- Kasus satwa laut dilindungi terdampar kembali terjadi di pesisir Kabupaten Jembrana, Bali.
- Hiu Paus sepanjang 7,5 meter ditemukan terdampar hidup, lalu mati dan dikubur.
- Penyu Hijau dan Belimbing juga ditemukan terdampar mati di pesisir Jembrana.
- Penyebab mati dan terdampar menjadi tantangan besar karena perlu penelitian.
Pesisir Jembrana, Bali Barat kembali mendapati satwa laut megafauna dan dilindungi yang terdampar lalu mati. Per 30 September ini, ada hiu paus dan tiga penyu, penyu hijau dan belimbing.
Peristiwa terdamparnya hiu paus dilihat warga pada Selasa pagi (29/09/2020) di Pantai Penuktukan, Kabupaten Jembrana. Sekitar 3 jam berkendara dari Kota Denpasar.
Karena termasuk pantai yang sering dikunjungi, serta merta foto dan videonya tersebar di sejumlah media sosial. Hiu paus dengan panjang 7,5 meter ini hanya diam terombang-ambing seakan tak bertenaga. Namun sejumlah warga termasuk dua warga asing terlihat terus berupaya mendorong agar mendapatkan air lebih dalam.
baca : Kurang dari Dua Bulan, Empat Hiu Paus Terdampar di Jember
Warga terus berdatangan, pantai makin padat. Anak-anak juga terlihat ikut mendorong hiu paus (Rhincodon typus) dengan lingkar tubuh sekitar 2 meter ini ke tengah laut.
Dari laporan BPSPL Denpasar, penanganan ikan hiu paus terdampar ini berkoordinasi dengan Pangkalan PSDKP Benoa, Penyuluh Perikanan Kabupaten Jembrana, Polair Polres Jembrana, BKSDA Bali, dan masyarakat sekitar.
Pada saat ditemukan, hiu paus masih dalam kondisi hidup di pinggir pantai, dan masyarakat melakukan upaya mendorong ikan hiu paus ke arah laut. Namun tidak berhasil dan akhirnya mati.
Tim lapangan ini dikomando Koordinator Satuan Pengawasan Pangkalan PSDKP Benoa di Jembrana, Asep, penanganan yang disepakati adalah dikubur. Sebelum dikubur, seorang warga memberi penghormatan dengan memberi sesajen di atas badan ikan, canang (rangkaian bunga dan janur) dan dupa. Sejumlah warga percaya, setiap satwa adalah bagian dari keseimbangan alam terlebih ulam ageng (ikan besar), istilah lokal untuk megafauna.
baca juga : Hiu Paus Kembali Terjaring Nelayan di Flores Timur. Bagaimana Nasibnya?
Proses penggalian di pantai dan menguburkan menggunakan alat berat eskavator. Tim lapangan juga mengambil sampel daging untuk dilakukan uji DNA. Ikan hiu paus ini selesai dikubur sekitar pukul 12.30 WITA.
Dari pengukuran morfologi, panjang ikan hiu paus adalah 750 cm, lebar lingkar tubuh 200 cm, panjang sirip punggung 97 cm, dan panjang sirip ekor 180 cm. Identifikasi jenis kelamin diperkirakan betina. “Dari data morfometri ini, diperkirakan ikan hiu paus berumur dewasa,” sebut Permana Yudiarso, Kepala BPSPL Denpasar.
Dari analisis sementara, ikan hiu paus terdampar diduga karena sedang mencari makan ikan teri yang sedang musim di pinggir pantai sekitar Penuktukan. Ketika terdampar, kondisi laut menuju surut bergelombang, sehingga ikan hiu paus terdorong ke arah pantai dan akhirnya terdampar dan mati.
Bulan ini merupakan musim peralihan dan diperkirakan terjadi upwelling di Pantai Selatan Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara. Hal ini memicu berlimpahnya ikan-ikan kecil, sumber makanan ikan hiu paus.
Kejadian ikan hiu paus terdampar mati Bali ini merupakan yang pertama di tahun 2020. Sebelumnya pada Agustus hingga September 4 ekor hiu paus terdampar mati di Pantai Nyamplong Kobong dan Pantai Paseban di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
perlu dibaca : Aksi Penyelamatan Lumba-lumba, Paus Pembunuh Kerdil dan Hiu Paus di Bali, Maluku, dan Pasuruan
Dwi Suprapti, dokter hewan peneliti penyu dan mamalia laut dari WWF Indonesia dalam diskusi webinar tentang mamalia terdampar berharap ada penelitian dari dokter hewan pasca kasus terdampar untuk diteliti kemungkinan penyebabnya. Disebut kejadian terdampar jika mamalia laut ditemukan di pantai atau perairan dangkal, hidup atau mati, dalam kondisi tak berdaya kembali ke habitat alaminya. Termasuk terlilit jaring (by-catch).
Ia merekap kasus tiap lima tahun di Indonesia, misalnya 2006-2011 ada 79 laporan, 2011-2015 meningkat jadi 93 laporan, dan 2016-2019 sudah ada 304 kejadian.
Pada 2017 adalah laporan tertinggi yakni 111 kejadian, namun sebagian besar tak terjawab penyebabnya. Pada 2018, ia dan sejumlah rekan dokter hewan buat jejaring agar ikut kontribusi dalam penanganan terdampar yakni I AM Flying Vet.
“Medsos sangat membantu informasi kejadian. Kejadian terdampar tak hanya keselamatan hewan juga mencari tahu penyebabnya,” urainya. Ada sejumlah indikasi penyebab terdampar. Indikasi pencemaran laut oleh limbah plastik dan polutan lain, efek samping kegiatan dengan gelombang sonar, kegiatan manusia yang kurang ramah lingkungan, indikasi kondisi alam, gempa, cuaca buruk, dan lainnya.
baca juga : Penyu Belimbing Sering Terjaring Nelayan di Kupang. Dimana Saja Habitatnya di NTT?
Kematian Penyu Hijau dan Belimbing
Dari pesisir Jembrana juga masih ditemukan penyu-penyu mati yang terdampar. Jika dibuatkan pusara, penyu-penyu yang ditemukan mati setiap tahun bisa berderet-deret. Temuan terakhir pada 15-16 September adalah dua penyu yang jarang ditemui di kawasan ini, Penyu Hijau dan Belimbing. Biasanya terbanyak Penyu Lekang, terdampar mati atau bertelur.
Anom Astika dari Kelompok Kurma Asih, koservasi penyu di Perancak menyebut, keduanya terdampar di pantai Perancak. Penyu Hijau dengan panjang karapas 60 cm dan lebar 57 cm diidentifikasi betina. Penyebab kematian belum diketahui, setelah itu dikubur di pantai. Tahun ini sudah 4 ekor yang terlihat mati. Ini baru sekitar Perancak, karena warga memiliki perhatian pada penyu.
Selain itu ditemukan Penyu Belimbing dengan ukuran karapas panjang 180 cm dan lebar 110 cm, diidentifikasi betina. Beratnya diperkirakan 300 kg terdampar dalam kondisi sudah membusuk. Juga dikubur di pantai.
Pantai Perancak populer sebagai lokas peneluran. Jumlah sarang yang diselamatkan pada tahun 1997 hanya 4 lalu melonjak di tahun 2010 mencapai 455 sarang dengan 36.400 butir telur penyu. Kemudian ada indikasi penurunan karena abrasi. Makin pendeknya lebar pantai membuat penyu tidak nyaman karena menyukai area datar dan jauh dari gangguan.
Windia Adnyana, seorang ahli penyu dan dosen di Universitas Udayana, Bali dalam sebuah forum berkisah tentang perilaku penyu. Satwa laut unik penjelajah lautan ini diyakini akan kembali ke tempat lokasi ia menetas.
Mereka bisa pindah dari tempat makan ke lokasi kawin melalui ribuan kilometer. Di tengah jalan jantan dan betina bertemu. Pejantan saling berkelahi, rebutan betina. Penyu disebut poliandri, betina satu jantannya banyak. Alhasil di perut ada banyak sel telur, sekitar 500-1000 dikeluarkan bertahap tiap minggu. Jika beratnya sekitar 50 gram saja, maka dalam perutnya sekitar 5 kg telur.
Pasca kawin, jantan kembali ke area pakan. Betina bertelur. Tiap jenis penyu beda perilaku peneluran. “Penyu hijau sensitif, ada sebatang rokok pun dia tak jadi bertelur. Beda dengan Lekang,” sebutnya.