Mongabay.co.id

Upaya Menjaga Wilayah Perairan Laut di Rute Pelayaran Kapal

 

Pemerintah Indonesia berupaya keras untuk bisa melaksanakan identifikasi organisme laut yang ada di perairan yang menjadi jalur rute pelayaran, tempat berlabuh, dan sandar kapal. Program tersebut melibatkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sub Direktorat Angkutan Laut Luar Negeri Kementerian Perhubungan RI Yudhonur Setyaji, program identifikasi organisme laut dilaksanakan dengan melakukan survei di beberapa wilayah Indonesia (port biological baseline survey/PBBS).

Survei tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Konvensi Internasional untuk Pengendalian dan Pengelolaan Air Balas dan Sedimen Kapal (BWM Guidance G7). Adapun, lokasi survei ditetapkan di enam titik yang menjadi lokasi pelabuhan besar dan penting bagi Indonesia.

Keenam lokasi tersebut adalah Belawan (Medan, Sumatera Utara), Batam (Kepulauan Riau), Tanjung Priok (DKI Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya, Jawa Timur), Soekarno-Hatta (Makassar, Sulawesi Selatan), dan Bitung (Sulawesi Utara).

Enam lokasi pelabuhan tersebut, selama ini menjadi lokasi utama kedatangan dan keberangkatan kapal penumpang dan non penumpang dengan kapasitas besar. Oleh karena aktivitas yang sangat sibuk, potensi munculnya permasalahan organisme laut menjadi sangat besar.

Penyebab resiko tersebut muncul, karena kapal selalu membawa air balas yang digunakan sebagai pemberat dan penyeimbang kapal saat berlayar. Walau bermanfaat bagi kapal, air tersebut bisa menimbulkan masalah serius, yakni memicu terjadinya pertukaran organisme saat proses ballasting dan deballasting berlangsung.

Menurut Yudhonur Setiaji, pelaksanaan survei organisme menjadi pendekatan alternatif untuk mengelola resiko di sekitar pelabuhan, dan jika diperlukan, bisa menjadi penerapan langkah-langkah mitigasi kebencanaan.

“Indonesia sangat mendukung untuk dilakukan pembahasan tersendiri yang melibatkan para peneliti atau ilmuwan yang memahami pelaksanaan PBBS untuk dapat saling bertukar informasi dan menyusun langkah-langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman penerapan same risk area,” jelas dia.

Di sisi lain, walau ada potensi pertukaran organisme di perairan laut sekitar pelabuhan, Pemerintah Indonesia tetap menambah rute Tol Laut di seluruh Indonesia. Tujuannya, agar wilayah Nusantara yang terdiri dari 16.056 pulau bisa terhubung, meski tidak secara langsung.

baca : KKP Tambah Kapal Pengawasan di Laut Natuna, Apa Kata Mereka?

 

Laut Indonesia yang begitu luas dan indah. Foto: Amar Baco/Unspash/Free to use

 

Konektivitas Perbatasan

Selain menjangkau wilayah terjauh Nusantara, Pemerintah RI juga fokus untuk menghubungkan wilayah Indonesia dengan negara tetangga. Daerah-daerah yang dipilih, adalah yang berbatasan langsung dengan negara tersebut.

Yudhonur Setyaji mengatakan, upaya tersebut di antaranya adalah dengan melibatkan negara tetangga seperti Malaysia. Negeri Jiran tersebut memiliki program strategis untuk masa waktu 2016-2025 bernama Kuala Lumpur Strategic Plan (KLTSP).

Program tersebut memiliki 10 tahun rencana induk untuk sektor transportasi yang ada di Asia Tenggara, khususnya negara-negara yang menjadi anggota ASEAN. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan integrasi ekonomi regional.

Khusus untuk transportasi laut, negara-negara Asia Tenggara bersepakat untuk saling menghubungkan antar pulau di wilayah perbatasan masing-masing. Misalnya, adalah rute kapal roll on-roll off (RoRo) dari Dumai di Riau, Indonesia ke Melaka di Malaysia.

Rute yang menjadi percontohan untuk program ASEAN Single Shipping Market (ASSM) itu direncanakan akan menghubungkan Indonesia dengan Malaysia melalui jalur laut. Demikian juga dengan rute RoRo dari Bitung, Sulawesi Utara, Indonesia ke Davao di Filipina.

Untuk rute Bitung – Davao, Pemerintah Indonesia sudah mengoperasikan dengan lancar, meski sedikit terganggu dengan adanya pandemi COVID-19. Sepanjang 2020 yang menjadi tahun perdana pandemi, rute Bitung-Davao sudah dilayari antara 3-4 kali oleh KM Gloria 28.

KM Gloria 28 sendiri tidak lain adalah kapal kargo konvensional yang melakukan aktivitas ekspor impor antara Filipina Selatan dan Indonesia Timur. Pemerintah Indonesia dan Filipina telah sepakat untuk mempertahankan rute tersebut, dan tidak membatasi pelayaran hanya dilayani oleh kapal RoRo saja.

“Terlepas dari efek Pandemi COVID-19 terhadap dunia pelayaran, KM Gloria 28 sepanjang tahun 2020 dapat tetap melakukan voyage selama 3 atau 4 kali dalam setahun,” jelas Yudho belum lama ini di Jakarta.

Selain oleh KM Gloria 28, rute dari Filipina juga diusulkan bisa dilayari melalui jalur Ekspres Reefer yang berpusat di Manila, ibu kota Filipina. Dari sana, rute akan diteruskan hingga ke daratan Cina, dan kemudian sampai di Ho Chi Minh City, ibu kota Vietnam.

Sementara, untuk rute dari Dumai ke Melaka, Pemerintah Indonesia dengan Malaysia bersepakat bahwa untuk sekarang ditunda dulu hingga situasi membaik. Penundaan tersebut, lagi-lagi karena saat ini kedua negara masih dilanda pandemi COVID-19.

“Namun demikian, masing-masing negara tetap mempersiapkan dan mengadakan konsultasi internal untuk dapat melanjutkan pembahasan pada kesempatan pertama,” kata Yudho.

 

Salah seorang suku laut Air Mas melaut di pesisir perairan Batam. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Perluas Jangkauan

Selain menghubungkan perbatasan Negara dengan ASEAN, program yang sudah diluncurkan sejak 2015, yakni Tol Laut juga terus diperluas jangkauannya. Salah satunya, adalah rute yang ada di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.

Menurut Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Nunukan Yohanis Tedang, rute tersebut menjadi andalan bagi warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di wilayah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia.

Sebelum adanya rute di Nunukan, masyarakat Indonesia yang tinggal di perbatasan harus memenuhi kebutuhan bahan pokok dan bahan bangunan dari produk yang berasal dari Malaysia. Produk-produk tersebut masuk ke perbatasan melalui kota besar Malaysia, Tawau.

“Dengan adanya Tol Laut, itu sangat membantu kebutuhan masyarakat di perbatasan, khususnya di Kabupaten Nunukan yang bersebelahan langsung dengan Malaysia,” ucap dia.

Semula, Tol Laut di Nunukan hanya ada satu rute saja dengan tujuan Makassar, Sulawesi Selatan. Namun, karena banyaknya potensi produk unggulan di daerah tersebut, tahun ini rute Tol Laut bertambah dengan tujuan Pulau Jawa melalui pintu masuk Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Yohanis Tedang menyebutkan, barang yang dibawa melalui Tol Laut menuju Nunukan meliputi bahan bangunan, kayu, besi, semen, mie, tepung, air mineral dan ada juga muat pakan ayam, dan kebutuhan pokok lainnya. Sementara produk unggulan yang dikirimkan dari Nunukan adalah rumput laut dan produk lokal lainnya

Saat ini, rute dari dan menuju Nunukan dilayani oleh dua kapal laut, yaitu KM Kendhaga Nusantara 6 yang berangkat secara rutin dari pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar, dan KM Kawan Mas yang berangkat secara rutin dari pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur.

Menurut Yohanis Tedang, dengan jadwal dan rute yang teratur, serta tarif yang murah karena disubsidi oleh Pemerintah Indonesia, Tol Laut sangat diminati oleh masyarakat Indonesia di perbatasan untuk bepergian dari dan menuju Nunukan.

“Baik itu untuk menerima kiriman (consignee) maupun mengirimkan (shipper/shipping) produk mereka. Tol Laut lebih ekonomis sehingga dapat memangkas biaya logistik yang akhirnya membuat harga menjadi lebih murah dan terjangkau,” tegas dia.

Diketahui, Tol Laut merupakan program pengangkutan logistik laut untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan di Nusantara yang dikelola Kementerian Perhubungan. Tujuannya, untuk mengurangi disparitas harga antar wilayah, antar pulau, antar daerah serta memangkas biaya logistik yang mahal.

 

Exit mobile version