Mongabay.co.id

Hutan Koridor Gajah Itu Terancam Perambahan

Bentang Alam Seblat merupakan habitat alami 70-150 individu gajah sumatera. Foto: Instagram#saveajahseblat

 

 

Mobil double cabin yang dikemudikan Andela belum berhenti sempurna, namun Ali Akbar langsung membuka pintu dan turun tergesa. Dia melangkah ke jalan tanah merah curam yang membelah Hutan Produksi [HP] Air Rami, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu

“Ini kotoran gajah liar, masih baru sekali,” katanya sambil menunjuk tumpukan kotoran gajah sumatera di pinggir jalan, awal April lalu.

Tingkah Ali menjadi perhatian delapan penumpang dalam mobil tersebut. Rombongan ini tak lain adalah tim dari Forum Konservasi Gajah Indonesia dan Mongabay Indonesia yang dalam perjalanan pulang usai patroli tiga hari di hutan Air Rami.

“Ini jejak gajah,” tutur Ali, Koordinator Forum Konservasi Gajah Indonesia wilayah Bengkulu.

Lelaki jangkung kacamata itu pun berjalan cepat, memeriksa kotoran gajah yang berceceran sepanjang jalan.

Di kanan jalan dari arah dalam hutan, tim patroli menyaksikan pondok beratap terpal biru dirobohkan gajah liar. Pondok itu berdiri di ladang ilegal yang luasnya sekitar sepuluh hektar, dalam ladang ini mengalir sungai kecil, namanya Sungai Pisang.

“Mungkin sekitar tiga gajah, dari tapak kakinya mereka menuju Sungai Pisang,” tuturnya.

Baca: Bentang Alam Seblat, Jalur yang Bebaskan Gajah Sumatera dari Kungkungan [Bagian 1]

 

Bentang Alam Seblat merupakan habitat alami gajah sumatera. Foto: Instagram#savegajahseblat

 

Hutan Produksi Air Rami memang habitat gajah sumatera. Luasannya tercatat 14.010,04 hektar yang mencakup Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko.

Memasuki kawasan ini hanya satu jalur, melalui jalan kebun PT. Alno Agro Utama. Saat ini sebagian kawasan Air Rami dibebani Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu [IUPHHK] PT. Anugrah Pratama Inspirasi [API] dan berdampingan dengan perkebunan sawit PT. Alno dan Taman Wisata Alam [TWA] Seblat.

Wilayah ini juga bagian dari Bentang Alam Seblat bersama HP Air Teramang, Hutan Produksi Terbatas [HPT] Lebong Kandis, perkebunan PT. Alno Agro Utama dan area penggunaan lain. Bentang Alam Seblat berada di antara TWA Seblat dan Taman Nasional Kerinci Seblat [TNKS].

Menurut data Forum Konservasi Gajah Sumatera, Bentang Alam Seblat merupakan habitat alami sekitar 50 individu gajah sumatera. Bentang ini juga rumah harimau sumatera, tapir, dan satwa liar lainnya.

Masalahnya, hutan ini mengalami fragmentasi, pembukaan lahan untuk kebun warga juga perkebunan perusahaan yang mengakibatkan rombongan besar gajah pecah menjadi empat kelompok kecil. Kelompok itu adalah Air Teramang-Air Dikit, Air Teramang-Air Berau, Air Ipuh-Air Berau, dan Seblat.

Baca: Bentang Alam Seblat, Pisau Bermata Dua Perlindungan Gajah Sumatera [Bagian 2]

 

Kotoran gajah sumatera yang berceceran di jalan areal Hutan Produksi Air Rami. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Pada Desember 2019, Pemerintah Provinsi Bengkulu bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Forum Kolaborasi Pengelolaan KEE telah menetapkan Bentang Alam Seblat sebagai Kawasan Ekosistem Esensial [KEE] koridor gajah sumatera. Total luasannya 40.220,81 hektar.

Penetapan ini berdasarkan Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor 4 Tahun 2017. Tujuannya untuk menghubungkan atau rekoneksi antara TWA Seblat dan TNKS, sekaligus menyediakan habitat yang cocok untuk keberlangsungan hidup gajah.

Untuk menjalankan KEE telah dibentuk Forum Kolaborasi Pengelolaan KEE yang terdiri berbagai unsur, yaitu instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, perusahaan, masyarakat, dan akademisi.

Baca: Harapan Baru Gajah Sumatera di Bentang Alam Seblat

 

Sejak 2006 hingga 2021, total 2.022 hektar dari 5.068 hektar kawasan Hutan Produksi Air Rami di Kabupaten Mukomuko rusak akibat perambahan. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Pembukaan lahan

Saat tim patroli menelusuri kawasan hutan Air Rami, pembukaan lahan tampak menjadi pemandangan utama.

“Kami menghitung, jumlah bukaan di sekitar Sungai Tembolon dan Sungai Semenggul ada 12 titik,” tutur Ali yang juga merangkap jabatan Sekretaris Forum KEE Bentang Seblat. Ia memperkirakan, total luasan ladang ilegal itu sekitar 300-an hektar.

Tim patroli juga menemukan balok-balok kayu ilegal di tempat tersebut. Total temuan sekitar 7 tumpukan, dengan perkiraan belasan kubik.

Tak hanya itu, kayu-kayu yang masih berdiri kokoh seperti meranti, medang, dan lainnya di hutan tampak telah ditandai cat merah. Diduga kayu-kayu akan ditebang oleh para pembalak liar.

Ketika melewati pondok paling dalam di kawasan Air Rami, seorang pria paruh baya tampak mengejar tim patroli menggunakan motor bebek. Di motornya tampak sebilah parang yang tersimpan dalam sarung kayu. Ia menanyai maksud dan tujuan tim.

Dari dialog sore itu diketahui pria tersebut berasal dari Desa Semundam, Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko. Ia merambah di Air Rami bersama HB, Sr, dan Tm. Bahkan, dua dari mereka memiliki sawmill, masing-masing terdapat di SP 3 Desa Cinta Asih Air Rami dan di Desa Semundam.

“Aparat hukum harusnya membongkar praktik terstruktur pembalakan liar di Air Rami ini,” kata Ali.

Baca juga: Tutupan Hutan Berkurang, Bengkulu Harus Fokus Perbaiki Lingkungan

 

Sejumlah pondok beridir kokoh di area Air Rami. Foto: Ahmad Supardi/ Mongabay Indonesia

 

Hutan Bengkulu

Gunggung Senoaji, peneliti hutan dari Universitas Bengkulu menjelaskan, pembalakan tidak hanya di Air Rami, tapi juga terjadi di semua hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi di Bengkulu.

“Pembukaan lahan menjadi masalah utama selama 10 tahun terakhir,” kata Gunggung.

Namun, ia menekankan Air Rami menjadi penting karena bagian penting dari koridor gajah. “Topografi atau permukaan tanah di Air Rami itu tidak terlalu terjal, ditambah hujan tidak terlalu tinggi, itu yang membuat gajah suka.”

Ia mengatakan, PT. API selaku pengelolah di wilayah itu seharusnya melaporkan kegiatan perambahan ke Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi [KPHP] Kabupaten Mukomuko, atau kepolisian.

“Jika tidak melaporkan, itu melanggar hukum karena membiarkan.”

Gunggung menjelaskan, tutupan hutan di Bentang Seblat sekitar 60 persen masih hutan primer dan sukender. Dia merekomendasikan hutan tersebut menjadi hutan konservasi, yaitu hutan suaka margasatwa.

“Bentang ini menjadi rumah gajah sumatera, harimau sumatera, tapir, hingga dulu pernah tercatat sebagai habitat alami badak sumatera. Pemerintah harus bertindak, melindungi rumah alami satwa kunci Sumatera itu.”

 

Tumpukan kayu balok ilegal berada di kawasan Hutan Produksi Air Rami. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Pendataan

Muhamad Rizon, Kepala Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, mengaku timnya saat ini melakukan patroli dadakan. Pihaknya juga masih mendata orang-orang yang melakukan perambahan di kawasan Air Rami.

“Kami masih mendata para pelaku, informasinya sangat minim.”

Rizon mengatakan, sekitar 2.022 hektar dari seluas 5.068 hektar kawasan Hutan Produksi Air Rami rusak akibat perambahan. “Data luasan yang mengalami kerusakan itu terhitung sejak 2006 sampai sekarang.”

Dia berharap, penegakan hukum dilakukan untuk para perusak hutan.

“Hukum harus membuat jera,” katanya.

 

 

Exit mobile version