Mongabay.co.id

Cacing Sutra, Si Pakan Alami Andalan

 

Kegiatan budi daya perikanan akan selalu bergantung pada penggunaan pakan yang terbuat pabrik yang bahan bakunya sebagian besar didatangkan dengan cara impor dari negara lain. Di saat yang sama, kebutuhan terhadap pakan alami juga sama tingginya, karena bisa mendorong produktivitas.

Namun, dengan hanya bergantung pada pakan buatan pabrik atau pakan alami saja, itu juga tidak mungkin untuk dilakukan oleh para pembudidaya. Mengingat, keduanya memiliki karakteristik berbeda dan kesulitan masing-masing.

Pakan buatan pabrik misalnya, karena bahan bakunya sebagian besar masih harus didatangkan dari negara lain, maka harga yang beredar di pasaran juga sangat tinggi. Namun, pakan alami juga tidak kalah sulitnya, karena bahan bakunya juga tidak semudah untuk pakan pabrik.

Kepala Badan Riset Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP KKP) Sjarief Widjaja menjelaskan, salah satu solusi yang bisa menjadi pilihan bagi para pembudidaya ikan, adalah memanfaatkan cacing sutera sebagai pakan alami.

Cacing sutra sendiri biasanya dikenal juga dengan sebutan cacing rambut (Tubifex sp.) dan bisa menjadi pakan hidup bagi ikan yang berpotensi menjadi besar untuk mendukung kebutuhan pakan alami pada budi daya ikan.

Hewan tersebut mendapat sebutan sutra, karena memang memiliki tubuh yang lunak layaknya ulat sutra ataupun rambut yang memiliki karakteristik lembut. Biasanya, cacing sutra bisa tumbuh hingga panjangnya mencapai 1-2 sentimeter dan berwarna kemerahan dengan cara hidup berkoloni.

baca : Bertahan di Tengah Wabah COVID-19 dengan Pakan Ikan Mandiri

 

Cacing sutra (Tubifex sp.). Foto : satriahewan.com

 

Sjarief menyebutkan bahwa cacing sutra termasuk organisme hermaprodit, di mana dalam satu individu organisme diketahui terdapat dua alat kelamin. Sementara, perkembangbiakannya dilakukan dengan cara bertelur dari betina yang telurnya sudah matang kelamin.

Dengan potensi yang bagus untuk budi daya perikanan, cacing sutra bisa menjadi pakan alami yang sangat baik. Sayangnya, keberadaannya di alam tidak dalam jumlah yang memadai untuk bisa memenuhi kebutuhan pakan alami.

Menurut dia, cacing sutra yang biasa dijadikan pakan alami, selama ini produksinya dilakukan secara alami di saluran irigasi atau area persawahan. Kondisi tersebut, mengakibatkan jumlahnya tidak bisa stabil, dan akan habis jika sudah diambil untuk dijadikan pakan alami.

Untuk itu, Pemerintah Indonesia saat ini fokus untuk mengatasi persoalan tersebut, agar kebutuhan pakan alami dari cacing sutra bisa tetap terpenuhi. Selain itu, jika tetap mengandalkan dari alam, produksi akan terganggung jika musim hujan sedang berlangsung.

 

Alih Teknologi

Semua keterbatasan tersebut, bisa diatasi dan dicarikan jalan keluar melalui budi daya cacing sutra. Namun, itu memerlukan kesabaran dalam prosesnya, karena kegiatan budi daya cacing sutra berbeda dengan kegiatan budi daya ikan.

Agar tidak terjadi kebingungan di kalangan para pembudidaya ikan, Sjarief menyebutkan kalau Pemerintah penyuluhan secara efektif terus dilakukan secara berulang. Penyuluhan dilakukan, agar budi daya cacing sutra bisa dilakukan melalui sistem apartemen.

“Penyuluhan bisa mendukung penyediaan pakan alami, sehingga ketergantungan terhadap produksi dari alam bisa berkurang. Itu juga bisa mendukung peningkatan kapasitas produksi perikanan budi daya,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta.

Dengan kata lain, tingginya kebutuhan pakan alami sebenarnya masih bisa tetap dipenuhi dari cacing sutra. Hanya saja, perlu diterapkan siasat untuk memanfaatkannya, melalui budi daya yang baik agar produksi massal bisa tetap dilakukan secara mandiri oleh pembudidaya ikan.

baca juga : Maggot, Bahan Pakan Ikan Alternatif yang Murah dan Mudah

 

Budi daya cacing sutra. Foto : KKP

 

Adapun, sistem apartemen sendiri tidak lain adalah wadah untuk melaksanakan kegiatan budi daya yang bentuknya disusun secara vertikal dan menggunakan aliran air dengan sistem resirkulasi. Cara tersebut akan menghasilkan keuntungan yang banyak dan bisa mendorong produktivitas perikanan budi daya.

Di antara keuntungan yang dimaksud, adalah penggunaan lahan bisa dilakukan dengan sangat efisien, penetrasi cahaya matahari bisa berkurang secara langsung, kegiatan budi daya bisa dikontrol lebih baik, dan tidak lagi tergantung pada musim kemarau.

“Usaha budi daya cukup banyak. Kalau hanya bergantung pada pakan pabrikan akan membutuhkan biaya yang cukup tinggi, sehingga tingkat keuntungan masyarakat semakin menipis. Sebaliknya, jika para pelaku mampu membudidayakan, maka bisa meningkatkan penghasilan,” ucap dia.

Sjarief menerangkan, penggunaan model apartemen bisa dibuat secara bertingkat dan sederhana. Metode ini akan memberikan peluang kepada setiap pembudidaya ikan yang menjalankannya untuk bisa menjadi pengusaha baru cacing sutra.

Namun demikian, metode yang mudah diterapkan tersebut tetap tidak akan berhasil jika pengenalan teknologi baru tersebut tidak dilakukan dengan baik. Dalam proses tersebut, peran dari penyuluh perikanan menjadi sangat penting, karena bisa menjadi penyambung dengan masyarakat.

Melalui tenaga penyuluh perikanan, alih pengetahuan teknologi bisa dilakukan dengan baik. Dengan demikian, proses yang harus dilakukan melalui tahapan-tahapan penting, diharapkan bisa tercapai dan menciptakan pemahaman yang kuat di kalangan para pembudidaya ikan dan masyarakat perikanan.

“Di sinilah, penyuluh diuji, baik secara teknis maupun manajerial, untuk dapat memberikan pendampingan teknologi yang tepat, dengan hasil yang efektif bagi masyarakat,” jelas dia.

 baca juga : Mikroalga, Pakan Alami Budi daya Perikanan

 

Budi daya cacing sutra sistem apartemen. Foto : KKP

 

Peran Penyuluh

Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) KKP Aprilya Pregiwati pada kesempatan terpisah mengatakan, proses alih teknologi yang dilakukan dari penyuluh kepada pelaku usaha di lapangan, akan membantu mereka untuk bisa meningkatkan kesejahteraan.

Mengingat manfaat yang akan didapat oleh para pelaku usaha, para penyuluh diminta untuk bisa menuangkan penjelasan secara rinci tentang teknis penerapan teknologi dalam bentuk tulisan. Hal itu, agar nantinya masyarakat bisa menjadikannya sebagai pedoma kegiatan budi daya.

“Para penyuluh harus selalu berpikir kritis dan berinovasi untuk menemukan teknologi yang tepat guna untuk menyelesaikan persoalan pelaku usaha atau pelaku utama di lapangan,” kata dia.

Sementara, Kepala Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) KKP Tegal Moch. Muchlisin meneragkan, sebagai pakan alami yang banyak dibutuhkan untuk kegiatan budi daya perikanan, maka usaha budi daya cacing sutra memiliki prospek ekonomi yang menjanjikan.

Menurut dia, budi daya cacing sutra menjadi sangat ekonomis, karena bahan-bahan yang dibutuhkan tidak memerlukan biaya yang banyak dan bahkan harganya murah. Sementara, di saat yang sama permintaan pasar terhadap cacing sutra masih sangat tinggi.

Terus meningkatnya permintaan, karena para pelaku usaha sangat memerlukan pakan alami untuk perbenihan ikan air tawar, terutama ikan Lele dan ikan hias. Selain faktor tersebut, harga cacing sutra di tingkat pembudidaya juga masih sangat bagus di kisaran Rp40 ribu hingga Rp60 ribu per kilogram.

Dengan segala manfaat dan keuntungan yang bisa didapat, melaksanakan kegiatan budi daya cacing sutra adalah pilihan yang bisa dilakukan oleh para pembudi daya. Selain bisa memenuhi kebutuhan pakan alami secara mandiri, juga bisa memenuhi kebutuhan para pelaku usaha budi daya perikanan.

baca juga : Pakan Ikan, Dilema Produksi dalam Negeri atau Impor?

 

Budi daya cacing sutra sistem apartemen. Foto : KKP

 

Secara teknis, kegiatan budi daya cacing sutra melalui sistem apartemen bisa dilakukan dengan menyiapkan wadah berukuran 2x1x0,2 meter kubik dan sudah berlapiskan terpal. Wadah kemudian disusun ke atas seperti apartemen dengan menggunakan rak besi.

Dalam satuan rak apartemen dapat disusun kisaran 4-5 bak. Wadah teratas merupakan bak penyaring yang dilengkapi suplai air dengan sistem resirkulasi tertutup, yang berfungsi sebagai sumber air mengalir pada setiap bak di bawahnya.

Pada prosesnya, media budi daya yang digunakan adalah lumpur yang diperkaya bahan organik, dengan perbandingan 80 persen lumpur dan 20 persen campuran organik. Terdiri dari ampas tahu, dedak, kotoran hewan, sayuran yang ditambah probiotik dan molase 1 ml/liter per kg bahan.

Kemudian, setelah 10-12 hari berjalan, panen bisa dilakukan dengan teknik memungut koloni yang berkumpul dan kemudian ditampung pada wadah serupa ember. Berikutnya, hasil panen dikumpulkan pada wadah khusus yang dialiri air, dengan tujuan menjaga cacing tetap hidup.

 

 

Exit mobile version