Mongabay.co.id

Wimar Witoelar, Cendekiawan Peduli Lingkungan dan Masyarakat Adat Itu Berpulang

Presiden Joko Widodo, berbincang dengan Abdon Nababan (Sekjen AMAN) dan WImar Witoelar (Pendiri Yayasan Perspektif Baru) kala audensi AMAN dengan Presiden di Istana Negara, Kamis (25/6/15). Sumber foto dari Yayasan Perspektif Baru

 

 

 

 

“Sampai bulan keempat 2021 ini, kita tak hanya menghadapi pandemi COVID-19, tetapi perubahan iklim jelas hadir bersama kita.” Begitu pembuka tulisan opini Wimar Witoelar berjudul “A strategy to face a double crisis.”

Dalam tulisan itu, Wilmar memaparkan mengenai betapa ancaman sama mengerikan seperti COVID juga sedang di depan mata, yakni, krisis iklim.

Untuk COVID-19, malah sudah ada perkembangan baik dengan temuan beberapa jenis vaksin. Berbeda dengan perubahan iklim, tak ada vaksin untuk itu.

Dalam tulisan itu, Wimar menekankan antara lain jalan mengurangi dampak perubahan iklim ini lewat peralihan penggunaan energi dari fosil seperti batubara ke energi terbarukan yang ramah lingkungan. Terlebih, Indonesia, merupakan negara yang kaya sumber energi terbarukan.

Itulah sebagian isi tulisan Wimar 22 hari lalu dalam kolom opini di Jakarta Post. Pagi ini, 19 Mei 2021, cendekiawan publik yang humoris ini telah berpulang. Sampai akhir usia, Wimar konsisten menyuarakan isu-isu lingkungan hidup.

“Mohon dimaafkan segala kesalahannya dan terimakasih untuk semua doanya,” kata Erna Indriana, Direktur Utama Biro Konsultan InterMatrix Communication dalam pesan singkat kepada media. Dia informasikan kalau Wimar meninggal dunia.

Wimar, alami kritis dan mendapatkan perawatan intensif dalam sepekan ini di Rumah Sakit Pondok Indah dengan diagnosis sepsis atau komplikasi. Kondisi medis ini menyebabkan peradangan karena infeksi di dalam tubuh. Jenazah dimakamkan di TPU Tanah Kusir pada sore hari.

Wimar, dikenal sebagai sosok yang kerap menyuarakan isu-isu sosial, lingkungan hidup termasuk soal masyarakat adat.

Pria ini lahir 14 Juli 1945 dengan nama lengkap Wimar Witoelar Kartaadipoetra. Era Presiden Abdurrahman Wahid ‘Gus Dur’, Wimar yang jadi juru bicara.

 

 

Salah satu seminar YPB soal isu energi terbarukan

 

 

Wimar, seorang tokoh reformasi Indonesia, kolumnis pada berbagai surat kabar baik media nasional maupun internasional. Artikel Wimar, sering muncul di berbagai surat kabar nasional maupun internasional, seperti News Week, Australian Financial Review, Business Week dan Today dan lain-lain. Dia juga penulis buku, dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB), juga pemandu acara di berbagai program televisi.

WW, begitu panggilan abrab Wimar. Sejak 1990-an, Wimar identik dan unik dengan rambut ikal ini memandu acara televisi Perspektif dan Selayang Pandang. Ciri khas Wimar, hadir dengan kritikan, tajam dan jenaka dalam mengulas satu isu. Pada era Orde Baru, 1994, acara televisi Wimar “Perspektif” pernah kena bredel.

Beberapa buku sudah dia terbitkan, seperti Menuju Partai Orang Biasa (1994), No Regrets (2002), A Book about Nothing (2006), More about Nothing (2009), dan Sweet Nothings (2014).

Dia juga mendirikan biro konsultan InterMatrix Communication dan Yayasan Perspektif Baru. Keduanya banyak bekerja untuk isu lingkungan hidup dan masyarakat adat.

Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan mengatakan, Wimar kolumnis yang berani memberikan kritik kepada pemerintahan Orde Baru di media nasional maupun internasional.

“Pak Wimar selalu memberi lontaran-lontaran jenaka namun kritis pada setiap program televisi yang dipandunya.”

Kelantangan Wimar, kata Moeldoko, membuat dia masuk dalam jajaran aktivis yang disegani hingga kini. Kepergiannya hampir bersamaan dengan peringatan Hari Reformasi, pada 21 Mei nanti.

Sandra Moniaga, Komisioner Komnas HAM mengenal Wimar sebagai seorang demokrat sejati, pecinta lingkungan dan bekerja dengan gembira.

“Hal yang menyenangkan dari almarhum adalah prinsip ‘kerja dengan gembira’ yang membuat setiap pertemuan dengannya menyenangkan,” katanya dalam pesan singkat ke Mongabay.

Mengenal WW, begitu Sandra memanggilnya, sejak 1980-an. Kemudian mereka mulai intensif bekerja bersama pada 2014saat Komnas HAM mengadakan Inkuiri Nasional tentang Hak Masyarakat Adat yang diusung bersama berbagai lembaga negara dan organisasi masyarakat sipil.

 

Ilustrasi. Kebakaran hutan, salah satu isu lingkungan hidup yang jadi perhatian Wimar Witoelar. Foto: BKSDA Riau

 

Ada Komnas Perempuan, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Samdhana Institute, Kemitraan, Sajogjo Institute, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dan HuMa. Juga didukung KLHK–saat itu masih Kementerian Kehutanan–, Kementerian Hukum dan HAM, dan Komisi Pemberantas Korupsi.

“Beliau fokus pada isu lingkungan dan masyarakat adat beberapa tahun terakhir karena kecintaan pada lingkungan. Meski tetap peduli pada isu politik makro dan global,” katanya.

Atas nama Komnas HAM, Sandra menyampaikan duka mendalam. “Terima kasih untuk kerjasama yang baik selama ini dan selamat beristirahat dalam damai.”

Dalam akun Facebook Sri Mulyani, Menteri Keuangan menyampaikan duka cita atas kepergian Wimar.

Wimar, katanya, seorang sahabat sejati yang setia kepada cita-cita membangun Indonesia jadi lebih baik dan maju. Dia mengenal Wimar sejak awal reformasi Indonesia 1998 dan bersama berada dalam forum mendukung gerakan reformasi yang demokratis, terbuka, akuntabel, dan bersih.

“Wimar cerdas, jujur, jenaka, kritis, dan tetap santun dalam menyampaikan pikiran dan pendapatnya. Selalu menyenangkan dan bermanfaat berbicara dengan Wimar.”

Fadjroel Rachman, juru bicara Presiden Joko Widodo menyampaikan dukacita melalui akun Twitter-nya. Baginya, Wimar adalah gurunya sebagai juru bicara presiden dan presenter televisi.

Kalangan pegiat lingkungan hidup pun menyampaikan duka atas kepergian Wimar. Khalisah Khalid, Koordinator Desk Politik Walhi Nasional, bilang, Wimar adalah pribadi yang asik, komunikatif dan humoris. “Isu lingkungan hidup yang berat, dapat dia olah menjadi ringan dan mudah dipahami banyak orang.”

Interaksi Alin cukup intensif pada 2014. Mereka bersama-sama mendorong isu lingkungan hidup, terutama penyelamatan hutan dan perubahan iklim sebagai agenda prioritas dalam momentum politik elektoral. “Almarhum sosok yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan hak-hak masyarakat adat.”

Abdon Nababan, Wakil Ketua Dewan AMAN Nasional mengatakan, mengenal Wimar selama 20 tahun terakhir. Dia punya perhatian akan isu keberagaman, merawat kebhinekaan, keanekaragaman hayati, lingkungan hidup dan masyarakat adat.

“Dia aktor penting dalam perjuangan kita dalam memulihkan jati diri bangsa ini sebagai bangsa yang bermartabat dalam budaya,” katanya.

Saat masih menjabat sebagai Sekjen AMAN, kata Abdon, Wimar membantu meningkatkan kapasitas para pengurus AMAN dalam komunikasi publik maupun diplomasi. “Jadi, dia mewakafkan dirinya untuk banyak orang.”

Dalam 10 tahun ini, dia aktif bersama para aktivis menyuarakan isu lingkungan hidup dan masyarakat adat ke publik maupun pemangku kebijakan.

Wimar, katanya, selalu membantu kalau ada ‘kemacetan’ komunikasi politik antara masyarakat adat dengan penyelenggara negara, serta memperkenalkan jaringan yang dia miliki.

“Hingga beliau mendampingi AMAN bertemu dengan Presiden Jokowi. Kemampuannya luar biasa dengan jaringan pertemanan yang bagus dan dihormati banyak orang. Tidak pelit untuk berbagi jaringan kepada kami.”

“Luar biasa kontribusi WW untuk masyarakat Indonesia.”

 

 

 

Senada dikatakan Mina Susana Setra, Deputi AMAN, Wimar, katanya, sosok konsisten mendukung perjuangan rakyat, terutama masyarakat adat.

“Beliau punya andil besar mendukung suara masyarakat adat di berbagai media, baik nasional maupun internasional.”

Wimar, katanya, berperan mulai melatih para pemimin komunitas untuk fasih berbicara di depan publik dan media, mendekatkan media pada persoalan masyarakat adat, membawa jurnalis meliput persoalan langsung ke komunitas, hingga turut meliput bagaimana utusan masyarakat adat berjuang dalam negosiasi-negosiasi Perubahan Iklim di PBB.

“Kritik WW dengan cara jenaka. He is one of the greatest story tellers I have ever heard.”

Melda Wita Sitompul, pendiri Vanantara Communications , sangat kehilangan dengan kepergian Wimar. Dia guru sekaligus  sahabat.

Melda memulai karir magang di IMX dan YPB pada 2006, dengan mentor langsung Wimar. Selama 11 tahun, Melda menjadi rekan kerja Wimar, mulai dari magang, staf hingga jadi direktur operasional.

“Dia selalu memberikan ruang buat aku berekspresi dan bertumbuh. Walaupun dia orang besar, tapi tidak pelit mempekenalkan aku ke banyak kolega. Jadi, aku makin percaya diri dalam bekerja,” katanya.

Sosok yang komunikatif, membuat Wimar mampu menceritakan hal-hal sulit dipahami jadi sangat mudah. Sosok yang hangat hingga mampu menciptakan suasana kerja nyaman dan selalu memberikan motivasi para karyawan untuk terus belajar.

Hal paling berkesan bagi Melda, bagaimana Wimar menggunakan jejaring dalam politik untuk menyuarakan isu lingkungan dan masyarakat adat, serta mempertemukan AMAN dengan Presiden Joko Widodo.

“Harapan ya, Jokowi bisa mendengar langsung dari perspektif AMAN hingga waktu itu kita meminta ada UU Masyarakat Adat.”

Dia juga melihat, bagaimana Wimar menggunakan jejaringnya, meminta Presiden Jokowi bisa langsung melihat lokasi kebakaran di Sungai Tohor, Riau, agar memahami akar permasalahan kebakaran hutan dan lahan.

Meski Melda kini membangun perusahaan sendiri, Wimar tak pernah absen memberikan semangat.

 

Kini, Wimar sudah tiada. Selamat jalan tokoh bangsa yang selalu menginspirasi…

 

 

****

Foto utama:  Presiden Joko Widodo, berbincang dengan Abdon Nababan (Sekjen AMAN) dan Wimar Witoelar (Pendiri Yayasan Perspektif Baru) kala audensi AMAN dengan Presiden di Istana Negara, Kamis (25/6/15). Sumber foto dari Yayasan Perspektif Baru

Exit mobile version