Mongabay.co.id

Warga Wadas Bertahan, Tolak Penambangan buat Proyek Bendungan Bener

 

 

 

 

Pada 22 April lalu, sejumlah orang mempersiapkan sosialisasi proyek Bendungan Bener di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworeko, Jawa Tengah. Tenda berdiri di depan Kantor balai desa. Beberapa warga Wadas meminta mereka menghentikan aktivitas itu dan mengusirnya.

“Kemarin sudah kita usir tidak usah masang tenda. Paginya datang lagi pakai orang-orang yang kurang wajarlah,” kata Insin Sutrisno, warga Wadas sekaligus Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) kepada Mongabay.

Julian Duwi Prasetia, kuasa hukum warga Wadas, seharusnya berada di Semarang pada Jumat, 23 April, namun dini hari bersama rombongan memutuskan bermalam di Wadas.

“Sekitar pukul 5.00 saya terbangun mendengar teriakan ibu-ibu yang histeris karena ada pemasangan tenda. Akhirnya, mereka menarik tenda. Ibu-ibu berkumpul di balai desa sampai jam 8.00,” katanya.

Julian pun menuju ke perbatasan desa usai mendengar kabar ada iring-iringan mobil polisi dan tentara. Lantas dia menginstruksikan kepada warga dan jaringan solidaritas yang melakukan advokasi untuk menjaga aksi berjalan damai.

“Warga Wadas melakukan penolakan sejak 2018, baik audiensi maupun surat, tapi tidak diindahkan. Hingga pada waktu kemarin warga Wadas menolak kedatangan beliau-beliau ini. Oleh ibu-ibu, warga, supaya tidak terjadi sosialisasi,” kata Insin.

Jumat itu, jadwal lanjutan sosialisasi proyek Bendungan Bener. Karena mendapat penolakan, akhirnya sosialisasi pindah ke Aula Kantor Kecamatan Bener. Di banner tertulis Sosialisasi dalam rangka inventarisasi dan identifikasi bidang-bidang tanah dan pihak yang berhak pengadaan tanah untuk kepentingan umum bagi pembangunan Bendungan Bener di Purworejo.

Selain di Desa Wadas, sosialisasi juga dilakukan di Desa Cacaban Kidul, Cacaban Lor, Kali Wader, dan Pekacangan. Setelah sosialisasi akan lanjut dengan pemasangan patok trase sebagai batas lahan yang akan diambil materialnya. Diikuti pemasangan patok lahan milik, invetarisasi dan identifikasi bidang tanah, pohon dan bangunan. Sosialisasi dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Purworejo dan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak.

Penolakan warga kali ini dalam aksi berdoa sambil duduk di jalan Desa Wadas. Ratusan warga dibantu jaringan solidaritas melakukan mujahadah sejak pagi. Mereka melantunkan doa perlindungan dan meneguhkan tekad.

 

Baca juga: Warga Wadas Tolak Pengerukan Bukit untuk Proyek Bendungan Bener

Susana Desa Wadas pada 23 April 2021. Foto: Gempadewa

 

Menurut Insin, rombongan memaksa masuk kemudian tidak dibolehkan warga. Sempat terjadi saling dorong yang berlanjut bentrok dan tembakan gas air mata. Warga pun mundur. Sejumlah orang ditangkap dan dibawa dengan mobil polisi.

“Kami tidak patah semangat, itu satu pelajaran bagi kami. Warga Wadas tetap menolak perusakan alam. Alam itu anugerah Tuhan supaya dilindungi, diuri-uri. Supaya kita tetap bisa hidup di bumi ini.”

Terkait kejadian di Wadas, Kapolres Purworejo AKBP Rizal Marito di hadapan wartawan mengatakan, tindakan tegas diambil setelah menerima laporan ada intimidasi warga berupa larangan ikut sosialisasi.

“Laporan dari masyarakat terjadi pemblokiran jalan yang merupakan jalan kabupaten termasuk di desa, hingga masyarakat yang akan melintas atau menggunakan jalan menjadi terhalang. Kami datang ke sana bersama personil Polres, Brimob, dan Kodim 0708 melihat ternyata ada pohon besar sengaja ditumbangkan di jalan, batu-batu besar, di enam sampai tujuh titik,” katanya.

Menurut dia sudah ada upaya komunikasi, dialog, imbauan, dan penjelasan bahwa kegiatan melanggar ketertiban umum, tetapi tidak diindahkan.

“Upaya preventif sudah dilakukan. Akhirnya, kita pembubaran massa. Namun terjadi upaya provokasi dan tindakan anarkisme.”

 

***

Sejak 2018, warga Wadas menolak desa mereka ditambang untuk kebutuhan pembangunan Bendungan Bener. Suara protes mereka tak mendapat respon pemerintah.

Yogi Zul Fadhli, Direktur LBH Yogyakarta mengatakan, Bendungan Bener salah satu proyek strategis nasional Pemerintahan Joko Wododo.

Berbagai upaya warga lakukan untuk penolakan, baik menyurati beberapa pihak, audiensi, maupun aksi.

“Kejadian kemarin salah satu upaya yang coba ditempuh warga untuk menggagalkan penambangan batu andesit,” katanya, dalam konferensi pers daring, Sabtu, 24 April lalu.

Pada 22 April itu, sejak pagi, warga Wadas termasuk para perempuan melantunkan doa dan sholawat nabi. Para perempuan berada di barisan depan, berhadap-hadapan dengan aparat keamanan.

“Kejadian sekitar 11.30, beberapa warga dan teman mahasiswa yang bersolidaritas ditarik polisi, kemudian ditangkap paksa polisi. Polisi juga menembakkan gas air mata.”

“Pada pukul 12.00, Julian dikerubungi polisi lalu ditarik paksa dengan cara-cara yang menurut kami tidak manusiawi. Rambut dijambak, dipukul dengan pentungan, bagian belakang ditendang,” ungkap Yogi.

 

Baca juga: Jaga Lahan Tani, Warga Wadas Tolak Penambangan Batu (Bagian 1)

Spanduk berisi penolakan warga Wadas atas rencana pengerukan bukit untuk proyek Bendungan Bener. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Selain Julian, beberapa orang lain juga ditangkap total ada 11 orang dibawa, terdiri dari warga, mahasiswa yang bersolidaritas, dan dua staf LBH Yogyakarta. Mereka yang ditangkap sempat dibawa ke Kantor Polsek Bener.

Di sana mereka dibagi menjadi dua kelompok, warga dan nonwarga. Selanjutnya, sekitar pukul 15.00, mereka dibawa ke Polres Purworejo.

“Kami tiba pukul setengah lima di Polres. Kami tidak bisa langsung ketemu dengan teman-teman di dalam karena sedang diidentifikasi untuk foto dan sebagainya.”

Mereka, kata Yogi, sudah mengajukan keberatan terkait pemeriksaan polisi. Terlebih Julian dan Jagad adalah advokat dan asisten advokat LBH Jogja. Mereka tengah menjalankan profesi sebagai advokat hingga dilindungi UU advokat dan UU Bantuan Hukum.

“Kami sudah menyampaikan bagaimana seharusnya pemeriksaan advokat yaitu melalui oganisasi lebih dulu. Mereka juga bukan bertindak secara liar tapi berdasar surat kuasa dari warga. Kami menerima kuasa dari warga Wadas 300-500 orang, per 15 Februari 2021. Keberatan kami tidak digubris, pemeriksaan tetap berjalan. Pukul 00.30, pemeriksaan baru selesai.”

Menurut Yogi, Julian mengalami luka di dahi, punggung luka lecet cukup panjang, dan kepala memar. Jagad sempat dipukul di kepala. Warga lain juga mengalami kekerasan di bagian punggung, ada yang ditendang, dipukul pakai pentungan. Sekitar sembilan orang luka-luka, 11 orang dibawa ke kantor polisi. Usai pemeriksaan mereka dilepas pukul 12.00 malam.

Mereka yang diperiksa lebih kurang harus menjawab sekitar 20 pertanyaan. Materi pertanyaan berkisar soal mengapa jalan ditutup, siapa yang menginisiasi, aktor-aktor aksi, dan mengapa mujadahan di jalan.

“Seperti ada penggiringan bahwa tindakan warga yang menutup jalan sebagai tindakan yang melanggar ketertiban umum. Perspektif yang dipakai polisi adalah menganggap jalan itu punya umum yang semestinya tidak boleh diblokade,” kata Yogi.

Asfinawati, Ketua umum YLBHI, mengatakan, ada pelanggaran hukum serius yaitu polisi terindikasi melakukan tindak pidana kekerasan.

“Dari foto, video ada bukti itu. Juga kekerasan yang dialami Julian dan Jagad. Kalau seseorang bisa dihukum karena memukul meja, begitu pula aparat meski memakai seragam. Justru karena penegak hukum, seharusnya mereka menjadi contoh.”

Polisi juga tidak bisa langsung mengambil dan memeriksa advokat tetapi harus melalui organisasi profesi advokat. Asvin juga mempertanyakan pemeriksaan urin kepada Julian, meski batal karena menolak.

Menurut dia, pemeriksaan seperti tes urin, harus berdasarkan dua alat bukti yang cukup sejak ada keputusan Mahkamah Konstitusi.

 

Baca juga: Ribuan Pohon Durian Terancam Proyek Bendungan Bener (Bagian 2)

Spanduk protes di Desa Wadas. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Dugaan pelanggaran, lapor Ombudsman

Julian mengatakan, sudah mengupayakan negosiasi untuk mencegah bentrokan, tetapi tidak berhasil karena keburu dibawa polisi.

Menurut Julian, hingga saat ini warga Wadas konsisten menolak ganti rugi. Warga tak mau alam yang selama ini mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari rusak.

“Saat ini ratusan orang yang menyerahkan surat kuasa kepada kami untuk memperjuangkan hak atas alam, bukan hak atas ganti rugi. Mereka kemarin memaksa masuk ke Desa Wadas untuk matok trase. Jadi keliling, mana saja yang mau ditambang. Warga tidak mau itu.”

Julian mempertanyakan, sejauh mana gubernur mengetahui keberatan warga. Pada Juni 2018, awal terbit izin penetapan lokasi (IPL), mereka langsung audiensi ke gubernur dan hadir sekda. Namun dijawab, sekda belum mengetahui ada keberatan warga.

“Padahal, kalau ada keberatan warga wajib disampaikan ke gubernur sebagai dasar pertimbangan untuk perencanaan satu wilayah itu akan ditetapkan sebagai lokasi atau tidak.”

Dia merasa aneh dengan judul sosialisasi menyebut penambangan ini untuk kepentingan umum. “Mentang-mentang karena untuk men-support bendungannya kemudian semua jadi kepentingan umum. Besok bisa saja bangun jalan tol, bahan semen dari pegunungan karst, lalu pengadaan dianggap kepentingan umum. Logika ini menurut kami cacat.”

Yogi menerangkan, sudah berkirim surat ke Ombudsman terkait penerbitan IPL gubernur. Dalam pandangannya, IPL gubernur mengandung banyak cacat hukum. Gubernur menyatukan dua proyek yang semestinya tidak disatukan.

“Ada proyek Bendungan Bener yang berkategori pembangunan untuk kepentingan umum tapi di dalam IPL juga memasukkan rencana pertambangan batuan quarry berupa batuan andesit di Wadas.”

Kalau mengecek pertambangan itu dalam UU Pengadaan Tanah, tidak masuk terkategori sebagai proyek untuk kepentingan umum.

Jadi, katanya, soal pertambangan harus memakai rezim hukum pertambangan yang menyertakan amdal, izin lingkungan, izin usaha pertambangan (IUP). LBH, katanya, mengajukan keberatan ke Ombudsman karena ada dugaan maladministrasi pada penerbitan IPL.

Sebagai proyek strategis nasional, Bendungan Bener tidak sendirian. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, setidaknya masih ada Bandara Kulon Progo dan proyek jalan tol.

“Kalau bicara problem pelanggaran HAM spektrumnya bisa sangat luas. Ada warga Kulon Progo digusur, ada warga Bener juga akan digusur. Juga ada warga di Jogja yang mungkin akan digusur jalan tol. Saya kira ini problem serius di mana perampasan ruang hidup di Jawa Tengah Selatan dan Jogja terjadi dalam skala besar.”

 

 

Unjuk rasa Aliansi Solidaritas Peduli Wadas di Yogyakarta, 26 April lalu. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version