan Kepulauan Riau sepertinya tidak baik-baik saja. Berselang seminggu setelah ditemukan bangkai paus baleen di perairan Natuna, masyarakat kembali menemukan lumba-lumba terluka masih di kabupaten sama.

Lumba-lumba itu ditemukan warga bibir pantai Pulau Akar, Desa Cemaga Kota, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, 24 Maret 2021. Kalau dilihat melalui Google map pantai itu hanya berjarak 48 KM dari tempat temuan paus, atau sekitar satu jam perjalanan.

“Kami sedang jalan-jalan di pantai tiba-tiba nampak lumba-lumba terdampar,” kata Umar Bakri, seorang warga.

Umar yang juga anggota Relawan Penjaga Laut Nusantara (Rapala) ini, melihat lumba-lumba kesakitan karena di beberapa bagian tubuh ada luka. “Kita sedih, ada luka di bagian punggung,” katanya.

Sebelum melepaskan lumba-lumba itu ke laut, masyarakat sempat memberikan ikan makanan kecil.

Idris, Ketua Rapala mengatakan, fenomena lumba-lumba terdampar di Natuna sudah kedua kali.“Kami sadar akan konservasi hingga jika ada lumba-lumba terdampar di pantai masyarakat setempat menolong dan melepaskan kembali ke laut,” katanya.

Mamalia laut di Perairan Kepulauan Riau sudah terjadi beberapa kali. Mamalia sejenis dugong juga hampir setiap tahun terdampar di Kepulauan Riau. Bahkan, pada 2018, dugong atau duyung terdampar di perairan Kepri dipotong-potong nelayan untuk dijual.

Pada 2019, warga Karimun juga menemukan bangkai dugong masih utuh di tepi pantai di Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun.

Pertengahan 2019, warga Lingga juga menemukan dua bangkai paus berukuran besar terdampar di Pantai Dungun, Lingga, Kepri. Fenomena mamalia terdampar di Lingga hampir terjadi setiap tahun.

 

Baca juga : Menyedihkan, Lumba-Lumba Mati Teriris-iris di Karangasem Bali

Bangkai paus baleen di perairan Natuna. Foto: Yogi ES/ Mongabay Indonesia

 

Penyebab kematian

Secara nasional, data Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL), KKP mencatat, pada 2015 terjadi peristiwa terdampar 103 mamalia laut. Pada 2016, tercatat sebanyak 255, lalu 2017 ditemukan 143, pada 2018 sebanyak 154. Kemudian dalam 2019 sebanyak 142 ekor, dan 2020 ada 107 ekor.

Melihat kondisi ini, Mira mengatakan, penelusuran penyebab mamalia laut terusik harus dengan penelitian khusus. Seperti yang terjadi pada paus, lewat sampel daging dapat mengidentifikasi penyebab kematian.

“Banyak faktor bisa dilihat, tetapi kematian paus ini sudah termasuk kode 4 atau bangkai binatang sudah ditemukan hancur sekali hingga susah melihat apakah ada penyebab kematian karena interaksi manusia atau tidak,” katanya.

Mira bilang, kalau kondisi paus belum separah ini, masih bisa ditelusuri apakah terdapat bekas tombak atau alat perburuan lain di badan paus itu.

Dia mengatakan, penyebab kematian mamalia di laut cukup banyak,. Ada kelompok besar penyebab kematian, yakni, secara alami dan tidak alami. Penyebab alami, misal, faktor cuaca ekstrem, radiasi sinar matahari, magnetik bumi dan lain-lain.

Sedangkan penyebab tidak alami, katanya, karena interaksi manusia baik secara langsung dan tak langsung. Tidak alami contoh, kata Mira, pencemaran laut, perburuan hewan laut, ocean noise yaitu kebisingan di laut karena aktivitas kapal selam. “Apalagi, perairan Natuna sering jadi tempat latihan militer,” katanya.

Tidak hanya itu, di Natuna juga ada kapal besar, terutama untuk tambang minyak. Namun, katanya, untuk memastikan penyebab kematian perlu penelitian.

Untuk menelusuri kondisi itu, katanya, perlu ada sinergitas erat antara semua komponen, baik masyarakat dan pemerintah. “Karena penanganan mamalia terdampar bukanlah hal mudah.”

Sebenarnya, saat ini sudah ada kebijakan di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan yang bekerjasama dengan lembaga peneliti, organisasi masyarakat sipil untuk penanganan mamalia terdampar.

“Namun kita belum punya outline tempat masyarakat melaporkan jika ada kasus serupa,” kata Mira.

Saat ini katanya, kondisi penanganan mamalia terdampar sebatas situasi kondisional.

Kreb juga mengatakan, penyebab kematian mamalia di laut cukup banyak. “Mulai dari manusia, akibat pemangsa lain, dan lain-lain.”

Saat ini, katanya, hanya bisa menerka yang terjadi di laut hingga paus terdampar. “Bisa saja tabrakan dengan kapal, karena paus tidak bisa menghitung jarak dengan kapal-kapal besar,” katanya.

Tidak hanya itu, bisa saja penyebab seismik, di mana hewan laut terkena tembak yang digunakan perusahaan gas untuk mengetahui dasar eksplorasi minyak dan gas. “Itu juga sangat berbahaya.”

Belum lagi, katanya, saat ini kondisi laut tidak bagus, banyak penyakit, banyak sampah plastik, dan lain-lain. “Kualitas air juga bisa jadi penyebab,” katanya.

Dia mengatakan, soal kematian seperti ini harus ada penelitian khusus dari pemerintah. Misal, kalau satwa terdampar karena benturan dengan kapal besar, berarti mesti ada kebijakan menggeser jalur kapal melintas di perairan Kepri.

*****

Foto utama: Bangkai paus baleen yang ditemukan di Perairan Natuna. Warga di Natuna menduga itu bangkai gajah mine, satwa besar laut yang dipercaya ada oleh warga Natuna. Foto: Yogi ES/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version