Mongabay.co.id

Pemda Lombok Timur dan Nelayan Sambut Baik Rencana Sentra Industri Lobster

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan rintisan kolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam rangka menindaklanjuti amanat Presiden Joko Widodo agar menggenjot produksi subsektor perikanan budi daya.

KKP di bawah pimpinan Sakti Wahyu Trenggono memiliki tiga program terobosan tahun 2021-2024, yaitu peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) perikanan tangkap dan peningkatan kesejahteraan nelayan, menggerakkan perikanan budidaya untuk peningkatan ekonomi masyarakat yang didukung riset kelautan dan perikanan, dan membangun kampung-kampung perikanan budidaya tawar, payau dan laut berbasis kearifan lokal.

Guna penyiapannya, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto menyatakan bahwa pihaknya segera menyusun model pengembangannya. Tindak lanjutnya dengan penandatanganan nota kesepakatan antara Dirjen Perikanan Budidaya KKP dan Bupati Lombok Timur tentang pengembangan perikanan budi daya.

“Intruksi pak Menteri jelas ya, bahwa beliau sangat berkomitmen untuk kembangkan industri budidaya lobster nasional. Tadi bersama Pemerintah Daerah Lombok Timur kami sepakat untuk saling bersinergi sesuai tugas dan kewenangan kita masing-masing. KKP selalu siap memfasilitasi seluruh akses yang bisa didukung untuk pengembangannya meliputi akses sarana dan prasarana, pendampingan teknologi dan lainnya,” jelas Slamet dalam siaran pers KKP, Senin (29/3/2021).

baca : Kekuatan Magis Lombok untuk Budi daya Lobster Berkelanjutan

 

Nursiwan menunjukkan lobster jenis mutiara yang dipelihara di keramba miliknya di dekat Gili Beleq, Jerowaru, Lombok Timur, NTB. Sejak berhasil membuat pakan campuran, pertumbuhan lobsternya sangat cepat. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Slamet menjelaskan nota kesepakatan tersebut meliputi kawasan pengembangan di Teluk Telong-Elong dan Teluk Ekas, di Kecamatan Jerowaru. Ruang lingkupnya yakni sinkronisasi program pembangunan kampung lobster,peningkatan produksi komoditas lobster di kawasan Telong Elong dan kawasan Ekas, pengembangan dan penerapan teknologi perikanan budidaya, pemberdayaan masyarakat di bidang perikanan budi daya, dan pertukaran data dan informasi.

Penetapan kawasan pengembangan kampung lobster tersebut, menurut Slamet telah mengacu pada Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi NTB. Ia mengatakan perairan Lombok sangat strategis karena ada dua zona yang saling mendukung yakni zona tangkap benih bening lobster (BBL) seperti di Teluk Awang-Lombok Tengah dan zona budi daya antara lain di Lombok Timur meliputi Teluk Jukung, Teluk Ekas, dan Teluk Seriwe.

“Saat ini pembudidaya lobster membeli benih hasil tangkapan nelayan di Teluk Awang dan sekitarnya. Kita akan atur tiap sub sistem bisnis yang ada mulai dari nelayan tangkap benih, pembudidaya hingga hilirisasinya. Kami telah bersepakat Lombok akan jadi sentra lobster dan tahun ini kita akan kembangkan model bisnisnya di Lombok Timur,” tegasnya.

Slamet juga menyinggung banyaknya kritik atas rencana kebijakan menyetop ekspor BBL.

“Saya kira kritik itu wajar, tapi yang jelas pak Menteri selalu tegaskan bahwa prinsip pemanfaatan sumber daya perikanan, utamanya lobster harus mengedepankan kepentingan ekonomi dan kelestarian sumber daya. Makanya, pak Menteri tegas menyatakan lawan terhadap aktivitas ekspor BBL ini dan akan mati-matian mendorong industri budi daya lobster dalam negeri,” imbuh Slamet.

baca juga : Akankah Menteri KP Baru Hapus Kebijakan Ekspor Benih Lobster?

 

Deretan keramba jaring apung budidaya lobster di Teluk Jukung, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, NTB. Kawasan ini akan dijadikan sebagai lokasi sentra budidaya lobster nasional. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Kebijakan menyetop perizinan ekspor benih bening lobster (BBL) ditegaskan Menteri Trenggono saat melakukan serangkaian kunjungan kerja di Lombok pada Rabu (24/3/2021) lalu. Rombongan menteri melihat langsung aktivitas budidaya lobster di Telong-Elong Lombok Timur, Teluk Awang dan Selong Belanak Lombok Tengah.

“Saya meminta nelayan untuk tidak menjual BBL pada oknum yang melakukan ekspor ilegal dan memperkaya orang luar negeri. Lobster ini kekayaan kita. Jika ada yang melakukan hal tersebut akan saya lawan, kecuali untuk budidaya pasti saya dukung sampai mati,” tegas Menteri Trenggono saat berdialog dengan nelayan dan pembudidaya lobster di Teluk Awang, Lombok Tengah.

 

Kondisi Pembudidayaan Lobster

Berdasarkan peta potensi luasan lahan budidaya laut yang tertera di RZWP3K, yang berpotensi untuk digunakan sebagai lahan budidaya lobster adalah sebesar 30 persen dari luasan total. Lahan potensial budidaya lobster seluas 643 Ha di Teluk Jukung dan 732 Ha di Teluk Ekas.

Adapun besaran pemanfaatan area untuk budidaya lobster yang eksisting di masing-masing kawasan adalah Teluk Jukung sebesar 6,6%, dan Teluk Ekas 2,2%. Dengan total eksisting kelompok pembudidaya dan jumlah lubang/petak KJA sebanyak 147 kelompok sebanyak 8.438 lubang.

Sekretaris Daerah Pemkab Lombok Timur, Juaini Taopik yang ikut mendampingi Menteri Trenggono mengatakan mendukung penuh rencana menjadikan Telong-Elong sebagai sentra lobster nasional. Budidaya lobster di kawasan tersebut sudah berlangsung sejak belasan tahun silam. Setiap tahun jumlah nelayan budidaya lobster bertambah. Karena itulah pemerintah akan mengatur penempatan keramba agar tidak terjadi konflik.

“Beberapa konsep penataan seperti mengatur agar posisi keramba jaring apung yang eksisting hari ini masih relatif semrawut. Pemda memastikan pakan dan menyediakan informasi tentang harga setiap hari,’’ kata Juaini yang pernah lama menjadi camat Jerowaru.

perlu dibaca : Begini Nasib Nelayan Lobster Lombok Setelah Ekspor Benih Lobster Ditutup

 

Nelayan pembudidaya di Telong-Elong, Lombok Timur, NTB, memeriksa pertumbuhan lobster di kerambanya. Para nelayan di Telong-Elong belajar budidaya lobster secara otodidak, modal sendiri, dan kesulitan mengakses perbankan. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Saat ini kawasan Telong-Elong, Teluk Jukung, Jor merupakan salah satu lokasi budi daya lobter terbesar di Lombok Timur. Di Batunampar dan Batunampar Selatan yang berbatasan dengan kawasan Teluk Awang juga salah satu sentra lobster di Lombok Timur. Di Telong-Elong sudah dibangun beberapa sarana penunjang, seperti dermaga. Status dermaga itu merupakan aset pemerintah provinsi.

“Untuk mendukung pengembangan sentra lobster dan setelah mendengar kepastian penyerahan aset pemerintah provinsi, KKP akan membangun UPT Budi daya di Telong-Elong,’’ kata Juaini.

Juaini berharap pada tahun 2021 ini, persiapan sentra budi daya lobster nasional ini bisa rampung. Pemkab Lombok Timur sendiri akan terus mendampingi masyarakat, khususnya para nelayan. Pendampingan itu berupa peningkatan kapasitas, peningkatan kualitas bibit, peningkatan kemampuan penyediaan pakan. Dia berharap ke depannya semakin banyak nelayan yang melakukan budi daya lobster.

“Ini adalah kabar baik untuk kita semua. Di samping meningkatkan kualitas para pembudi daya yang ada sekarang, maka menjadikan laut dengan segala potensinya sebagai lahan penciptaan lapangan kerja baru bagi warga yang rajin. Insya Allah akan dapat terwujud,’’ katanya.

Sebelum pandemi COVID-19, para nelayan lobster di Lombok Timur sudah biasa mengirim lobster mereka ke luar negeri. China adalah salah satu negara tujuan. Diperkirakan kebutuhan lobster untuk China dan beberapa negara lainnya sekitar 540 ribu ton per tahun.

“Sementara kemampuan produksi yang ada di Lombok sekarang ini baru pada kisaran 30 sampai 60 ribu ton per tahun. Artinya masih banyak peluang,’’ kata Juaini.

baca juga : Nelayan Pembudidaya Lobster: Diabaikan dan Berjuang dalam Sunyi [bagian 3]

 

Nelayan pembudidaya lobster di Telong-Elong, Lombok Timur, NTB memindahkan anakan lobster di kerambanya. Selama pandemi angka penjualan lobster menurun. Permintaan besar selama ini dari sektor pariwisata dan eksport ke China. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Peningkatan Kapasitas Nelayan

Ketua Serikat Nelayan Independen Lombok Hasan Saipul Rizal menyambut baik rencana menjadikan Lombok Timur sebagai sentra budidaya lobster nasional. Dia yakin budidaya lobster akan membuat nelayan semakin mandiri, penghasilan bertambah, dan secara politik pangan Indonesia bisa berdaulat. Selama ini Indonesia menjadi pengekspor BBL, dijual ke luar negeri, dan setelah lobster itu besar dibeli orang Indonesia.

“Dari dulu nelayan butuh dukungan kebijakan untuk budidaya lobster ini,’’ kata Hasan.

Para nelayan budidaya lobster di Lombok Timur dan Lombok Tengah belajar secara otodidak. Mereka juga mengeluarkan modal pribadi. Sangat jarang nelayan budidaya yang bisa mengakses bantuan perbankan. Selain itu, intervensi program bagi nelayan budidaya lobster juga masih jarang. Bahkan beberapa nelayan budidaya lobster mungkin tidak pernah sekali pun ditengok oleh stakeholder terkait.

Hasan meminta pemerintah daerah Lombok Timur, pemerintah provinsi NTB, dan KKP mendata dengan teliti nelayan budi daya lobster yang sudah eksisting saat ini. Termasuk juga mendata nelayan yang berminat budi daya. Hasan khawatir jika ke depannya ada program bantuan terkait program sentra budidaya lobster nasional ini, akan banyak ‘nelayan jadi-jadian’.

“Seperti program-program sebelumnya. Ketika ada bantuan, semua jadi nelayan, setelah itu hilang. Coba lihat berapa banyak kapal bantuan mangkrak, keramba jaring apung bantuan mangkrak. Itu akibat salah sasaran,’’ katanya.

perlu dibaca : Saat Nelayan Bicara tentang Kebijakan Ekspor Lobster, Apa Katanya?

 

Nelayan menyiapkan keramba jaring apung di Teluk Jukung, Jerowaru, Lombok Timur, NTB. Pemerintah daerah akan mengatur posisi keramba agar aktivitas budidaya lancar dan menghindari konflik penguasaan kawasan. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Setelah database nelayan itu lengkap, pemerintah secara terbuka mengumumkan ke publik. Termasuk juga rencana program yang akan dilaksanakan di kawasan sentra budi daya lobster. Saat ini nelayan butuh pendampingan untuk peningkatan kapasitas. Mulai dari pemilihan bibit, pembangunan keramba jaring apung, perawatan, dan pakan.

“Pakan ini yang jadi titik tekan kami. Saat ini nelayan budi daya masih mengolah pakan secara tradisional,’’ katanya.

Jika di pertanian ada sekolah lapang pertanian, Hasan mengusulkan juga perlu sekolah lapang nelayan. Sasarannya ditekankan pada anak-anak muda keluarga nelayan, siswa sekolah yang ada di pesisir. Menurut Hasan, nelayan juga krisis nelayan muda. Dia khawatir ketika nelayan ditinggalkan anak-anak muda, menjadi alasan bagi korporasi untuk masuk dan menguasai kawasan budidaya.

 

Exit mobile version