Mongabay.co.id

Kesetiaan Pokmaswas Jalur Gaza Flores Timur Lakukan Konservasi Penyu

 

Siang itu cuaca pantai selatan Pulau Solor yang masuk dalam wilayah perairan Laut Sawu dihantam gelombang tinggi. Angin kencang yang melanda, membuat nelayan tidak berani melaut akibat tingginya gelombang.

Saat air laut beranjak surut, satu per satu anggota Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Jalur Gaza mulai merapat ke pondok di tepi pantai. Sepeda motor harus diparkir sekitar 100 meter sebelum pintu masuk areal konservasi penyu.

Staf  Yayasan Misool Baseftin, Monika Bataona menemani Mongabay Indonesia menuju lokasi konservasi penyu ini. Hujan lebat beberapa hari mengguyur Solor yang dahulu terkenal sebagai pulau penghasil Cendana, saat disambangi, Selasa (30/3/2021).

“Sebenarnya tukiknya sudah menetas hari Minggu (28/3/2021) namun karena hujan yang terus mengguyur, tukik pun terlambat menetas,” jelas Monika.

Duduk berkumpul bersama anggota Pokmaswas, Monika pun menerangkan mengenai pentingnya melakukan konservasi laut termasuk kegiatan penetasan telur penyu dan pelepasan tukik.

Menurutnya, selain kegiatan konservasi penyu, anggota kelompok dan masyarakat pun harus mengantisipasi pengeboman ikan yang kian marak. Juga dilarang untuk menangkap penyu, pari manta dan hewan dan biota laut yang dilindungi.

“Jika dilihat, kesadaran masyarakat terkait konservasi penyu sudah berjalan baik termasuk melepaskan penyu dan hewan laut yang dilindungi saat terkena pukat atau jaring,” ucapnya.

baca : Penyu Belimbing Sering Terjaring Nelayan di Kupang. Dimana Saja Habitatnya di NTT?

 

Lokasi penangkaran penyu milik Pokmaswas Jalur Gaza di Desa Sulengwaseng, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Bentuk Pokmaswas

Wilhelmus Wokadewa Melur, Ketua Pokmaswas Jalur Gaza menjelaskan dia memulai konservasi penyu sebagai bentuk kepeduliannya setelah pindah ke pantai Sulengwaseng dari Boru, Kecamatan Wulanggitang pada 2018.

“Setiap pagi saya dan isteri berjalan sejauh 3 kilometer untuk mencari telur penyu. Kami membawa ember plastik untuk menampung telur penyu,” terangnya.

Mereka mengambil telur beserta pasir lautnya agar telur bisa menetas, sehingga mareka harus bergantian menggotong ember karena jauhnya lokasi penyu bertelur ke tempat penetasan.

Diakuinya, awalnya belajar secara otodidak hingga akhirnya mendapatkan pelatihan dari LSM Misool Baseftin.

Dia bercerita, masyarakat di Solor dilarang secara adat untuk mengambil telur penyu termasuk menangkap penyu. Lelaki kelahiran 21 Desember 1968 ini pun sudah meminta ketua adat untuk membuat ritual sehingga setiap tahun penyu bertelur kelompoknya bisa mengambil dan menetaskannya.

“Tahun 2019 saya meminta kepala desa agar membentuk Pokmaswas Jalur Gaza beranggotakan 15 orang. Nama Jalur Gaza merupakan singkatan dari Jalan Lurus Gagah Perkasa,” terangnya.

baca juga : Dua Penyu Belimbing Terdampar dan Terjerat Pukat Nelayan di NTT, Bagaimana Akhir Nasibnya?

 

Ketua Pokmaswas jalur Gaza, Desa Sulengwaseng, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur, NTT, Wilhelmus Wokadewa Melur bersama sang isteri Theresia Werang yang setia lakukan konservasi penyu. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Theresia Werang sang isteri mengakui, keduanya pun harus menjaga agar lokasi penetasan telur penyu tidak dimasuki orang lain termasuk biawak yang sering memangsa telur penyu.

Saat telur penyu menetas dan dipindahkan ke dalam wadah yang ditaruh di ruamhnya, setiap malam dirinya harus bergantian dengan sang suami mengganti air laut di wadah tersebut.

“Kalau sudah menetas dan menjadi tukik, setiap malam kami tidak bisa tidur nyenyak sebab setiap 3 jam sekali harus mengganti air laut di dalam wadah yang kami taruh di rumah,” ucap perempuan kelahiran 18 Mei 1969 ini.

 

Ingin Menimba Ilmu

Sore itu, tepat pukul 16.00 WITA, Selasa (30/3/2021) sebanyak 78 tukik yang menetas siang harinya, dilepas ke laut.

Menurut Maria Yosefa Ojan, Kepala Perwakilan Misool Baseftin Flores Timur menjelaskan, tukik dilepas saat sore hari agar bisa terbebas dari predator yang memangsanya.

“Tukik pun harus segera dilepaskan ke laut setelah menetas. Setelah menetas tukik memiliki cadangan makanan untuk dirinya yang bisa bertahan maksimal seminggu,” sebut Evi, sapaanya.

Mus memaparkan, sejak tahun 2018 tercatat Pokmaswas Jalur Gaza telah melepas sebanyak 2.491 tukik, kebanyakan penyu hijau dan sisik. “Rata-rata setiap tahun ada 12 sarang yang kami temukan dan kami lakukan penetasan di tempat penangkaran kami,” tuturnya.

Perinciannya, tahun 2018 dilepas sebanyak 550 ekor tukik,  tahun 2019 ada 750 tukik, tahun 2020 sejumlah  950  ekor tukik. Tahun 2021, 85 ekor tukik dilepas pada 31 Maret, dan masing-masing 78 ekor tukik dilepas pada 2 April dan 4 April. Pada 5 April ditemukan 2 sarang masing-masing 76 telur dan 140 telur.

baca juga : Kesetiaan Pedan Wutun Mengkonservasi Penyu

 

Anggota Pokmaswas Jalur Gaza bersama staf Misool Baseftin, pemerintah Desa Sulengwaseng dan Camat Solor Selatan saat pelepasan tukik di pantai Desa Sulengwaseng, Kecamatan Solor Selatan. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Selain itu, tambah Mus, sejak tahun 2018 sudah 36 ekor penyu yang terkena jaring nelayan berhasil dibebaskan dan dilepas kembali ke laut. Jaring nelayan pun sering sobek dan ia pun sudah meminta kepada pemerintah untuk mendapatkan ganti namun banyak yang belum terealisir.

Ayah 6 orang anak ini menjelaskan, waktu bertelur penyu mulai bulan April sampai September setiap tahunnya. Namun di tahun 2021, waktu bertelur penyu lebih cepat yaitu pada bulan Februari.

Diakuinya, dengan hadirnya penangkaran  penyu terbesar di Pulau Solor, masyarakat sudah mulai sadar untuk tidak menangkap penyu dan telurnya. “Saya keras, kalau saya dapat orang mencuri telur penyu maka saya akan laporkan ke pihak berwajib karena penyu ini dilindungi sehingga harus dijaga kelestariannya,” sebutnya.

Mus mengakui hasil yang dikerjakannya terkait konservasi penyu belum maksimal. Ia meminta, apabila ada program magang dari pemerintah, dirinya bisa dibiayai magang ke Bali dan wilayah lainnya yang sudah melaksanakan penangkaran penyu dengan baik.

“Saya ingin menimba ilmu lagi di tempat penangkaran penyu yang sudah bagus. Kalau ada lembaga atau pemerintah mau membiayai maka saya siap untuk magang agar ilmu saya terkait konservasi penyu bisa bertambah,” ungkapnya.

Anggota Pokmaswas, Fransiskus Raya Herin menyebutkan, bulan Maret lalu menemukan telur penyu sebanyak 89 butir. Dirinya memanggil Pak Mus untuk mengambil telurnya guna dibawa ke penangkaran.

“Dulu sebelum ada Pokmaswas kami kalau kami menemukan telur penyu kami ambil dan bawa ke tuan tanah. Setelah dibuat ritual adat dahulu baru bisa dimakan telurnya. Tapi itu dulu, sekarang sudah tidak ada lagi,” ucapnya.

perlu dibaca: Inilah Rencana Aksi Konservasi Perairan dan Perlindungan Penyu Laut di Arafura dan Laut Timor

 

Anggota Pokmaswas Jalur Gaza, Desa Sulengwaseng, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur, NTT sedang mengawasi tukik yang dilepas ke laut. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Berharap Bantuan

Areal penangkaran penyu Pokmaswas Jalur Gaza seluas 0,5 ha berpagar bambu dan jaring dari total 3 ha lahan milik Mus. Di pintu masuk sebelah timur terdapat rumah tinggal Mus dan keluarga berukuran 4×6 meter. Terdapat 2 papan informasi terkait konservasi penyu di pintu masuk.

Tempat di lokasi penangkaran tampak sejuk dipenuhi rimbunya pepohonan beringin, asam dan waru yang berusia tua.

Sebuah lopo beratap daun lontar dan alang-alang berada di tengah lokasi penangkaran sebagai tempat berkumpul dan berdiskusi.

Camat Solor Selatan, Yoseph Damian Klodor mendukung konservasi penyu yang dilakukan Pokmaswas Jalur Gaza. Dia selalu hadir setiap kali pelepasan tukik.

Yoseph mengakui, hadirnya Pokmaswas membuat masyarakat di Solor Selatan sudah tidak lagi mengambil dan mengkonsumsi telur penyu. Dirinya berharap kelompok ini tetap eksis menjalankan karya sosial mereka.

Mus ingin tempatnya dikembangkan menjadi tempat wisata sekaligus edukasi. Dirinya berharap ada bantuan pembangunan rumah infromasi, kostum, senter dan teropong untuk melihat kapal yang biasa mengebom ikan.

Dia juga berharap pemerintah dan lembaga swasta lainnya bisa membantu alat tangkap bagi nelayan anggota kelompok serta bantuan buat petani. Adanya bantuan bisa memotivasi anggota untuk giat bekerja melakukan konservasi penyu.

“Saya meminta pemerintah kabupaten, provinsi bahkan pusat bisa membantu kami memperbaiki tempat penangkaran penyu. Juga bisa bantu kami membangun lopo, membuat jalan semen 100 meter agar bisa sampai ke tempat penangkaran,” harapnya.

Mus mengaku tidak mendapat dana sepeserpun dari siapapun meskipun banyak warga yang curiga ia mendapatkan dana dari berbagai pihak. Dirinya berharap agar piagam penghargaan jangan diberikan kepadanya saja tetapi juga sang isteri dan anggota kelompok.

“Saya hanya mendapatkan bantuan kapal nelayan dari Dinas Perikanan Kabupaten Flores Timur tahun 2019 sehingga saya bisa bekerja sebagai nelayan,” pungkasnya.

 

Exit mobile version